Senin, 08 Agustus 2016



BAB II
KAJIAN TEORITIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS


A.       Perilaku Anak Usia Remaja
1.   Pengertian Remaja
Konsep tentang “remaja”, bukanlah berasal dari bidang hukum melainkan berasal dari bidang-bidang ilmu-ilmu sosial lainnya seperti antropologi, sosiologi, psikologi, dan paedagogi. Kecuali itu konsep “remaja” juga merupakan konsep yang relatif baru, yang muncul kira-kira setelah era industrialisasi merata di negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara maju lainnya. masalah remaja baru menjadi pusat perhatian ilmu-ilmu sosial dalam 100 tahun terakhir ini.
Sering kali dalam pembahasan soal remaja digunakan istilah puberitas dan adolesen, istilah puberitas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis yang meliputi morflogi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari masa anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak ke dewasa.
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin (adolescare) (kata bendanya, adolescentia yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa.” Bangsa primtif – demikian pula orang-orang purbakala – memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan; anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi.
Sedangkan menurut Piaget yang dimaksud dengan istilah adolesen, dulu merupakan sinonim dari puberitas, sekarang lebih ditekankan untuk menyatakan perubahan psikososial yang menyertai puberitas. Dan mempunyai arti yang sangat luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (121) dengan mengatakan; secara psikologis remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama sekurang-kurangnya bak... integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber termasuk juga perubahan intelekual yang mencolok.
Menurut  Lewin dalam Siti  Rahayu Haditono (2006:260) merumuskan bahwa:
Remaja ada dalam tempat marginal. Berhubung ada macam-macam persyaratan untuk dapat dilaksanakan dewasa, maka lebih mudah dimasukkan kategori anak daripada dewasa. Baru ahir abad ke 18 maka masa remaja dipandang sebagai periode tertentu lepas dari periode anak-anak. Meskipun begitu kedudukan dan status remaja berbeda daripada anak-anak. Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan (calon, 1953) karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Dipandang dari segi sosial, remaja mempunyai suatu posisi marginal. Penelitian Roscoe dan Peterson (1984) membuktikan hal ini.
Dalam pengertian lain Abi Syamsudin (2007:131) menjalasakan bahwa “masa remaja adalah suatu periode yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai datangnya awal masa dewasa”.

Sedangkan menurut Sarlito W Sarwono (2012:2): “Remaja adalah periode transisi dalam periode anak anak ke masa dewasa”. atau masa usia belasan tahun, atau jika seorang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Irwanto (2002:46) : “Remaja adalah masa transisi dalam periode anak anak ke masa dewasa”. Pendapat tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Diane E. Papalia (2008:534) “masa remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mengandung perkembangan fisik, kognitif, psikososial”.
Berbeda dengan pendapat Sigmoud freud yang menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif karena perpaduan (unifikasi) hidup seksual yang banyak bentuknya (poly morph) dan infantile (sifat kekanak-kanakan)

Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat berbagai definisi tentang remaja menurut Soetjiningsih (2010:1) yaitu :
a.         Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefinisikan remaja adalah: bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan dan 12-20 tahun untuk anak laki-laki.
b.         Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
c.         Menurut undang-undang perburuhan anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal.
d.        Menurut UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki
e.         Menurut DikNas anak dianggap remaja bila anak sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.
f.          Menurut WHO, remaja bila sudah  mencapai umur 10-18 tahun.
                                                              
Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahap berikut:
a.         Masa remaja awal/dini (Early adolescence): umur 11-13 tahun
b.         Masa remaja pertengahan (Middle adolescence): umur 14-16 tahun
c.         Masa remaja lanjut (Late adolescence): umur 17-20 tahun
Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khasnya dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa.  Karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis, fisik dan sosialnya. Terjadi perubahan kejiwaan menimbulkan kebingungan di kalangan remaja sehingga pada masa ini disebut oleh orang barat sebagai periode strumund drang. Sebabnya karena mereka mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di kalangan sosial.

2.   Ciri-Ciri Masa Remaja
Masa remaja mempunya ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelumnya. Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2003) antara lain :
a.         Masa remaja merupakan masa yang paling penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
b.         Masa remaja merupakan masa peralihan. Peralihan tidak berarti terputus-putus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang.
c.         Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan dari emosi perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.
d.        Masa remaja merupakan masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.
e.         Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. hal ini membuat orang tua menjadi takut.
f.          Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan dari kaca mata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
g.         Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan dan kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, meminum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

Dapat disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan dengan baik dan penuh tanggung jawab.
Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara umum dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut: masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja pertengahan 15-18 tahun, dan  masa remaja akhir 18-21 tahun. kanopka, 1973, pikunas 1976; ingersoll 1989 dalam Hendriati Agustiani (2009:29) sebagai berikut :
a.    Masa remaja awal (12-15 tahun)           
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah peneriman terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.
b.    Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berfikir yang baru. Teman sebaya masih memiiki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self-directed). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan inpulsivitas dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan degan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.
c.    Masa remaja akhir (19-21 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dari tahap ini.
Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa usia remaja adalah periode transisi dari masa anak-anak menuju datangnya masa dewasa,  tahap umurnya sudah mencapai 12 – 21 tahun yang ditandai dengan perubahan fisik, psikis dan sosial. tahap perkembangannya terjadi pada tiga fase (remaja awal, pertengahan dan remaja ahir).

3.   Tugas Perkembangan Remaja
Tugas-tugas perkembangan masa remaja pada umumnya meliputi pencapaian dan persiapan segala hal yang berhubungan dengan kehidupan masa dewasa, (Muhibbinsyah. 2009:51) yakni:
a.    Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya yang berbeda jenis kelamin sesuai dengan keyakinan dan etika moral yang berlaku dimasyarakat.
b.    Mencapai peranan sosial sebagai seorang pria (jika ia seorang pria) dan peranan sosial seorang wanita (jika ia seorang wanita) selaras dengan tuntutan sosial dan kultural masyarakatnya
c.    Menerima kesatuan organ-organ tubuh sebagai pria (jika ia seorang pria) dan kesatuan organ-organ sebagai wanita (jika ia seorang wanita) dan menggunakannya secara efektif sesuai dengan kodratnya masing-masing
d.   Keinginan menerima dan mencapai tingkah laku sosial tertentu yang bertanggung jawab ditengah-tengah masyarakat
e.    Mencapai kemerdekaan/kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya dan mulai menjadi seorang “person” (menjadi dirinya sendiri)
f.     Mempersiapkan diri untuk mencapai karir (jabatan dan profesi) tertentu dalam bidang ekonomi
g.    Mempersiapkan diri untuk untuk memasuki dunia perkawinan (rumah tangga) dan kehidupan keluarga yakni sebagai suami (ayah) dan istri (ibu); dan
h.    Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman bertingkah laku dan mengembangkan ideologi untuk keperluan kehidupan kewarganegaraan.
Tugas-tugas perkembangan remaja juga dijelaskan oleh Mohamad Surya (2013:31) sebagai berikut :
a.    Menerima keadaan fisiknya, dan menerima peran sebagai laki-laki atau perempuan
b.    Membangun hubungan baru dengan teman seusia baik dengan laki-laki maupun dengan perempuan
c.    Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
d.   Mencapai jaminan kebebasan ekonomi
e.    Memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan
f.     Mengembangkan keterampilan-keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga negara yang baik
g.    Berkeinginan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggung jawabkan secara sosial
h.    Mempersiapkan untuk kehidupan pernikahan dan keluarga
i.      Membangun nilai-nilai yang disadari dan harmonis dalam lingkungan

4.   Perilaku
Perilaku merupakan aktualisasi sikap seorang dalam wujud tindakan atau Aktifitas sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Tindakan atau Aktivitas tersebut didasari atas kebutuhan, motivasi dan tujuan, sedangkan lingkungan adalah organisasi dimana individu atau kelompok itu berkarya.
Perilaku (behavior) adalah sesuatu yang dikerjakan atau dikatakan oleh seseorang (Kazdim, 1987; Alberto & Troutman, 2006). Istilah lain yang identik dengan perilaku adalah aktivitas, respons, kinerja, dan reaksi. Perilaku yang dapat diamati langsung disebut perilaku overt, sedangkan yang tidak diamati secara langsung disebut perilaku covert (misalnya, berfikir atau merasakan). Fokus teori perilaku adalah mengubah perilaku manusia dengan asumsi bahwa penjelasan perilaku dapat diprediksi. Menurut Simon dalam Delly Mustafa (2014:26) :
menjelaskan hampir semua perilaku terutama perilaku individu didalam sebuah organisasi administrasi adalah bersifat purposif yaitu berorientasi kepada goal (tujuan
). Simon (1997:3) memandang bahwa semua perilaku merupakan seleksi tindakan tertentu dilakukan secara sadar maupun tidak, kecuali secara fisik dapat dilakukan oleh faktor atau orang yang berada dibawah pengaruh dan kekuasaannya.

Perilku pada hakikatnya merupakan “fungsi interaksi antara     Seorang individu dan lingkungannya” (Thoha,2002:184), dimana perilaku seorang, tidak hanya ditentukan oleh dirinya sendiri, melainkan oleh seberapa jauh interaksi antar dirinya dengan lingkungann. Ini formula psikologi, dan mempunya kandungan pengertian bahwa perilaku seseorang, tidak hanya ditentukan oleh dirinya sendiri, melainkan ditentukan sampai seberapa jauh interaksi antar dirinya dan lingkungannya .
Menurut Ndraha (2008:71) menyatakan bahwa “Perilaku adalah operasionalisasi dan aktualisasi sikap seorang atau satu kelompok dalam atau terhadap suatu (Situasi dan kondisi) lingkungan masyarakat, alam, teknologi dan organisasi.” Hasil yang diinginkan dari setiap perilaku adalah performanya, Winardi (2004:199) perilaku berkaitan dengan performa, yaitu perilaku langsung berkaitan dengan tugas pekerjaan yang perlu dilaksanakan guna mencapai sasaran pada tugas tersebut. Perilaku merupakan fungsi dari variabel individu, variabel keorganisasian dan variabel psikologikal.
Menurut Sunaryo (2003:3), “Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menimbulkan reaksi tertentu atau perilaku tertentu”. Sedangkan menurut Irwanto (2002:21):
Perilaku dapat ditinjau secara sosial, yaitu pengaruh hubungan antara organisme dengan lingkungan terhadap perilaku, intrapsikis yaitu proses-proses dinamika – dinamika mental atau psikologis yang mendasari perilaku serta biologis yaitu proses-proses dan dinamika syaraf fa’ali (neural-fisiologis) yang ada dibalik suatu perilaku.

Perilaku menghasilkan pekerjaan, merupakan keunikan masing-masing orang, proses melandasinya sama bagi setiap orang. Dari kontruksi teori dan riset tentang perilaku dapat disimpulkan bahwa: (1) perilaku timbul karena sebab; (2) perilaku diarahkan karena tujuan; (3) perilaku dapat diamati (masih) dapat diukur; (4) perilaku tidak dapat langsung diamati (seperti berfikir, berpersepsi) juga penting dalam mencapai tujuan; dan (5) perilaku bermotivasi.
Sikap dan perilaku yang nampak dan muncul dalam suatu organisasi menggambarkan budaya organisasi. Budaya organisasi juga memberikan rambu-rambu kepada sikap anggota organisasi tentang bagaimana memberikan pelayanan kepada masyarakat. Memahami budaya organisasi dalam suatu organisasi dapat dilakukan dengan berusaha mengenalinya secara mendalam.
Manusia berperilaku atau beraktifitas karena adanya kebutuhan untuk mencapai suatu tujuan atau global. Dengan adanya need atau kebutuhan dalam diri seseorang maka akan muncul motivasi atau penggerak/pendorong. Sehingga individu/manusia itu beraktifitas, baru tujuan tercapai dan individu mengalami kepuasan. Teori nativisme dalam bukunya Tri Rusmi Widayatun (hal:7) berpendapat bahwa:
perilaku manusia itu sangat dipengaruhi oleh pembawaan/herediter atau kodrat (asli dari pencipta alam). Manusia atau individu sejak lahir sudah membawa bakat ”dari sananya” oleh karena itu lingkungan tidak berpengaruh sama sekali, pembawaan ini sangat menentukan. Pembawaan ini yang mewarnai kehidupan manusia dalam berperilaku teori ini diformulasikan sebagai p=H (Herediter) perilaku tentukan oleh bawaan.

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai arti yang sangat luas. Menurut Skinner dalam Notoadmodjo (2010) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti ; berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus Skinner membedakan perilaku menjadi dua:
a.         Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b.         Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Dapat disimpulkan, perilaku adalah keseluruhan sikap, tindakan atau perkataan yang dilakukan seseorang pada saat dirinya berinterksi dengan lingkungan. misalnya perilaku seorang seperti perilaku ramah, perilaku sombong, perilaku malas dan sebagainya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menurut Ndraha dalam Delly (2008:73) ada dua faktor yaitu: (1) kondisi yang datang dari luar (lingkungan eksternal) dan (2) kepentingan didasari dari dalam oleh yang bersangkutan.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Skinner (http://dianhusadanuruleka.blogspot.co.id/p/konsep-perilaku manusia.html) bahwa faktor-foktor yang mempengaruhi perilaku adalah (1) Genetika, (2) Sikap, yaitu suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku tertentu, (3) Norma sosial, yaitu pengaruh tekanan sosial dan, (4) Kontrol perilaku pribadi, yaitu kepercayaan seseorang mengenai sulit tidaknya melakukan suatu perilaku.
Robbins (2003:59) mengungkapkan empat cara membentuk perilaku: (1) penguatan positive; (2) penguatan negatif; (3) hukuman; (4) pemunahan. kemudian Desseler mengatakan bahwa “Perilaku manusia terbentuk melalui proses dari adanya kebutuhan (needs), keinginan (want), motivasi, sikap dan minat.

Sedangkan menurut D.Gunarsa dalam Skripsi Nuraini (2014:15) faktor yang mempengaruhi perilaku remaja yaitu :
a.         Faktor pribadi
Setiap anak berkepribadian khusus. Keadaan khusus pada anak bisa menjadi sumber munculnya berbagai perilaku menyimpang. Keadaan khusus ini adalah keadaan konstitusi, potensi, bakat atau sifat dasar pada anak yang kemudian melalui proses perkembangan, kematangan, atau perangsangan dari lingkungan, menjadi aktual, muncul atau berfungsi.
b.         Faktor keluarga
Keluarga adalah unit sosial yang paling kecil dalam masyarakat. Meskipun demikian, peranannya lebih besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal perkembangan yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya. Anak yang baru dilahirkan berada dalam keadaan lemah, tidak berdaya, tidak bisa melakukan apa-apa, tidak bisa mengurus diri sendiri, dan tidak bisa lingkungan sosial dengan berbagai ciri khusus yang menyertainya memegang peranan besaar munculnya corak dan gambaran kepribadian anak.

Jadi dapat disimpulkan perilaku remaja adalah keseluruhan sikap, tindakan positif dan negatif yang dapat diamati melalui pikiran perasaan dalam proses pertumbuhan dari masa anak-anak  menuju dewasa.
B.       Gaya Kepemimpinan Orang Tua
1.    Gaya Kepemimpinan
Gaya atau style kepemimpinan banyak mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya. Istilah gaya secara dasar sama dengan cara yang dipergunakan pemimpin didalam mempengaruhi para pengikutnya.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan orang yang perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya.
Selama bertahun-tahun ketika orang-orang membicarakan gaya kepemimpinan ini, mereka mengidentifikasikan dua kategori gaya yang ekstrim yakni: gaya kepemimpinan otokratis, dan gaya demokratis. Kepemimpinan otokratis dipandang sebagai gaya yang berdasar atas kekuatan posisi dan penggunaan otoritas. Sementara itu gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan kekuatan personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Tannenbaum dan Schmidt dalam artikel mereka yang dimuat dalam majalah Harvard Business review : How to Choose a Leadership Patterent, berargumentasi bahwa gaya kepemimpinan otokratis dan demokratis, keduanya merupakan gaya kepemimpinan, dan oleh karenanya dapat didudukkan dalam suatu kontinum dari perilaku pemimpin yang sangat otokratis pada suatu ujung sampai kepada pemimpin yang sangat demokratis pada ujung yang lain.
Veithzal (2007: 64) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap yang mendasari perilaku seseorang.  Gaya kepemimpinan menunjukkan secara langsung maupun tidak langsung, tentang keyakinan seorang pemimpin tentang kemampuan bawahannya. Artinya,  gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya.
Gaya kepemimpinan itu adalah suatu pola perilaku yang konsisten yang kita tunjukkan dan sebagai yang diketahui oleh pihak lain ketika kita berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain. Perilaku ini dikembangkan setiap saat yang dipelajari oleh pihak lain untuk mengenal kita sebagai pemimpin, gaya kepemimpinan kita atau kepribadian kepemimpinan kita. Mereka bisa mengharap dan bahkan bisa meramalkan jenis perilaku tertentu dari kita. Pola umum yang biasanya terlibat antaranya perilaku yang berorientasi. Menurut Thoha dalam  Sudaryono (2004:313) menyatakan bahwa :
 Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunaka oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Sehingga menyelaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan orang yang perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya. Sedangkan menurut Djuju Sudjana (2010:19) “kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan atau karena alasan lain. Berbeda dengan pendapat Kusnadi (2005:353) mengemukakan bahwa kepemimpinan tidak saja berarti pemimpin dan mempengaruhi orang-orang, tetapi juga pemimpin terhadap perubahan dan sumber aspirasi serta motivasi bawahan.

Gaya kepemimpinan menurut Kartini Kartono (2005: 46) mendefinisikan “gaya kepemimpinan adalah pola-pola perilaku yang diterapkan seorang pemimpin dalam bekerja dengan melalui orang lain seperti dipersiapkan orang lain”. Pola konsisten yang dimaksud disini adalah pola-pola yang timbul pada diri orang-orang pada waktu mereka mulai memberikan tanggapan dengan cara yang sama dalam kondisi yang serupa dan pola itu membentuk kebiasaan tindakan yang setidaknya dapat diperkirakan bagi mereka yang bekerja dengan orang-orang.
Menurut Tjiptono (2006:161) gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Sementara itu, pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakantindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain (Hersey, 2004:29)
Tipe kepemimpinan dapat diartikan sebagai bentuk atau pola atau jenis kepemimpinan, yang didalamnya diimplementasikan satu atau lebih perilaku atau gaya kepemimpinan sebagai pendukungnya. Sedang gaya kepemimpinan diartikan sebagai perilaku atau cara yang dipilih dan digunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota atau bawahannya (Hadari Nawawi, 2003). Flippo dalam Sudaryono (2014:313) berpendapat gaya kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu pola perilaku yang dirancang untuk memadukan kepentingan-kepentingan organisasi dan personalia guna mengejar beberapa sasaran.
Sehubungan dengan itu Agus Dharma (2004) mendefinisikan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang ditunjukkan seseorang pada saat ia mencoba mempengaruhi orang lain. Definisi yang sama dikemukakan oleh Paul Hersey dan Kenneth Blanchard (1988) yang mengatakan bahwa, gaya kepemimpinan adalah pola perilaku pada saat seseorang mencoba mempengaruhi orang lain. Dan mereka menerimanya. Sehubungan dengan itu Eungene Emerson et al (1992) mengemukakakn enam tipe kepemimpinan, yaitu: (1) kepemimpinan otokratis, (2) kepemimpinan diktator, (3) kepemimpinan demokratis, (4) kepemimpinan karismatis,(5) kepemimpinan paternalistis, (6) kepemimpinan laissez-faire.
Dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan yang diterapkan oleh pimpinan dalam mempengaruhi pikiran, sikap dan perilaku saat ia mencoba mempengaruhi bawahannya.

2.    Macam-macam Gaya Kepemimpinan
Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Dasar yang digunakan dalam memilih gaya kepemimpinan merupakan tugas yang harus dilakukan oleh pimpinan. Adapun jenis-jenis gaya kepemimpinan menurut Melayu S.P Hasibuan (2005:170)adalah sebagai berikut:
a.    Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap  berada pada pimpinan. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya diteteapkan sendiri oleh pimpinan, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.
b.    Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinan dilakukan dengan cara persuasif. Menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi bawahan. pimpinan memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan.
c.    Kepemimpinan Delegatif
Kepemmpinan delegatif adalah apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang dengan cukup lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan.
d.   Kepemimpinan Situasional
Penekanan pendekatan situasional adalah pada perilaku pemimpin dan anggota pengikut dalam kelompok dan situasi yang variatif. Dalam kepemimpinan situasional, tidak ada satu cara yang terbaik untuk mempengaruhi orang lain. Gaya kepemimpinan mana yang harus digunakan terhadap individu atau kelompok tergantung pada tingkat kesiapan orang yang akan dipengaruhi.

Meurut Ronald Lippit dan Ralp K. White dalam Soekarso (2010: 100-104) mengemukakan adanya tiga gaya kepemimpinan :
a.    Kepemimpinan gaya otoriter, otokratis, atau diktator
Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan oleh pimpinan semata-mata. Kepemimpinan gaya otoriter antara lain berciri:
1)        Wewenang mutlak berpusat pada pimpinan
2)        Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan
3)        Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
4)        Komunikasi langsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
5)        Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan para bawahannya dilakukan secara ketat
6)        Prakarsa harus selalu datang dari pimpinan
7)        Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan, atau pendapat
8)        Tugas-tugas bagi bawahan diberikan secara instruktif
9)        Lebih banyak kritik daripada pujian
10)    Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat
11)    Cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman
12)    Kasar dalam bertindak
13)    Kaku dalam bersikap
14)    Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan

b.    Kepemimpinan gaya demokratis
Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Kepemimpinan gaya demokratis antara lain berciri:
1)        Wewenang pimpinan tidak mutlak
2)        Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
3)        Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
4)        Kebijaksanaan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
5)        Komunikasi berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan bawahan maupun antar sesama bawahan
6)        Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara wajar
7)        Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan
8)        Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan, atau pendapat
9)        Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada instruktif
10)    Pujian dan kritik keseimbangan
11)    Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas kemampuan masing-masing
12)    Pimpinan meminta kesetiaan para bawahan secara wajar
13)    Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
14)    Terdapat suasana saling percaya, saling menghormati dan saling menghargai
15)    Tangggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pimpinan dan bawahan

c.    Kepemimpinan gaya kebebasan
Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. “Laissez-faire” secara harafiah berarti “allow (them) to do” (mengizinkan mereka bekerja), atau “to leave alone” (biarkan sendiri), “free-rein” berasal dari kata “free” (bebas), jadi “rein” (kendali), secara harafiah berarti bebas kendali. Kepemimpinan gaya kebebasan antara lain berciri:
1)        Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
2)        Keputusan lebih banyak dibuat oleh para bawahan
3)        Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh para bawahan
4)        Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahannya
5)        Hampir tiada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan yang dilakukan para bawahan
6)        Prakarsa selalu datang dari bawahan
7)        Hampir tiada pengarahan dari pimpinan
8)        Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
9)        Kepentingan pribadi lebih utama daripada kepentingan kelompok
10)    Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per orang

Gaya kepemimpinan menurut Robbins dan Culture dalam Darwis S. Gani, , Djoehana Setyamidjaja dan Sumadi (2008:8) :
a.    Kepemimpinan otokratis, adalah kepemimpinan dimana pemimpin memusatkan wawanang pada dirinya, mendiktekan metode kerja, membuat keputusan unilateral dan membatasi partisipasi anggota (karyawan, bawahan, dan  pengikutnya). Kepemimpinan otokratis sudah jarang dijumpai saat ini karena sudah kurang sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan hubungan antara manusia yang lebih cenderung terbuka.
b.    Kepemimpinan demokratis, adalah kepemimpinan yang bercorak melibatkan partisipasi anggota (karyawan, bawahan, pengikut) dalam mengambil keputusan organisasi, mendelegasikan wewenang, mendorong partisipasi dan hirau terhadap umpan balik. Kepemimpinan demokratis saat ini berkembang dengan pesat, baik pada tahap organisasi maupun lembaga-lembaga kenegaraan.
c.    Kepemimpinan laissez-faire, adalah kepemimpinan yang memberikan kebebasan penuh kepada kelompok dalam membuat keputusan dan menyelesaikan pekerjaan dan dapat menggunakan cara apa saja yang dianggap sesuai.

Masing-masing pemimpin dalam menjalankan kepemimpinanya tentu memiliki cara tersendiri agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Setiap pemimpin memiliki tipe kepemimpinan yang berbeda-beda, sebagaimana penulis simpulkan dibawah ini :
a.         Gaya kepemimpinan otoriter
Dalam kepemimpinan otoriter pemimpin terlalu menuntut kepatuhan, ketaatan dan banyak memberikan kritikan-kritikan walaupun hanya hal sepele dan bahkan suka bertindak kejam tanpa menghiraukan bawahan. Dan selalu memaksakan kehendaknya dan menganggap bawahan tidak mampu untuk mengarahkan diri mereka sendiri.
b.         Gaya kepemimpinan demokratis
Kepemimpinan demokratis ini, lebih banyak menyelesaikan sesuatu dengan jalan damai, penuh dengan kasih sayang, selalu memberikan nasehat dan dorongan pada bawahan. pemimpin memberikan peraturan secara jelas, serta memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berbicara.
c.         Gaya kepemimpinan laissez-faire
Dalam kepemimpinan laissez-faire ini, pemimpin lebih banyak pasif dan memberikan kebebasan penuh kepada bawahan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan keinginannya. pemimpin suka acuh dan bawahan sedikit sekali dituntut untuk tanggung jawab terhadap pekerjaannya.
d.        Gaya kepemimpinan karismatik
Gaya kepemimpinan karismatik ini susah untuk dijabarkan oleh penulis. Karena tipe kepemimpinan ini punya daya tarik tersendiri yang bisa memikat semua orang dengan kepribadiannya yang istimewa. dan bawahannya selalu merasa hormat, segan dan patuh pada pimpinan karismatik ini, seperti presiden pertama Indonesia Ir.Soekarno.
e.         Gaya kepemimpinan situasional
Dalam kepemimpinan situasional, pemimpin biasanya memperlihatkan tindakan dan perilakunya  secara langsung pada saat membimbing atau berkomunikasi dengan  bawahannya.

3.    Fungsi dan Peran Pemimpin
Pemimpin adalah seorang yang bersifat dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan tindakan sesuai yang diinginkan olehnya dan organisasinya. Seorang pemimpin dapat mendorong pengikutnya (bawahannya) dalam mencapai visi dan misi yang telah ditentukan dan ia harus dapat memotivasi, berkomunkasi, mengawasi dan mengendalikan segenap usaha yang dilakukan bersama oleh pengikutnya. Ia harus berusaha agar orgaisasinya bersifat maju, berkembang dan dinamis yang akan tampat dari perubahan-perubahan yang terjadi ke arah yang lebih baik. itulah sebabnya seorang pemimpin memiliki fungsi dan peran sebagai komunikator, motivator, agen perubahan, pengawas dan juga pendidik (Darwis.2008:18):
a.    Komunikator
Komunikator (communicator) adalah individu atau kelompok yang mengambil prakarsa atau yang sedang mengadakan komunikasi dengan individu atau kelompok yang lain yang menjadi sasaran. Antara komunikator dan penerima pesan komunikasi (komunikan) terdapat suatu hubungan sosial dalam hubungan inilah proses komunikasi terjadi.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin dapat menjalin komunikasi dua arah (two ways communication) baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Komunikasi sangat penting didalam melaksanakan fungsi-fungsi menajemen, dan seorang pemimpin akan teruji peranannya sebagai komunikator dari proses kepemimpinan yang dilaksanakannya.
b.    Motivator
Motivator adalah seorang yang dapat menumbuhkan kekuatan yang ada dalam diri orang lain dan mendorong/mengarahkan seseorang itu untuk berusaha mencapai sesuatu yang dibutuhkannya. Motivasi perlu ditumbuhkan pada diri seseorang atau kelompok agar terjadi perubahan kearah yang positif dan tercapainya kepuasan tertentu.
Seorang pemimpin harus menjadi seorang motivator karena ia dikelilingi oleh pengikut (anggota, bawahan) didalam organisasi yang dipimpinnya. Visi dan misi organisasi tersebut mustahil dapat dicapai oleh pemimpin seorang diri, dan itulah sebabnya ia harus menjadi orang yang dapat menyadarkan akan pentingnya kekuatan bersama di dalam organisasi karena hanya dengan kekuatan bersama apa yang menjadi tujuan organisasi dapat dicapai.
c.    Agen Perubahan
Agen perubahan (change agent) adalah seorang yang dapat menjadi perantara terhadap terjadinya perubahan sesuai dengan perkembangan yang dialamioleh organisasi beserta para anggotanya. Seorang pemimpin adalah seorang yang harus peduli terhadap adanya perubahan. Jhon Ketter (dalam Covey, 2005) menyebutkan bahwa kepemimpinan berurusan dengan upaya untuk menghadapai perubahan. Ia berhadapan dengan berbagai hal yang selalu berubah. Ia harus antisipatif kalau ia tidak responsif terhadapa perubahan, ia akan menjadi sasaran mungkin korban perubahan. Sikap aktifnya terhadapa perubahan akan mendorong dirinya mau berubah dan bila perlu ia akan terlibat dalam proses perubahan
d.   Pengawas
Didalam tata organisasi, pimpinan organisasi harus memperhatikan berbagai kemungkinan, baik yang bersifat mendukung maupun hambatan atau tantangan. Dalam tata kerja diatur tentang kewajiban menerapkan prinsip kordinasi, integrasi dan sinkronisasi, baik di lingkungan organisasi maupun unit-unit yang ada didalamnya. Dengan tata kerja yang ada akan terbentuk hubungan kerja, yaitu hubungan antara pimpinan dengan staf atau bawahan.
e.    Pendidik
Pemimpin yang memimpin lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah disebut kepala sekolah. Kepala sekolah adalah pendidik, apalagi seorang kepala sekolah biasanya diangkat dari seorang guru (pendidik) senior yang telah memiliki pengalaman dalam dunia pendidikan yang cukup luas.

4.    Orang Tua
Definisi orang tua banyak dikemukakan oleh beberapa penulis. Orang tua bisa berarti orang tua lengkap atau single parent. menurut  Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam bukunya Syaiful Bahri Djamarah (2014:51) mengatakan bahwa orang tua artinya ayah dan ibu, (orang tua) orang yang dianggap tua (cerdik pandai, ahli, dan sebagainya); orang-orang yang dihormati (disegani) dikampung. Dalam kontek keluarga, tentu saja orang tua yang dimaksud adalah  ayah atau ibu kandung dengan tugas dan tanggung jawab mendidik anak dalam keluarga.
menurut miami dalam Kartini Kartono (1982) bahwa orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirannya. Menurut Gunarso (2004) mengatakan bahwa orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan sehari-hari.
Orang tua sebagai pemimpin harus memberikan dasar dalam pembentukan watak dan moral terhadap yang dipimpinnya khususnya keluarga, artinya baik buruknya keluarga tergantung yang memimpinnya. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.
كلكم ر ا ع و كلكم مسؤ ل عن ر ا  عيثة (ر و ا ه ا لبخا ري )
“setiap kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya” (H.R.Bukhari)
Kesimpulan dari penjelasan tersebut bahwa orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan masyarakat.
Orang tua sebagai pemimpin adalah faktor penentu dalam menciptakan keakraban dalam keluarga. Tipe kepemimpinan yang diberlakukan dalam keluarga akan memberikan suasana tertentu dengan segala dinamikanya. Interaksi yang berlangsung pun bermacam-macam bentuknya. Oleh karena itu, hampir tak terbantah, bahwa karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola komunikasi yang berlangsung dalam kehidupan keluarga. Kehidupan keluarga yang dipimpin oleh pemimpin otoriter akan melahirkan suasana kehidupan keluarga yang berbeda dengan kehidupan keluarga yang dipimpin oleh seorang pemimpin demokratis (laissez faire). Perbedaan itu disebabkan adanya perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh kedua tipe kepemimpinan diatas (Syaiful Bahri. 2014:5)
Berdasarkan suatu pengamatan tidak semua orang tua dalam membimbing anaknya mempunyai suatu pandangan yang sama, tergantung pada bentuk-bentuk gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh orang tua dalam keluarga itu sendiri. Secara umum bentuk gaya kepemimpinan orang tua dalam keluarga ada tiga macam yaitu; demokratis, otoriter dan liberal. Sesuai yang dikemukakan oleh Salman dalam buku menuju keluarga sakinah (2000:80-81) bahwa ciri khas/kecenderungan dari masing-masing bentuk kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut :
a.         Kepemimpinan yang demokratis, orang tua menunjukkan perhatian dan kasih sayang, berperan serta dalam kegiatan anak, percaya pada anak, tidak terlalu banyak mengharap dari anak serta memberi dorongan dan nasehat kebijaksanaan pada anak
b.        Kepemimpinanyang otoriter, dimana orang tua (keluarga) menuntut kepatuhan mutlak anak, pengawasan ketat terhadapa anak dalam segala kegiatannya, memperhatikan hal-hal yang sepele dan banyak mengeritik anak.
c.         Kepemimpinan yang liberal, orang tua tidak dapat mengendalikan anakanya, disiplin lemah dan tidak konsisten, anak dibiarkan mengikuti aturan-aturan dirumah serta anak dibiarkan anak mendominir orang tua (Salam, 2000:80-81)
Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan orang tua adalah cara yang dipilih dan digunakan dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku anak dalam keluarga.

5.    Fungsi Orang tua
Fungsi ini menyatakan bagaimana orang tua harus memenuhi tanggung jawab sebagai pemimpin. Ahmad tafsir dalam helmawati (2014:44) mengatakan. Bahwa:
Orang tua harus menjalankan fungsi sebagai pendidik dalam kelurga dengan baik, khususnya ayah sebagai pimpinan dalam keluarga. Fungsi pendidik dalam keluarga, diantaranya : 1) fungsi biologis, 2) fungsi ekonomi, 3) fungsi kasih sayang, 4) fungsi pendidikan, 5) fungsi perlindungan, 6) fungsi sosialisasi anak, 7) fungsi rekreasi, 8) fungsi status keluarga, dan 9) fungsi agama.


C.       Kerangka berfikir
Kerangka berfikir  adalah model secara konsep tentang bagaimana teori berhubungan dengan faktor yang diidentifikasi, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Uma Sekaran dalam Sugiyono (2013: 60) bahwa: “Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai factor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting”.
Selanjutnya mengenai kerangka berfikir diungkapkan oleh Sugiyono (2013: 60) bahwa :“kerangka berfikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antara varibel independen dan dependen”.
Dalam kerangka pemikiran ini yang menjadi variabel independen (X) gaya kepemimpinan orang tua,  dan variabel dependen (Y) perilaku remaja.
Diduga terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan orang tua dengan perilaku anak remaja. Hal ini dikarenakan gaya kepemimpinan orang tua diterapkan mulai anak lahir dan berlanjut seiring dengan perkembangannya.
Perilaku Remaja (Y) :
1.    Tindakan positif berupa kebiasaan sehari-hari
2.    Tindakan negatif berupa penyimpangan perilaku

Gaya Kepemimpinan Orang Tua (X) :
1.    Otoriter
2.    Laissez-faire
3.    Karismatk



Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar konstalasi kerangka berfikir sebagai berikut :
Asumsi
  


berdasarkan uraian kerangka pemikiran tersebut diduga terdapat hubungan yang positif antara gaya kepemimpinan orang tua dengan periaku anak usia remaja. Semakin baik gaya kepemimpinan orang tua, semakin baik perilaku anak remaja.

Hipotesis


           
Gambar 1.1


D.       Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara sebelum percobaan dilaksanakan yang didasarkan pada hasil studi literatur. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Asep Saepul Hamdi dan E.Bahruddin (2014: 37) bahwa Hipotesis merupakan jawaban sementara sebelum melakukan penelitian, dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori yang relevan dan logika berfikir sebelum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data dan analisis data.  
Hipotesis statistika dibedakan menjadi dua yaitu hipotesis nol (Ho) dan hipotesis tandingan (H1). Pernyataan yang ditolak kebenarannya ditetapkan sebagai hipotesis nol sedangkan pernyataan lawannya ditetapkan sebagai hipotesis tandingan.
Hipotesis yang akan diujikan dalam penelitian ini adalah:
H0 :      Tidak terdapat Hubungan antara Gaya Kepemimpinan Orang Tua dengan Perilaku Anak Remaja di Gang Tanu RT/RW 01/03 Kelurahan Tanah Sareal Kota Bogor.
H1:       Terdapat Hubungan antara  Gaya Kepemimpinan Orang Tua dengan Perilaku Anak Remaja di Gang Tanu RT/RW 01/03 Kelurahan Tanah Sareal Kota Bogor.
Y
X
H1
Berdasarkan hipotesis yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, maka desain penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :
                                                   
H0
                                                  
Gambar 1.2
Dari desain diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.   Variabel X adalah hasil pengolahan data variabel gaya kepemimpinan orang tua
2.   Variabel Y adalah hasil pengolahan data variabel perilaku remaja
H0 pernyataan yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara variabel X dan Y
H1 pernyataan yang menunjukkan terdapat hubungan antara variabel X dan Y

Tidak ada komentar:

Posting Komentar