PENDEKATAN-PENDEKATAN KONSELING, PENDEKATAN KONSELING DALAM
ISLAM DAN KARAKTERISTIK KONSELING

Disusun :
Ahmad Fauzi
Batubara
PRODI
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (BIMBINGAN DAN KONSELING)
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
IBN KHALDUN
BOGOR
2015
PENDEKATAN-PENDEKATAN KONSELING, PENDEKATAN KONSELING
ISLAM DAN KARAKTERISTIK KONSELING
A.
TEORI CLIENT
CENTERD
1. Konsep Dasar Tentang Manusia Menurut Teori Client –
Centerd
Carl Ransom Rogers mengembangkan konseling client-centered sebagai
reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari
psikoanalisis. Konselor berfugsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi
seseorang dengan jalan membantunya dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan
untuk memecahkan masalah-masalah. Pendekatan client centered ini menaruh
kepercayaan yang besar pada kesanggupan seseorang untuk mengikuti jalan
konseling dan menemukan arahnya sendiri.
Rogers membangun teorinya ini berdasarkan penelitian dan observasi
langsung terhadap peristiwa-peristiwa nyata, dimana pada akhirnya ia memandang
bahwa manusia pada hakekatnya adalah baik. Beberapa konsepsi Rogers tentang
hakekat manusia (human being) adalah sebagai berikut:
a.
Manusia tumbuh melalui pengalamannya,
baik melalui perasaan, berfikir, kesadaran ataupun penemuan.
b.
Manusia adalah makhluk subyektif,
secara, esensial manusia hidup dalam pribadinya sendiri dalam dunia subjektif
c.
Keakraban hubungan manusia merupakan
salah satu cara seseorang paling banyak memenuhi kebutuhannya.
d.
Pada umumnya. setiap manusia memiliki
kebutuhan-kebutuhan untuk bebas, bersama-sama dan saling berkomunikasi.
e.
Manusia memiliki kecenderungan ke arah
aktualisasi, yaitu tendensi yang melekat pada organisme untuk mengembangkan
keseluruhan kemampuannya dalam cara memberi pemeliharaan dan mempertinggi
aktualisasi diri.
2.
Ciri-Ciri Teori Client – Centered
Rogers tidak mengemukakan teori client-centered sebagai suatu pendekatan
konseling dan tuntas. la mengharapkan orang lain akan memandang teorinya
sebagai sekumpulan prinsip percobaan yang berkaitan dengan perkembangan proses
konseling. Rogers menguraikan ciri-ciri yang membedakan pendekatan
client-centered dari pendekatan-pendekatan lain. Berikut ini ciri-ciri
pendekatan client centered yaitu:
a.
Difokuskan pada tanggungjawab dan
kesanggupan seseorang untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara
lebih penuh. Sebagai orang yang paling mengetahui diri sendiri, maka orang
tersebut yang harus menemukan tingkah laku yang lebih pantas bagi dirinya.
b.
Menekankan dunia fenomenal seseorang
konseli. Dengan empati yang cermat dan dengan usaha memahami kerangka acuan
internal seseorang, konselor memberikan perhatian terutama pada persepsi-diri
konseli dan persepsinya terhadap dunia.
c.
Prinsip-prinsip konseling client
centered diterapkan pada individu yang fungsi psikologisnya berada pada taraf
yang relative normal maupun pada individu yang derajat penyimpangan
psikologisnya lebih besar.
d.
Menurut pendekatan ini juga,
psikokonseling hanyalah salah satu contoh dari hubungan pribadi yang
konstruktif. Konseli akan melalui hubungannya dengan seseorang yang membantunya
melakukan apa yang tidak bisa dilakukannya sendiri. Itu adalah hubungan dengan
konselor yang selaras (menyeimbangkan tingkah laku dan ekspresi eksternal
dengan perasaan-perasaan dan pemikiran-pemikiran internal), bersikap menerima
dan empatik yang bertindak sebagai agen perubahan terapeutik bagi konseli.
3.
Tujuan Teori
Client – Center
Tujuan dasar konseling client-centered adalah
menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu konselit untuk menjadi
seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapeutik tersebut,
konselor perlu mengusahakan agar konselit bisa memahami hal-hal yang ada di balik
topeng sebagai pertahanan terhadap ancaman. Sandiwara yang dimainkan oleh
konselit, menghambatnya untuk tampil utuh dihadapan orang lain dan dalam
usahanya menipu orang lain, ia menjadi asing terhadap dirinya sendiri. Adapun
tujuan-tujuan teori client-centered secara luas yaitu :
a. Keterbukaan pada
Pengalaman
Keterbukaan pada pengalamam menyiratkan
menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar
dirinya. Orang memiliki kesadaran atas diri sendiri pada saat sekarang dan kesanggupan
mengalami dirinya dengan cara-cara yang baru.
b. Kepercayaan pada
Organisme Sendiri
Salah satu tujuan konseling adalah membantu
konseli dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Dengan meningkatnya
keterbukaan konseli terhadap pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan
kilen kepada dirinya sendiri pun akan mulai timbul.
c. Tempat Evaluasi
Internal
Tempat evaluasi internal ini berkaitan dengan
kepercayaan diri, yang berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri
sendiri bagi masalah-masalahnya. Dia menetapkan standar-standar tingkah laku
dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan
pilihan-pilihan bagi hidupnya.
d. Kesediaan untuk
menjadi Satu Proses.
Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian,
yang merupakan lawan dari konsep tentang diri sebagai produk, sangat penting.
Meskipun client dapat menjalani konseling untuk mencari sejenis formula untuk
membangun keadaan berhasil dan berbahagia (hasil akhir), mereka menjadi sadar
bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para konselit
dalam konseling berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan
kepercayaan-kepercayaan serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru.
4. Fungsi
dan Peran Konselor dalam Konseling Client-Centered
Peran konselor client centered berakar pada cara-cara keberadaannya dan
sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk
menjadikan konseli "berbuat sesuatu". Penelitian tentang konseling
client centered tampaknya menunjukan bahwa yang menuntut perubahan kepribadian
konseli adalah sikap-sikap konselor alih-alih pengetahuan, teori-teori atau
teknik-teknik yang dipergunakannya. Pada dasarnya, konselor menggunakan dirinya
sendiri sebagai alat untuk mengubah. Adapun fungsi konselor adalah membangun
suatu iklim terapeutik yang menunjang pertumbuhan konseli.
Jadi, konselor client centered membangun hubungan yang membantu dimana
konseli akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area
hidupnya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Konseli menjadi kurang
defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan-kemingkinan yang ada
dalam dirinya maupun dalam dunia.
Yang pertama dan terutama, konselor harus bersedia menjadi nyata dalarn
hubungan dengan konseli. Konselor menghadapi konseli berlandaskan pengalaman
dari saat ke saat dan membantu konseli dengan jalan memasuki dunianya. Melalui
perhatian yang tulus, respek, penerimaan. dan pengertian konselor, konseli bisa
menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta
bergerak menuju taraf fungsi pribadi yang lebih baik.
5. Proses dan Prosedur Konseling Menurut
Teori Client – Centered
Pemahaman dari proses dan prosedur konseling ini dapat dilakukan melalui
tiga hal, yaitu:
a.
Kondisi-kondisi konseling
Rogers percaya bahwa
keterampilan-keterampilan teknis dan latihan-latihan khusus tidak menjamin
keberhasilan konseling atau therapy, tetapi sikap-sikap tertentu dari konselor
merupakan elemen penting dalam perubahan konseli. Sikap tertentu tersebut
merupakan Condition Variable atau Facilitative Conditions, termasuk
sebagai berikut:
1)
Dalam relationship therapist hendaknya
tampil secara kongruen atau tampil apa adanya (asli).
2)
Penghargaan tanpa syarat terhadap
pengalaman-pengalaman konseli secara positif dan penerimaan secara hangat.
3)
Melakukan emphatik secara akurat.
Dengan kondisi tersebut memungkinkan konseli
mampu menerima konselor sepenuhnya, di samping terjadinya iklim Therapeutik.
Client Centered juga sering dideskripsikan sebagai konseling, konselor tampak
passive, karena kerja konselor hanya mengulang apa yang diucapkan konseli
sebelumnya, bahkan sering dikatakan sebagai teknik wawancara khusus. Hal ini
disebabkan karena mereka melihat permukaannya saja. Ketiga kondisi di atas,
tidak terpisah satu dengan yang lain masing-masing saling bergantung dan
berhubungan, di samping itu, terdapat beberapa konsidi yang memudahkan
komunikasi, seperti sikap badan, ekspresi wajah, nada suara, komentar-komentar
yang akurat.
b.
Proses konseling
Pada
dasamya teori ini tidak ada proses therapy yang khusus, namun beberapa hal
berikut ini menunjukkan bagaimana proses konseling itu terjadi.
1)
Awal
Semula dijelaskan proses
konseling dan psikokonseling sebagai cara kerja melalui kemajuan yang bertahap,
tetapi overlaving, Sp Der (1945), menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan emosi
yang negatif kemudian diikuti dengan pertanyaan - pernyataan emosi yang
positif, dan keberhasilan konseling adalah dengan mengarahkan
penyataan-penyataan tersebut kepada insight, diskusi perencanaan aktivitas.
2)
Perubahan. Self
Proses konseling berarti
pula proses perubahan self konsep dan sikap-sikap kea rah self. Konseling yang
berhasil berarti bergeraknya. perasaan-perasaan yang negatif ke arah yang
positif.
3)
Teori Formal
Rogers juga mengemukakan teori formal tentang
proses konseling (1953), yaitu:
a)
Konseli secara meningkat menjadi lebih bebas dalam
menyatakan perasaan perasaannya.
b)
Munculnya perbedaan objek dari ekspresi perasaan
persepsinya.
c)
Perasaan-perasaan yang diekspresikan secara bertahap
menampakkan adanya kecenderungan inkongruensi antara pengalaman tertentu dengan
self konsepnya.
d)
Self konsep secara meningkat menjadi terorganisir,
termasuk pengalaman- pengalaman. yang sebelumnya ditolak dalam kesadarannya.
e)
Konseli secara meningkat merasakan adanya penghargaan
diri secara. positif.
c.
Hasil konseling
Pada
prinsipnya sulit untuk membedakan antara proses dengan hasil konseling. Ketika
kita mempelajari hasil secara langsung, maka sebenarnya kita menguji
perbedaan-perbedaan antara dua perangkat observasi yang dibuat pada awal dan
akhir dari rangkaian wawancara. Walau demikian Rogers mengatakan hasil
konseling ialah konseli menjadi lebih kongruen, lebih terbuka terhadap
masalah-masalahnya yang kurang defensif, yang sernua ini nampak dalam
dimensi-dimensi pribadi dan perilaku. Berdasarkan hasil riset, beberapa hasil
konseling antara lain:
a.
Peningkatan dalarn penyesuaian
psikologis.
b.
Kurangnya keteganggan pisik dan
pemikiran kapasitas yang lebih besar untuk merespon rasa frustasi.
c.
Menurunnya sikap defensive.
d.
Tingkat hubungan yang lebih besar
antara self picture dengan self ideal.
e.
Secara, emosional lebih matang.
f.
Lebih kreatif.
Untuk
penerapannya di sekolah, dengan mengacu pada filsafat yang melandasi teori
client centered memiliki penerapan langsung pada proses belajar mengajar.
Perhatian Rogers pada sifat proses belajar yang dilibatkan di dalam konseling
juga telah beralih kepada perhatian terhadap apa yang terjadi dalam pendidikan.
Pada dasamya, filsafat pendidikan yang diajukan oleh Rogers sama dengan
pandangannya tentang konseling dan konseling, yakni ia yakin bahwa siswa bisa
dipercaya untuk menemukan masalah-masalah yang penting, yang berkaitan dengan
dirinya. Para siswa bisa menjadi terlibat dalam kegiatan belajar yang bermakna,
yang bisa timbul dalam bentuknya yang terbaik. Jika guru menciptakan iklim
kebebasan dan kepercayaan. Fungsi guru sama dengan fungsi konselor client
centered kesejatian, keterbukaan, ketulusan, penerimaan, pengertian, empati dan
kesediaan untuk membiarkan para siswa mengeksplorasi material yang bermakna
menciptakan atmosfer di mana kegiatan belajar yang signifikan bisa bejalan.
Rogers menganjurkan pembaharuan pendidikan dan menyatakan bahwa jika ada satu
saja di antara seratus orang guru mengajar di ruangan kelas yang terpusat pada
siswa di mana para siswa diizinkan untuk bebas menekuni persoalan-persoalan
yang relevan maka pendidikan akan mengalami revolusi.
Konseling
bisa diintegrasikan ke dalam kurikulum yang dibuat terpisah dari kegiatan
belajar mengajar, sehingga bisa menempatkan siswa pada suatu tempat yang
sentral yang menyingkirkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan diri serta
nilai-nilai, pengalaman, perasaan-perasaan, perhatian dan minat para siswa yang
sesungguhnya.
6.
Kontribusi dan Kelemahan Pendekatan
Konseling Client Centered
Pendekatan client centered merupakan corak yang dominan yang digunakan
dalam. pendidikan konselor. Salah satu alasannya adalah, konseling client
centered memiliki sifat keamanan. Konseling client centered menitik beratkan
mendengar aktif, memberikan resfek kepada konseli, memperhitungkan kerangka
acuan intemal konseli, dan menjalin kebersamaan dengan konseli yang merupakan
kebalikan dari menghadapi konseli dengan penafsiran-penafsiran. Para konselor
client centered secara khas merefleksikan isi dan perasaan-perasaan,
menjelaskan pesan-pesan, membantu para konseli untuk memeriksa sumber-sumbemya
sendiri, dan mendorong konseli untuk menemukan cara-cara pemecahannya sendiri.
Jadi, konseling client centered jauh lebih aman dibanding dengan model
konseling lain yang menempakan konseling pada posisi direktif. Pendekatan
client centered dengan berbagai cara memberikan sumbangan-sumbangan kepada
situasi-siuasi konseling individual maupun kelompok. Konselor bertindak sebagai
cermin, merefleksikan perasaan konselinya yang lebih mendalam. Jadi, konseli
memiliki kemungkinan untuk mencapai fokus yang lebih maju dan makna. yang lebih
dalam bagi aspek-aspek dari strukur dirinya yang sebelumnya hanya diketahui
sebagian oleh konseli. Teori client centered tidak terbatas pada
psikokonseling. Rogers menunjukan bahwa teorinya memiliki implikasi-implikasi
bagi pendidikan, bisnis, dan hubungan internasional.
Kelemahan pendekatan client centered terletak pada cara sejumlah
pempraktek yang salah menafsirkan atau menyederhanakan sikap-sikap sentral dari
posisi client centered. Tidak semua konselor bisa mempraktekan client centered,
sebab banyak konselor yang tidak mempercayai filsafat yang melandasinya. Satu.
kekurangan dari pendekaan client centered adalah adanya jalan yang menyebabkan
sejumlah pempraktek menjadi terlalu terpusat pada konseli sehingga mereka
sendiri merasa kehilangan rasa sebagai pribadi yang unik. Secara paradoks,
konselor dibenarkan berfokus pada konseli sampai batas tertentu. sehingga
menghilangkan nilai kekuatannya sendiri sebagai pribadi dan oleh karenanya
kepribadiannya kehilangan pengaruh. Konselor perlu menggarisbawahi
kebutuhan-kebutuhan dan maksud-maksud konseli, dan pada saat yang sama ia bebas
mernbawa kepribadiannya sendiri ke dalam pertemuan konseling.
Jadi, orang bisa memiliki kesan bahwa konseling client centered tidak
lebih dari teknik mendengar dan merefleksikan. Konseling client centered
berlandaskan sekumpulan sikap yang dibawa oleh konselor ke dalam pertemuan
dengan konselinya, dan lebih dari kualitas lain yang manapun, kesejatian
konselor menentukan kekuatan hubungan terapeutik. Beberapa kritik lain terhadap
client centered:
a.
Penggunaan informasi untuk membantu
konseli, tidak sesuai dengan teori
b.
Tujuan ditetapkan oleh konseli, tetapi
tujuan konseling kadang-kadang dibuat tergantung lokasi konselor dan konseli
c.
Sulit bagi konselor untuk benar-benar
bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal
Namun dernikian dalam sumber lain dikatakan bahwa konseling client
centered telah memberikan kontribusi dalam hal:
a. Pemusatan
pada konseli dan bukan pada konselor dalam konseling
b.
Idenifikasi dan penekanan hubungan
konseling sebagai wahana utama, dalam mengubah kepribadian
c.
Lebih menekankan pada sikap konselor
daripada teknik
d.
Penanganan emosi, perasaan dan afektif
dalam konseling.
B.
TEORI
RASIONAL EMOTIF
1.
Konsep Dasar Tentang Manusia
Konseling
rasional emotif adalah aliran yang berasumsi bahwa manusia dilahirkan dengan
potensi, baik berpikir rasional dan irasional. Manusia memiliki
kecendrungan-kecendrungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir,
mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain serta tumbuh mengaktualkan
diri, akan tetapi adakalanya manusia memiliki kecendrungan memiliki ke arah
menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, meyesali kesalahan
secra terus-menerus, takhyul, mencela diri, mengindari pertumbuhan dan
aktuallisasi diri. Manusia dilahirkan dengan kecendrungan untuk mendesakkan
pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat dan kebutuhan
dalam hidupnya, jika tidak segera mencapai apa yang diinginkannya manusia
mempersalahkan dirinya sendiri atau orang lain. (Ellis, 1973a, h. 175-176).
Konseling ini menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara
simultan, jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan-perasaan
biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang perspektif.
Pandangan
konseling rasional emotif terhadap manusia dalam hubungannya dengan teori
kepribadian:
a.
Neurosis adalah berpikir dan bertingkah laku irasional.”
suatu keadaan alami yang pada taraf tertentu menimpa kita semua”
b.
Psikiopatologi mulanya dipelajari dan diperhebat oleh
timbunan keyakinan irasional yang berasal dari orang yang berpengaruh selama
masa anak-anak.
c.
Emosi-emosi adalah hasil pikiran manusia, jika kita
berpikir buruk tentang sesuatu , maka kita pun akan merasakan sesuatu itu
sebagai hal yang buruk.
Konseling
ini berhipotesis bahwa, karena kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung
menjadi korban darii gagasan-gagasan yang keliru, cenderung mereindoktrinasi
diri dengan gagasan-gagasan tersebut secara berulang-ulang dengan cara yang
tidak dipikirkan dan autosugesti, dan kita tetap mempertahankan gagasan itu
dalam tingkah laku kita.
2.
Proses Terapeutik
a.
Tujuan Konselingutik
Ellis mrnunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam
konseling rasional emotif yang diarahkan kepada satu tujuan utama yaitu
psikokonseling yang lebih baik adalah menunjukkan konseli bahwa
variabelitas-variabelitas diri mereka telah dan masih merupakan sumber utama
dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka. Proses konselingutik
terdiri atas penyembuhan irasionalitas dan rasionalitas, karena individu pada
dasarnya adalah mahluk rasional dan karna sumber ketidakbahagiaan adalah
irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir
rasional.
b.
Fungsi dan Peran Konselor
Akitivitas konselingutik utama konseling rasional emotif
dilaksanakan dengan satu maksud utama yaitu membantu konseli untuk membebaskan
diri dari gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan logis
sebagai penggantinya. Sasaranya adalah menjadikan konseli menginternalisasi
keyakinan-keyakinan dogmatis yang irasional dan tahayul yang berasal dari orang
tuanya maupun kebudayaannya.
Dimana untuk mencapai tujuan diatas harus
melakukan langkah langkah sebagai berikut:
1)
Menunjukan kepada konseli bahwa masalah yang dihadapinya
berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya.
2)
Membawa konseli keseberang tahap kesadaran dengan
menunjukan bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk
tetap aktif dengan terus menerus berpikir secara tidak logis dengan
mengulang-ulang kalimat-kalimat yang mengalahkan diri, dan yang mengekalkan
pengaruh masa anak-anak.
3) Berusaha agar konseli memperbaiki
pikiran-pikirannya dan meninggalkan gagasan-gagasan irasionalnya.
4)
Menantang konseli untuk mengembangkan filsafat-filsafat
hidup yang rasional sehingga dia bisa menghindari kemungkinan menjadi korban
keyakinan-keyakinan yang rasional.
3.
Pengalaman Konseli dalam Konseling
Proses
konselingutik difokuskan pada pengalaman konseli pada saat sekarang. Sama halnya
dengan konseling-konseling client centered dan ekstensial humanistic, konseling
ini menitik beratkan pengalaman-pengalaman disini dan sekarang dan kemampuan
konseli mengubah pola-pola berpikir dan beremosi yang diperolehnya pada masa
kanak-kanak. Pengalaman utama konseli dalam konseling ini adalah mencapai
pemahaman, konseling ini berasumsi bahwa pencapaian pemahaman emosi oleh
konseli atas sumber-sumber gangguan yang dialaminya adalah bagian yang sangat
penting dari proses konselingutik.
Konseling
rasional emotif mengungkapkan tiga taraf pemahaman, dimana tiga taraf pemahaman
itu akan dicontohkan sebagai berikut:
Seorang konseli pria yang berusaha mengatasi
rasa takutnya terhadap wanita.konseli merasa terancam oleh wanita yang menarik
dan dia merasa takut terhadap bagaimana reaksi yang mungkin diberikanya kepada
wanita yang berkuasa itu terhadap apa yang sekiranya akan dilakukan wanita itu
terhadap dirinya.
Dari
contoh diatas kita dapat membedakan tiga taraf pemahaman itu,yakni;
a.
Konseli menjadi sadar bawha antesenden tertentu
menyebabkan dia takut terhadap wanita
b.
Konseli mengakui bahwa dia masih merasa terancam oleh
wanita dan tidak nyaman berada diantara wanita karena dia tetap mempercayai dan
mengulang keyakinan irasional yang pernah diterimanya.
c.
Penerimaan konseli bahwa dia tidak akan membaik, juga
tidak akan berubah secara berarti kecuali jika dia berusaha dan sungguh-sungguh
dan berbuat untuk mengubah keyakinan-keyakinan irasionalnya
Konseling
ini menekankan pada pemaham taraf pertama dan kedua, yakni pengakuan konseli
bahwa dirinyalah yang sekarang mempertahankan pikiran-pikiran dan
perasaan-perasaan yang semula menggangu dan bahwa dia sebaiknya menghadapinya
secara rasional emotif, memikirkannya dan berusaha menghapuskanya.
4.
Hubungan antara konselor dan konseli
Hubungan
konselor dan konseli pada konseling rasional emotif memiliki ati yang berbeda
dengan arti yang tedapat dalam konseling lainya. Ellis berpendapat kehangatan
pribadi, afeksi, dan hubungan pribadi antara konselor dan konseli yang intens
memiliki arti sekunder, beliau tidak percaya bahwa hubungan pribadi yang
mendalam atau hangat merupakan kondisi yang diperlukan untuk memadai bagi
psikokonseling, tetapi beliau percaya bahwa hubungan antara konselor dan
konseli merupakan bagian yang berarti
dari proses konselingutik, tetapi arti itu berbeda dengan konseling lainya.
Ellis menyatakan bahwa konseling rasional emotif menekankan pentingnya peran
konselor sebagai model pada konseli. Selama pertemuan konselor harus menjadi
model yang tidak terganggu secara emosional dan yang hidup secara rasional,
konselor juga menjadi model yang berani bagi konseli dalam arti secara langsung
mengungkapkan system keyakinan konseli yang irasional tanpa takut kehilangan
rasa suka dan persetujuan dari konseli. Konseling ini menekankan toleransi
penuh dan penghormatan positif tanpa syarat dari konselor terhadap kepribadian
konseli dalam arti konselor menghindari sikap menyalahkan konseli, konselor
menerima konseli sebagai manusia yang pantas dihormati karena keberadaanya, dan
bukan karena apa yang dicapai.
5.
Penerapan Tehnik-Tehnik dan Prosedur
–Prosedur Konselingutik.
a.
Tehnik-Tehnik dan Prosedur Utama Konseling Rasional
Emotif.
Tehnik
konseling rasional emotif yang esensial adalah mengajar secara aktif direktif. Segera
setelah konseling dimulai, konselor memainkan peran sebagai pengajar aktif
untuk mereeduksi konseli, konseling rasioanl emotif adalah proses didaktik dan
karenanya menekankan pada metode-metode kognitif. Ellis menunjukan bawha
penggunaan metode-metode konseling tingkah laku seperti pekerjaan rumah,
desensitiasti, pengkondisian operan,hipnokonseling, dan latihan asertif
cenderung digunkan secara aktif-direktif dimana konselor lebih banyak berperan
sebagai guru ketimbang sebagai pasangan berelasi secara intens.
b.
Penerapan pada Konseling Individual
RET di
terapkan pada penanganan seorang kepada seorang yang pada umumnya di rancang
sebagai konseling yang relatif singkat. Ellis menyatakan bahwa kebanyakan
konseli yang di tangani secara individual memiliki satu session setiap
minggunya dengan jumlah antara lima sampai sepuluh session.konseli mulai dengan
mendiskusikan makalah makalah yang paling menenangkan dan menjabarkan perasaan
perasaan yang membingungkannya. Konselor juga mengajak konseli untuk melihat keyakinan
yang irasional yang diasosiasikan dengan kejadian- kejadian pencetus dan
mengajak konseli untuk mengatasi keyakinan- keyakinan irasionalnya dengan
menugaskan pekerjaan kegiatan pekerjaan rumah yang dapat membantu konseli
secara langsung melumpuhkan gagasan- gagasan irasionalnya.
c.
Penerapan Pada Konseling Kelompok
TRE
sangat cocok diterapkan pada konseling kelompok karena semua anggota diajari
untuk menerapkan prinsip- prinsip TRE pada rekan- rekannya dalam setting
kelompok. Mereka memperoleh kesempatan untuk mempraktekkan tingkah laku-
tingkah laku baru yang melibatkan pengambilan resiko dan untuk pelaksanaan
pekerjaan rumah.Dalam setting kelompok, para anggota juga memiliki kesempatan
untuk berlatih bermain peran, kecakapan sosial, dan berinteraksi dengan
anggota- anggota lain sesudah pertemuan kelompok. Baik para anggota lain maupun
ketua kelompok dapat mengamati tingkah laku semua anggota serta memberika umpan
balik atas tingkah lakunya itu.
Ellis (1969) telah mengembangkan suatu bentuk konseling kelompok
yang dikienal dengan nama A Weekend of
Rational Encounter, y6ang memanfaatkan metode dan prinsip Konseling
Rasional Emotif. Konseling kelompok ini dibagi kedalam dua bagian utama. Bagian
pertama terdiri atas 14 jam konseling rational
ecounter tanpa berhenti, yanb=ng diikuti oleh waktu istirahat selama
delapan jam. Bagian kedua mencangkup terrapin 10 jam lagi, selama tahap- tahap
permulaan dari pertemuan akhir pecan ini para anggota mengalami serangkaian
kegiatan yang diarahkan baik verbal maupun non verbal yang dirancang untuk
mereka saling mengenal. Peserta diminta untuk saling berbagi pengalaman yang
paling memalukan dan didorong Untuk terlibat didalam pengambilan resiko.
C. Konsep Utama Teori Psikoanalisa
1. Pandangan tentang sifat manusia
Pandangan
freud tentang sifat manusia pada dasarnya manusia dideterminasi oleh
kekuatan-kekuatan irasional,motifasi-motifasi
tak sadar, kebutuhan—kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan
naruliah, dan oleh peritiwa-peristiwa psikosek sual yang terjadi selama lima
tahun pertama dari kehidupan.
Manusia
dipandang sebagai sistem—sistem energi, menurut pandangan freud , dinamika
kepribadian terdiri dari cara-cara energi psikis dibagikan kepada id,ego, dan superego. Karena energi psikis itu terbatas, maka satu sistem
memegang kendali atas energy yang tersedia sambil mengorbankan dua sistem yang
lainnya. Tingkah laku dideterminasi oleh energi psikis ini. Freud juga
menekankan peran naluri-naluri. Segenap naluri bersifat bawaan dan biologis.
Freud menekankan naluri—naluri seksual dan implus-implus agresif. Ia melihat tingkah laku sebagai
dideterminasi oleh hasrat memperoleh kesenangan dan menghindari kesakitan.
Manusia memiliki naluri-naluri kehidupan maupun naluri-naluri kematian. Menurut
freud,tujuan segenap kehidupan adalah kematian; kehidupan tidak lain dalah
jalan melingkar kearah kematian.
2. Struktur Kepribadian
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur
kepribadian terdiri dari tiga sistem: id, ego, dan superego. Ketiganya
adalah nama bagi proses-proses psikologi dan jangan dipikirkan sebagai
agen-agen yang secara terpisah mengoperasikan kepribadian; merupakan
fungsi-fungsi kepribadian sebagai keseluruhan ketimbang sebagai tiga bagian
yang terasing satu sama lain. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen
psikologis, sedangkan superego merupakan komponen sosial.
a.
Id
Id
adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek
kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif.
Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama
kepribadian. Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan
segera dari semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak
puas langsung, hasilnya adalah kecemasan negara atau ketegangan. Sebagai
contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk
makan atau minum. id ini sangat penting awal dalam hidup, karena itu memastikan
bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis
sampai tuntutan id terpenuhi.
Namun,
segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika
kita diperintah seluruhnya oleh prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri
kita meraih hal-hal yang kita inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan
keinginan kita sendiri. Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial
tidak dapat diterima. Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan
yang diciptakan oleh prinsip kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan
pembentukan citra mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk
memuaskan kebutuhan.
b.
Ego
Ego
adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan
realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan
dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi
ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar. Ego bekerja berdasarkan
prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara
yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip realitas beratnya biaya dan
manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau
meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui
proses menunda kepuasan – ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi
hanya dalam waktu yang tepat dan tempat. Ego juga pelepasan ketegangan yang
diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui proses sekunder, di mana
ego mencoba untuk menemukan objek di dunia nyata yang cocok dengan gambaran
mental yang diciptakan oleh proses primer id’s.
c.
Superego
Komponen
terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego. superego adalah aspek
kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang
kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat – kami rasa benar dan salah. Superego memberikan
pedoman untuk membuat penilaian.
Ada dua bagian superego:
Yang
ideal ego mencakup aturan dan standar untuk perilaku yang baik. Perilaku ini
termasuk orang yang disetujui oleh figur otoritas orang tua dan lainnya. Mematuhi aturan-aturan ini menyebabkan perasaan kebanggaan,
nilai dan prestasi. Hati nurani mencakup informasi tentang hal-hal yang
dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat. Perilaku ini sering
dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan bersalah dan
penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan membudayakan perilaku
kita. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima mendesak dari id
dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih karena
pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir dalam sadar, prasadar dan tidak
sadar.
Interaksi dari Ego, Id dan superego
Dengan
kekuatan bersaing begitu banyak, mudah untuk melihat bagaimana konflik mungkin
timbul antara ego, id dan superego. Freud menggunakan kekuatan ego istilah
untuk merujuk kepada kemampuan ego berfungsi meskipun kekuatan-kekuatan duel.
Seseorang dengan kekuatan ego yang baik dapat secara efektif mengelola tekanan
ini, sedangkan mereka dengan kekuatan ego terlalu banyak atau terlalu sedikit
dapat menjadi terlalu keras hati atau terlalu mengganggu.
Kesadaran dan ketaksadaran
Sumbangan-sumbangan
freud terbesar adalah konsep-konsepnya tentang kesadaran dan ketaksadaran yang
merupakan kunci-kunci untuk memahami tingkahlaku dan masalah-masalah
kepribadaian. Ketaksadaran tidak bisa dipelajari secara langsung; ia bisa
dipelajari dari tingkahlaku. Pembuktian klinis guna membuktian konsep
ketaksadaran mencakup: (1) mimpi-mimpi, yang merupakan representasi-representasi
simbolik dari kebutuhan-kebutuhan, hasrat-hasrat, dan koflik-konflik yak sadar;
(2) salah ucap atau lupa misalnya terhadap nama yang di kenal; (3)
sugesti-sugesti pasca hipnotik; (4) bahan-bahan yang berasal dari teknik-teknik
saosiasi bebas; dan (5) bahan-bahan yang berasal dari teknik-teknik proyaktif.
Bagi
Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Seperti
gunung es yang mengapung yang bagian terbesarnya berada di bawah permukaan air,
bagian jiwa yang terbesar berada di bawah permukaan kesadaran. Ketaksadaran itu
menyimpan pengalaman-pengalaman , ingtan-ingtan, dan bahan-bahan yang di
represi. Kebutuhan-kebutuhan dan motivasi-motivasi yang tidak bisa dicapai
yakni terletak di luar kesadaran/ juga berada di luar daerah kendali. Ferud
juga percaya bahwa sebagian besar fungsi psikologis terletak di luar kawsan
kesadaran.
Kecemasan
Kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang
memotivasi kita untuk berbuat sesuatu. Fungsinya adalah memperingatkan adanya
ancaman bahaya-yakni sinyal bagi ego yang akan terus meningkat jika
tindakan-tindakan yang layak untuk mengatasi acnaman bahaya itu tidak di ambil.
tiga
macam kecemasan: kecemasan relistis, kecemasan neorotik, dan kecemasan moral.
Kecemasan realistis adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan
taraf kecemasannya sesuai dengan derajat ancaman yang ada, kecemasan neurotik
adalah ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang
menyebabkan seseorang melakukan sesuati
tindakan yang bisa mendatangkan hukuman bagi dirinya. Kecemasan moral adalah
ketakutan terhadap hati nurani sendiri.
Mekanisme
pertahanan ego
Mekanisme
pertahahan ego termasuk dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud. Timbulnya
mekanisme pertahanan ego tersebut, karena adanya kecemasan-kecemasan yang
dirasakan individu. Maka, mekanisme pertahanan ego terkait dengan kecemasan
individu. Adapun definisi kecemasan ialah perasaan terjepit atau terancam,
ketika terjadi konflik yang menguasai ego (Boeree, 2005:42).
Kecemasan-kecemasan ini ditimbulkan oleh ketegangan yang datang dari luar.
Sigmund Freud sendiri mengartikan mekanisme pertahanan ego sebagai strategi
yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari
dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan
agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan. Mekanisme-mekanisme pertahanan
ego itu tidak selalu patologis, dan bisa memiliki nilai penyesuaian jika tidak
menjadi suatu gaya hidup untuk menghindari kenyataan. Mekanisme-mekanisme
pertahanan ego yang digunakan oleh individu bergantung pada taraf perkembangan
dan derajat kecemasan yang dialaminya. Berikut ini penjabaran-penjabaran
singkat mengenai beberapa bentuk mekanisme pertahanan ego: (1) Penyangkalan,
(2) Proyeksi, (3) Fiksasi, (4) Regresi, (5) Rasionalisasi, (6) sublimasi, (7)
displacement, (8) represi, (9) formasi reaksi
a.
Penyangkalan: Pertahanan melawan kecemasan dengan “
menutup mata “ terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu menolak
sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan. Contohnya, kecemasan
atas kematian orang yang yang dicintai misalnya sering memanifestasikan oleh
penyangkalan terhadap fakta kematian.
b.
Proyeksi: Mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak
bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Seseorang melihat pada diri orang
lain hal-hal yang tidak disukai dan ia tidak bisa menerima adanya hal-hal yang
itu pada diri sendiri, jadi dengan proyeksi seseorang akan mengutuk orang lain
karena kejahatannya dan menyangkal memiliki dorongan jahat seperti itu.
c.
Fiksasi: Menjadi terpaku pada tahap-tahap yang lebih
awal, karena mengambil langkah ketahap selanjutnya. Selanjutnya bisa
menimbulkan kecemasan.
d.
Regresi: Melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih
awal yang tuntutan-tuntutan tidak terlalu besar.
e.
Rasionalisasi: Menciptakan alasan-alasan yang baik guna
menghindari ego dari cedera memalsukan diri sehingga kenyataan yang
mengecewakan menjadi tidak menyakitkan.
f.
Sublimasi: Menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi
atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya.
g.
Displacement: Mengarahkan energy kepada objek atau orang
lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya tidak bisa dijangkau.
h.
Represi: Sebentuk upaya pembuangan setiap bentuk impuls,
ingatan, atau pengalaman yang menyakitkan atau memalukan dan menimbulkan
kecemasan tingkat tinggi.
i.
Formasi reaksi: Melakukan tindakan yang berlawanan dengan
hasrat-hasrat tak sadar jika perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan
ancaman maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal
perasaan-perasaan yang menimbulkan ancaman.
3. Perkembangan Kepribadian
a. Pentingnya perkembangan awal
Sumbangan
yang berarti dari model psikoanalitik adalah pelukisan tahap-tahap perkembangan
psikososial dan psikoseksual individu dari lahir hingga dewasa. Kepada konselor
ia menyuguhkan perangkat-perangkat konseptual bagi pemahaman
kecenderungan-kecendrungan dalam perkembangan, karakteristik tugas-tugas
perkembangan utama dari berbagai taraf pertumbuhan, fungsi personal dan sosial
yang normal dan abnormal, kebutuhan-kebutuhan yang kritis berikut dan
frustrasinya, sumber-sumber kegagalan perkembangan kepribadian yang mengarah
pada masalah-masalah penyesuaian di kemudian hari, serta penggunaan
mekanisme-mekanisme pertahanan ego yang sehat dan tidak sehat.
Freud telah menemukan bahwa masalah-masalah yang paling khas yang dibawa
orang-orang, baik dalam kondisi-kondisi konseling individual maupun kelompok,
terdiri dari: (1) ketidakmampuan
menaruh kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain, ketakutan untuk mencintai
dan untuk membentuk hubungan intim, dan rendahnya rasa harga diri; (2) ketidakmampuan mengakui dan mengungkapkan
perasaan-perasaan benci dan marah, penyangkalan terhadap kekuatan sendiri
sebagai pribadi, dan kekurangan perasaan-perasaan otonom; (3) ketidakmampuan menerima sepenuhya seksualitas dan
perasaan-perasaan diri-sendiri, kesulitan untuk menerima diri-sendiri sebagai
pria dan wanita, dan ketakutan terhadap seksualitas. Menurut pandangan
psikoanalitik Freudian, ketiga area perkembangan personal dan sosial (cinta dan
rasa percaya, penanganan perasaan-perasaan negatif, dan pengembangan penerimaan
yang positif terhadap seksualitas) itu berlandaskan lima tahun pertama dari
kehidupan. Periode perkembangan ini merupakan landasan bagi perkembangan
kepribadian selanjutnya.
b.
Tahun pertama kehidupan: fase oral
Freud
mengajukan teori tentang seksualitas infantil. Sejak Freud, kegagalan
masyarakat untuk mengakui seksualitas infantil bisa diterangkan oleh tabu-tabu
kultural, dan setiap represi individu atas pengalaman-pengalaman infantile dan
masa kanak-kanak berada dalam area ini. Dari lahir sampai akhir usia satu tahun
seorang bayi menjalani fase oral. Menghisap buah dada ibu memuaskan
kebutuhannya akan makanan dan kesenangan. Karena mulut dan bibir merupakan
zone-zone erogen yang peka selama fase oral ini, bayi mengalami kenikmatan
erotik dari tindakan menghisap. Benda-benda yang dicari oleh anak dapat menjadi
substitut-subtitu bagi apa-apa yang sesungguhnya diinginkannya yakni makanan
dan cinta dari ibunya. Tugas perkembangan utma fase oral adalah memperoleh rasa
percaya kepada orang lain, kepada dunia, dan kepada diri sendiri. Cinta adalah
suatu perlindungan terbaik terhadap ketakutan dan ketidakamanan. Anak-anak yang
dicintai oleh orang lain hanya mendapat sedikit kesulitan dalam menerima
dirinya sendiri. Sedangkan anak yang merasa tidak diinginkan, tidak diterima,
dan tidak dicintai, cenderung mengalami kesulitan yang besar dalam menerima
diri sendiri. Efek penolakan pada fase oral adalah kecenderungan dimasa
kanak-kanak selanjutnya untuk menjadi penakut, tidak aman, haus akan perhatian,
iri, agresif, benci, dan kesepian.
c. Usia satu sampai tiga tahun: fase anal
Fase
oral metuntut untuk mengalami rasa bergantung yang sehat, menaruh kepercayaan
pada dunia, dan menerima cinta, sedangkan fase anal menandai langkah lain dalam
perkembangan kepribadian. Tugas-tugas yang harus diselesaikan selama fase ini
adalah belajar mandiri, memiliki kekuatan pribadi dan otonomi, serta belajar
bagaimana mengakui dan menangani perasaan-perasaan tang negatif. Selama fase
anal, anak dipastikan akan mengalami perasaan-perasaan negatif seperti benci,
hasratmerusak, marah, dan sebagainya, penting bagi anda untuk belajar bahwa
perasaan-perasaan yang negatif itu bisa diterima adanya, hal yang juga penting
pada fase ini adalah, anak memperoleh rasa memiliki kekuatan, kemandirian, dan
otonomi. Pada fase anal ini anak perlu bereksperimen, berbuat salah, dan merasa
bahwa mereka tetep diterima untuk kesalahannya itu, dan menyadari diri sebagai
individu yang terpisah dan mandiri.
d. Usia tiga sampai lima tahun: fase falik
Kita
telah melihat bahwa diantara usia satu dan tiga tahun seorang anak
menyingkirkan cara-cara yang infantil, dan secara aktif maju mendaki dunia yang
lain. Ini fase ketika kesanggupan-kesanggupan untuk berjalan, berbicara,
berpikir, dan mengendalikan otot-otot berkembang pesat. Masturbasi yang
disertai oleh fantasi-fantasi seksual adalah hal yang normal pada masa
kanak-kanak awal. Pada fase falik, masturbasi itu meningkatkan frekuensinya.
Eksperimentasi masa kanak-kanak adalah hal yang umum, dan karena banyak sikap
terhadap seksualitas yang bersumber pada fase falik, maka penerimaan terhadap
seksualitas dan penanganan dorongan seksualitas pada fase ini menjadi penting.
Fase falik adalah periode perkembangan hati nurani, suatu masa ketika anak-anak
belajar mengenal standar-standar moral. Selama fase falik anak perlu belajar
menerima persaan-perasaan seksualitas seksualnya sebagai hal yang alamiah dan
belajar memandang tubuhnya sendiri secara sehat. Fase falik ini anak membentuk sikap-sikap mengenai kesenangan
fisik, mengenai apa yang “ benar “ dan “ salah” serta mengenai apa yang “
maskulin “ dan yang “ feminim”. Fase falik memiliki implikasi-implikasi yang
berarti bagi konselor yang sedang menangani orang-orang dewasa. Banyak konseli
yang tidak pernah sepenuhnya mampu memahami perasaan-perasaan tentang
seksualitasnya sendiri. Mereka memiliki perasaan-perasaan yang sangat
membingungkan sehubungan dengan indenfikasi peran seksual, dan mereka berada
dalam pergulatan untuk menerima perasaan-perasan dan tingkah laku seksualnya
sendiri. Denagn demikian, mereka juga akan menyadari bahwa, meskipun
sikap-sikap dan tingkah laku mereka yang sekarang dibentuk oleh masa lampau,
mereka tidak ditakdirkan untuk terus menjadi korban masa lampau.
4. Proses konselingutik
a. Tujuan-tujuan konselingutik
Tujuan
konseling psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual
dengan jalan membuat kesadaran yang tidak disadari didalam diri konseli. Proses
konselingutik difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman
masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa lampau direkonstruksi, dibahas,
dianalisis, ditafsirkan, dengan sasaran merekonstruksi kpribadian. Konseling
psikonalitik menekankan dimensi afektif dari upaya menjadikan ketidaksadaran
diketahui. Pemahaman dan pengertian intelektual memiliki arti penting, tetapi
perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan yangberkaitan dengan pemahaman diri lebih
penting lagi.
b. Fungsi dan Peran Konselor
Karakteristik
psikoanalisis adalah, konselor atau analis membiarkan dirinya anonim serta
hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga konseli memproyeksikan
dirinya kepada analis. Proyeksi-proyeksi konseli, yang menjadi bahan konseling,
ditafsirkan dan dianalisis. Analis terlebih dahulu harus membangunkan hubungan
kerja dengan konseli, kemudian perlu banyak mendengar dan menafsirkan. Analis
memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan konseli. Sementara yang
dilakukan oleh konseli sebagian besar adalah berbicara, yang dilakukan oleh
analis adalah mendengarkan dan berusaha untuk mengetahui kapan dia harus
membuat penafsiran-penafsiran yang layak untuk mempercepat proses penyingkapan
hal-hal yang tidak disadari. Analis mendengarkan kesenjangan-kesenjangan dan
pertentangan-pertentangan pada cerita konseli, mengartikan mimpi-mimpi dan
asosiasi bebas yang dilaporkan oleh konseli mengamati konseli secara cermat
selama pertemuan konseling berlangsung, dan peka terhadap isyarat-isyarat yang
menyangkut perasaan-perasaan konseli pada analis. Fungsi utama analis adalah
mengajarkan arti proses-proses pada konseli sehingga konseli mampu memperoleh
pemahaman terhadap masalah-masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran
atas cara-cara untuk berubah dan dengan demikian, memperoleh kendali yang lebih
rasional atas kehidupannya sendiri.
c. Pengalaman Konseli dalam Konselor
Konseli
harus bersedia melibatkan diri dalam proses konseling dan berjaka panjang.
Biasanya konseli mendatangi konseling beberapa kali seminggu dalam masa tiga
sampai 5 tahun. Pertemuan konseling biasaya berlangsung 1 jam. Setelah beberapa
kali pertemuan tatap muka dengan analis, konseli kemudian diminta berbaring
melakukan asosiasi bebas, yakni mengatakan apa saja yang terlintas dalam
pikirannya. Konseli mencapai kesepakatan dengan analis mengenai pembayaran
biaya konseling, mendatangi pertemuan konseling pada waktu tertentu, dan
bersedia terlibat dalam proses intensif. Konseli sepakat untuk berbicara karena
produksi-produksi verbal konseli merupakan konseling psikoanalitik. Selama
konseling konseli bergerak melalui tahap-tahap tertentu: mengembangkan hubungan
dengan analis., mengalami krisis treatment, memperoleh pemahaman atas masa
lampaunya yang tak disadari, mengembangkan resistansi-resistansi untuk belajar
lebih banyak tentang diri sendiri, mengembangkan suatu hubungan transferensi dengan
analis, memperdalam konseling, menangani resistansi-resistansi dan masalah yang
tersingkap, dan mengakhiri konseling.
d. Hubungan antara konselor dan konseli
Hubungan
konseli dengan analis dikonseptualkan dalam proses transferensi yang menjadi
inti pendekatan psikoanalitik. Transferensi mendorong konseli untuk
mengalamatkan pada analis “urusan yang tak selesai” yang terdapat hubungan konseli di masa lampau
dengan orang yang berpengaruh. Transferensi terjadi pada saat konseli
membangkitkan kembali konflik-konflik masa dirinya yang menyangkut cinta,
seksualitas, kebencian, kecemasan, dan dendamnya membawa konflik-konflik itu
kesaat sekarang, mengalami kembali, dan menyangkutkannya pada analis. Konseli
kemungkinan memandang analis sebagai figur kekuasaan yang menghukum, menuntut,
dan mengendalikan. Jika konseling yang diinginkan memiliki pengaruh
menyembuhkan, maka hubungan transferensi harus digarap. Proses penggarapannya
melibatkan eksplorasi oleh konseli atas kesejajaran-kesejararan antara
pengalaman masa lampau dan pengalaman masa kini. Jika analis mengembangkan
pandangan-pandangan yang tidak selaras yang berasal dari konflik-konfliknya
sendiri maka akan terjadi kontratransferensi. Kontratransferensi ini bisa
terdiri dari perasaan tidak suka atau keterikatan dan keterlibatan yang
berlebihan. Analisis harus menyadariperasaan-perasaannya terhadap konseli dan
mencegah pengaruh-pengaruhnya yang merusak. Analis diharapkan agar relative
objektif dalam menerima kemarahan, cinta, rujukan, kritik, dan perasaan-perasaan
lainnya yang kuat dari konseli. Sebagian besar program latihan psikoanalitk
mewajibkan calon analis untuk menjalani analisis yang intensif sebagai konseli.
Analis dianggap telah berkembang mencapai taraf dimana konflik-konflik utamanya
sendiri terselesaikan,dan karenanya dia mampu memisahkan kebutuhan-kebutuhan
dan masalah-masalahnya sendiri dari situasi konseling. Sebagai hasil hubungan
terapeutik, khususnya penggarapan situasi transferensi, konseli memperoleh
pemahaman terhadap psikodinamika-psikodinamika tak sadarnya. Kesadaran dan
pemahaman atas bahan yang direfresi merupakan landasan bagi proses pertumbuhan
analitik. Konseli mampu memahami asosiasi antara pengalaman-pengalaman masa
lampaunya dengan kehidupan sekarang. Pendekatan psikoanalitik berasumsi bahwa
kesadaran diri ini bisa secara otomatis mangarah pada perubahan kondisi
konseli.
5. Teknik-teknik terapeutik
a. Asosiasi bebas
Teknik
pokok dalam terapai psikoanalisa adalah asosiasi bebas. Konselor memerintahkan
konseli untuk menjernihkan pikiranya dari pemikiran sehari-hari dan sebanyak
mungkin untuk mengatakan apa yang muncul dalam kesadaranya. Yang pokok, adalah
konseli mengemukakan segala sesuatu melalui perasaan atau pemikiran dengan
melaporkan secepatnya tanpa sensor. Asosiasi bebas adalah suatu metode
pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasn emosi-emosi
yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatic dimasa lampau yang dikenal
dengan sebutan kataris. Kataris hanya menghasilkan peredaan sementara atas
pengalaman-pengalaman menyakitkan yang dialami konseli, tidak memainkan peran
utama dalam proses treatment psikoanalitik kontemporer: kataris mendorong
konseli untuk menyalurkan sejumlah perasaannya yang terpendam, dan karenanya
meratakan jalan bagi pencapaian pemahaman. Guna membantu konseli dalam
memperoleh pemahaman dan evaluasi diri yang lebih obyektif, analis menafsirkan
makna-makna utama dari asosiasi bebas ini. Selama proses asosiasi bebas
berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang direpres dan dikurung di
dalam ketaksadaran.
b.
Penafsiran
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam
menganalisis asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan
transferensi-transferensi. Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan analis
yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari konseli makna-makna tingkah laku
yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi,
dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran-penafsiran adalah
mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses
penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Penafsiran-penafsiran analis
menyebabkan pemahaman dan tidak terhalanginya bahan tak sadar pada pihak
konseli. Penafsiran-penafsiran harus tepat waktu, sebab konseli akan menolak
penafsiran-penafsiran yang diberikan pada saat yang tidak tepat. Sebuah aturan
umum adalah bahwa penafsiran harus disajikan pada saat gejala yang hendak
ditafsirkan itu dekat dengan kesadaran konseli. Aturan umum yang lainnya adalah
bahwa penafsiran harus berawal dari permukaan serta menembus hanya sedalam
konseli mampu menjangkaunya sementara dia mengalami situasi itu secara
emosional. Aturan umum yang ketiga adalah bahwa resistensi atau pertahanan
paling baik ditunjukan sebelum dilakukan penafsiran atas emosi atau konflik
yang ada di baliknya.
c.
Analis mimpi
Analisis
mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyikap bahan yang tak disadari
dan memberikan kepada konseli pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak
terselesaikan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai “jalan istimewa menuju
ketaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat,
kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari. Mimpi-mimpi
memiliki dua taraf isi: isi laten dan isi manifest. Isi laten
terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tak
disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, dorongan-dorongan seksual
dan agresif tak sadar yang merupakan isi laten ditransformasikan kedalam isi
manifest yang lebih dapat diterima, yakni impian sebagaimana yang tampil pada
si pemimpi. Proses transformasi isi laten mimpi kedalam isi manifest yang
kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Selama jam analitik, analis bisa
meminta konseli untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifest
impian guna menyingkap makna-makna yang terselubung.
1) Analis dan Penafsiran Resistensi
Resistensi, sebuah konsep yang fundamental
dalam praktek konseling psikoanalitik, adalah sesuatu yang melawan kelangsungan
konseling dan mencegah konseli mengemukakan bahan yang tak disadari. Freud
memandang resistensi sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh konseli
sebagai pertahanan terhadap kecemasaan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan
meningkatkan jika konseli menjadi sadar atas dorongan-dorongan dan
perasaan-perasaannya yang direpresi itu. Resistensi ditujukan untuk mencegah
bahan yang mengancam memasuki ke kesadaran, analis harus menunjukkannya dengan
konseli harus menghadapinya jika dia mengharapkan bisa menangani
komplik-komplik secara realitis. Penafsiran analis atas resistensi ditujukan
untuk membantu konseli agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi
sehingga dia bisa menanganinya. Resistensi-resistensi bukanlah hanya sesuatu
yang harus diatasi. Karena merupakan perwujutan dari pendekatan-pendekatan
defensif konseli yang biasa dalam kehidupan sehari-harinya,
resistensi-resistensi harus dilihat sebagai alat bertahan terhadap kecemasan,
tetapi menghambat kemampuan konseli untuk mengalami kehidupan yang lebih
memuaskan.
2) Analisis dan penafsiran transferensi
Sama halnya dengan resistensi, transferensi
merupakan inti dari konseling psikoanalitik. Analisis transferensi adalah teknik
yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong konseli untuk menghidupkan
kembali masa lampau dalam konseling. Ia memungkinkan konseli mampu memperoleh
pemahaman atas sifat dari fiksasi-fiksasi dan deprivasi-deprivasinya, dan
menyajikan pemahaman tentang pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya
sekarang. Penafsiran hubungan transferensi juga memungkinkan konseli mampu
menembus konflik-konflik masa lampau yang tetapdipertahankannya hingga sekarang
dan yang menghambat pertumbuhan emosionalnya. Singkatnya, efek-efek
psikopatologis dari hubungan masa dini yang tidak diinginkan, dihambat oleh
penggarapan atas konflik emosional yang sama yang terhadap dalam hubungan
konselingutik dengan analis.
D.
TEORI BEHAVIORAL
1. Konsep Dasar Tentang Manusia Menurut Teori Behaviorisme
Konsep Behavioral adalah perilaku manusia merupakan hasil
belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkresi
kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu
penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah
perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya.
Pendekatan behavioral modern didasarkan pada pandangan
ilmiah tentang tingkah laku. Manusia yang menekankan pentingnya pendekatan
sistematis dan struktur pada konseling. Namun pendekatan ini tidak
mengesampingkan pentingnya hubungan konseli untuk membuat pilihan-pilihan. Dari
dasar pendekatan tersebut diatas, dapat dikemukakan konsep tentang hakekat
manusia sebagai berikut :
a.
Tingkah laku manusia diperoleh dari belajar, dan proses
terbentuknya kepribadian adalah melalui proses kematangan dari belajar.
b.
Kepribadian manusia berkembang bersama-sama dengan
interaksinya dengan lingkungannya.
c.
Setiap manusia lahir dengan membawa kebutuhan bawaa,
tetapi sebagian besar kebutuhan dipelajari dari hasil interaksi dengan
lingkungannya.
d.
Manusia tidak dilahirkan dalam keadaan baik atau jahat,
tetapi dalam keadaan netral, bagaimana kepribadian seseorang dikembangkan,
tergantung pada interaksinya dengan lingkungan.
Dari konsep tentang manusia menurut teori
behavioral terdapat ciri-ciri unik konseling tingkah laku, yaitu:
a.
Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan
spesifik.
b.
Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment.
c.
Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai
dengan masalah.
d.
Penaksiran objektif atas hasil-hasil konseling.
Konseling tingkah
laku tidak berlandaskan sekumpulan konsep yang sistematik, juga tidak berakar
pada suatu teori yang dikembangkan dengan baik. Sekalipun memiliki banyak
teknik, namun teori tingkah laku hanya memiliki sedikit konsep. Urusan
terapeutik utama adalah mengisolasi tingkah laku masalah, dan kemudian
menciptakan cara-cara untuk mengubahnya.
Dua aliran utama
membentuk esensi metode-metode dan teknik-teknik pendekatan-pendekatan
konseling yang berlandaskan teori belajar yaitu: pengondisian klasik dan
pengondisian Operan. Pengondisian klasik atau pengondisian responden, berasal
dari karya Pavlov,sebagi contoh yaitu tentang anjing. Pertama kali lampu
dihidupkan anjing dikasi makan tetapi air liurnya tidak keluar, begitu
seterusnya sampai akhirnya baru dihidupkan lampu air liur anjing itu keluar
dengan sendirinya tetapi pemilik anjing tidak memberikan makanan,hal ini
bertujuan untuk kebiasaan. pengondisian Operan, satu aliran utama lainnya dari
pendekatan konseling yang berlandaskan Teori Belajar, melibatkan pemberian
ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkahlakunya (yang diharapkan) pada
saat tingkah laku itu muncul. Pengondisian ini juga dikenal dengan sebutan
instrumental karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental bisa
dimunculkan oleh organisme yang aktif sebelum perkuatan diberikan untuk tingkah
laku tersebut. Contoh- contoh prosedur yang spesifik yang berasal dari
pengondisian operan adalah perkuatan positif, penghapusan, hukuman, pencontohan
dan penggunaan token economy.
Pada dasarnya
konseling tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku
baru, penghapusan tingkah laku maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan
tingkah laku yang diinginkan. Karena tingkah laku yang dituju dispesifikasi
dengan jelas, tujuan-tujuan treatment
dirinci, dan metode terapeutik diterangkan, maka hasil-hasil konseling menjadi
bisa dievaluasi. Karena konseling tingkah laku menekankan evaluasi atas
keefektifan eknik-teknik yang digunakan, maka evolusi dan perbaikan yang
berkesinambungan atas prosedur-prosedur treatment menandai proses terapeutik.
2. Proses Konseling Behaviorisme
Dalam proses
konseling behavioral terdapat tujuan umum konseling tingkah laku adalah
menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah
bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku
yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotic learned, maka ia bisa unlearned
(dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh.
Hampir semua konselor tingkah laku akan
menolak anggapan yang menyebutkan bahwa pendekatan mereka hanya menangani
gejala-gejala, sebab mereka melihat konselor sebagai pemikul tugas menghapus
tingkah laku yang maladaptif dan membantu konseli untuk menggantikannya dengan
tingkah laku yang lebih adjustive (dapat disesuaikan). Tujuan-tujuan yang luas
dan umum tidak dapat diterima oleh para konselor tingkah laku. Contohnya,
seorang konseli mendatangi konseling dengan tujuan mengaktualkan diri. Tujuan
umum semacam itu perlu diterjemahkan kedalam perubahan tingkah laku yang
spesifik yang diinginkan konseli serta dianalisis kedalam tindakan-tindakan
spesifik yang diharapkan oleh konseli sehingga baik konselor maupun konseli
mampu manaksir secara lebih kongkret kemana dan bagaimana mereka bergerak.
Misalnya tujuan mengaktualkan diri bisa dipecah kedalam beberapa subtujuan yang
lebih kongkret sebagai berikut:
a.
Membantu konseli untuk menjadi lebih asertif dan
mengekspresikan pemikiran-pemikiran dan hasrat-hasratnya dalam situasi-situasi
yang membangkitkan tingkah laku asertif.
b.
Membantu konseli dalam menghapus ketakutan-ketakutan yang
tidak realistis yang menghambat dirinya dari keterlibatan dalam
peristiwa-peristiwa sosial.
c.
Konflik batin yang menghambat konseli dari pembuatan
putusan-putusa yang penting bagi kehidupannya.
Krumboltz dan Thorensen telah mengembangkan
tiga kriteria bagi perumusan tujuan yang bisa diterima dalam konseling tingkah
laku yaitu,
a.
Tujuan yang dirumuskan haruslah tujuan yang diinginkan
oleh konseli.
b.
Konselor harus bersedia membantu konseli dalam mencapai
tujuan.
c.
Harus terdapat kemungkinan untuk menaksir sejauh mana
klian bisa mencapai tujuannya.
Tugas konselor adalah mendengarkan kesulitan
konseli secara aktif dan empatik. Konseling memantulkan kembali apa yang
dipahaminya untuk memastikan apakah persepsinya tentang pemikiran-pemikiran dan
perasaan-perasaan konseli benar. Lebih dari itu, konselor membantu konseli
menjabarkan bagaimana dia akan bertindak diluar cara-cara yang ditempuh
sebelumnya. Dengan berfokus pada tingkah laku yang spesifik yang ada pada
kehidupan konseli sekarang, konselor membantu konseli menerjemahkan kebingungan
yang dialaminya kedalam suatu tujuan kongkret yang mungkin untuk dicapai.
Fungsi
dan peran konselor
Satu fungsi penting peran konselor adalah
sebagai model bagi konseli. Bandura (1969) menunjukkan bahwa sebagian besar
proses belajar yang muncul melalui pengalaman langsung juga bisa diperoleh
melalui pengamatan terhadap tingkah laku orang lain. Ia mengungkapkan bahwa
salah satu proses fundamental yang memungkinkan konseli bisa mempelajari
tingkah laku baru adalah imitasi atau pencontohan sosial yang disajikan oleh
konselor. Konselor sebagai pribadi, menjadi model yang penting bagi konseli.
Karena konseli sering memandang konselor sebagai orang yang patut diteladani,
konseli acap kali meniru sikap-sikap, nila-nilai, kepercayaan-kepercayaan, dan
tingkah laku konselor. Jadi, konselor harus menyadari peranan penting yang
dimainkannya dalam proses identifikasi. Bagi konselor, tidak menyadari kekuatan
yang dimilikinya dalam mempengaruhi dan membentuk cara berpikir dan bertindak
konselinya, berarti mengabaikan arti penting kepribadiannya sendiri dalam
proses konseling.
Pengalaman
Konseli dalam Konseling
Salah satu
sumbangan yang unik dari konseling tingkah laku adalah suatu sistem prosedur
yang ditentukan dengan baik yang digunakan oleh konselor dalam hubungan dengan
peran yang juga ditentukan dengan baik. Konseling tingkah laku juga memberikan
kepada konseli peran yang ditentukan dengan baik, dan menekankan pentingnya
kesadaran dan partisipasi konseli dalam proses terapeutik.
Satu aspek yang
penting dari peran konseli dalam konseling tingkah laku adalah konseli didorong
untuk bereksperimen dalam tingkah lau
baru dengan maksud memperluas perbendaharaan tingkah laku adaptifnya. Dalam
konseling, konseli dibantu untuk menggeneralisasi dan mentransfer belajar yang
diperoleh didalam situasi konseling kedalam diluar konseling.
Konseling ini belum
lengkap apabila verbalisasi-verbalisasi tidak atau belum diikuti oleh
tindakan-tindakan. Konseli harus berbuat lebih dari sekedar memperoleh
pemahaman, sebab dalam konseling tingkah laku konseli harus bersedia mengambil
resiko. Masalah-masalah kehidupan nyata harus dipecahkan dengan tingkah laku
baru di luar konseling, berarti fase tindakan merupakan hal yang esensial.
Keberhasilan dan kegagalan usaha-usaha menjalankan tingkah laku baru adalah
bagian yang vital dari perjalanan konseling.
Hubungan antara Konseli dan Konselor
Peran konselor yang esensial adalah peran
sebagai agen pemberi perkuatan. Peran konselor tingkah laku tdak dicetak untuk
memainkan peran yang dingin dan impersonal yang mengerdilkan mereka menjai
mesin-mesin yang di prrogran yang memaksakan teknik-teknik kepada konseli yang
mirip robot-robot.
Dalam hubungan konselor dan konseli sebagian
besar dari mereka mengakui bahwa faktor-faktor seperti kehangatan, empati,
keotentikan, sikap permisif, dan penerimaan adalah kondisi-kondisi yang
diperlukan, tetapi tidak cukup, bagi kemunculan perubahan tingkah laku dalam
prosen terapeutik. Goldstin menyatakan bahwa pengembangan hubungan kerja
membentuk tahap bagi kelangsungan konseling. Ia mencatat bahwa “hubungan
semacam itu dalam dan oleh dirinya sendiri tidak cukup sebagai pemaksimal
konseling yang efektif. Sebelum interpensi terapeutik tertentu bisa dimunculkan
dengan suatu derajat keefektifan, konselor terleih dahulu haus mengembangkan
atmosfer kepercayaan dengan memperlihatkan bahwa Ia memahami dan menerima pasien,
Kedua orang di antara mereka bekerjasama, dan Konselor memiliki alat yang
berguna dalam membantu kearah yang
dikehendaki oleh pasien.
3. Tehnik-tehnik dalam Konseling Behaviorisme
Salah satu
sumbangan konseling tingkah laku adalah pengembangan prosedur-prosedur
terapeutik yang spesifik yang memiliki kemungkinan untuk diperbaiki melalui
metode ilmiah. Teknik-teknik tingkah laku harus menunjukkan keefektifannya
melalui alat-alat yang objektif, dan ada usaha yang konstan untuk
memperbaikinya. Meskipun para konselor tingkah laku boleh jadi membuat
kekeliruan-kekeliruan dalam mendiagnosis atau dalam menerapkan teknik-teknik,
akibat-akibat kekeliruan-kekeliruan itu akan jelas bagi mereka. Mereka menerima
umpan balik langsung dari konselinya, baik konselinya itu sembuh ataupun tidak.
Sebagaimana dinyatakan oleh Krumboltz dan Thorensen, “Teknik-teknik yang tidak
berfungsi akan selalu disisihkan dan teknik-teknik baru bisa dicoba”. Mereka
menegaskan bahwa teknik-teknik harus disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan
individual konseli dan bahwa tidak pernah ada teknik yang diterapkan secara
rutin pada setiap konseli tanpa disertai metode-metode alternatif untuk
mencapai tujuan-tujuan konseli.
Teknik-teknik utama konseling tingkah laku
Desensitisasi sistematik
Desensitisasi
sistematik merupakan salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam
konseling tingkah laku. Desensitisasi sistematik digunakan untuk menghapus
tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan
tingkah laku yang hendak dihapuskan itu. Desensitisasi diarahkan kepada
mengajar konseli untuk menampilkan suatu respons yang tidak konsisten dengan
kecemasan.
Desensitisasi
sistematik juga melibatkan teknik-teknik relaksasi. Konseli dilatih untuk
santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman
pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau yang divisualisasi. Situasi-situasi
dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam. Tingkatan
stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan
stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan
stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara
stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respons kecemasan itu terhapus. Dalam
teknik ini Wolpe telah mengembangkan suatu respons-yakni relaksasi, yang secara
fisiologis bertentangan dengan kecemasan yang secara sistematis diasosiasikan
dengan aspek-aspek dari situasi yang mengancam.
Desensitisasi
sistematik adalah teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia, konseling
keliru apabila menganggap teknik ini hanya bisa diterapkan pada penanganan
kekuatan-kekuatan. Desensitisasi sistematik bisa diterapkan secara efektif pada
berbagai situasi penghasil kecemasan, mencangkup situasi interpersonal, ketakutan
menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang generalisasi, kecemasan-kecemasan
neurotic, serta impotensa dan frigiditas seksual.
Wolpe (1969)
mencatat tiga penyebab kegagalan dalam pelaksanaan desensitisasi sistematik:
(1) kesulitan-kesulitan dalam relaksasi, yang bisa jadi menunjuk kepada
kesilitan-kesulitan dalam komunikasi antara konselor dan konseli atau kepada
keterhambatan yang ekstrem yang dialami oleh konseli, (2) tingkatan-tingkatan
yang menyesatkan atau tidak relevan, yang ada kemungkinan melibatkan penanganan
tingkatan yang keliru, dan (3) ketidakmemadaian dalam membayangkan.
Konseling Implosive dan Pembanjiran
Teknik-teknik
pembanjiran berlandaskan paradigma mengenai penghapusan eksperimental. Teknik
ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa
pemberian perkuatan. Teknik pembanjiran berada dengan teknik desensitisasi
sistematik dalam arti teknik pembanjiran tidak menggunakan agen pengondisian
balik maupun tingkatan kecemasan. Konselor memunculkan stimulus-stimulus
penghasil kecemasan, konseli membayangkan situasi, dan konselor berusaha
mempertahankan kecemasan konseli.
Stampfl (1975)
mengembangkan teknik yang berhubungan dengan teknik pembanjiran, yang disebut
“konseling implosif”. Seperti halnya dengan desensitisasi sistematik, konseling
implosive berasumsi bahwa tingkah laku neurotik melibatkan penghindaran
terkondisi atas stimulus-stimulus penghasil kecemasan konseling implosif
berbeda dengan desensitisasi sistematik dalam usaha konselor untuk menghadirkan
luapan emosi yang masih. Alasan yang digunakan oleh teknik ini adalah bahwa,
jika seorang secara berulang-ulang dihadapkan pada suatu situasi penghasil
kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan tidak muncul, maka
kecemasan tereduksi atau terhapus. Konseli diarahkan untuk membayangkan
situasi-situasi (stimulus-stimulus) yang mengancam. Dengan secara
berulang-ulang dimunculkan dalam setting
konseling di mana konsekwensi-konsekwensi yang diharapkan dan menakutkan tidak
muncul, stimulus-stimulus yang mengancam kehilangan daya menghasilkan
kecemasannya, dan penghindaran neurotic.
Latihan asertif
Pendekatan
behavioral yang dengan cepat mencapai popularitas adalah latihan asertif, yang
bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana individu
mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan
diri adalah tindakan yang layak atau benar. Latihan asertif akan membantu bagi
orang-orang yang tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan
tersinggung, menunjukkan kesopanan yang
berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya, memiliki
kesulitan untuk mengatakan “tidak”,
mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-respons
positif lainnya, merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan
pikiran-pikiran sendiri.
Konseling kelompok
latihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan latihan tingkah laku pada
kelompok dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan
cara-cara yang berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi
interpersonal. Fokusnya adalah mempraktekkan, melalui permainan peran,
kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperoleh sehingga individu-individu
diharapkan mampu mengatasi ketakmemadainya dan belajar bagaimana mengungkapkan
perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka disertai
keyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.
Konseling aversi
Teknik-teknik
pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan
gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah
laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang
tidak diinginkan terhambat kemunculannya. Kendali aversi bisa melibatkan
penarikan pemerkuat positif atau penggunaan berbagai bentuk hukuman. Contoh
penggunaan hukuman sebagai cara pengendalian adalah pemberian kejutan listrik
kepada anak autistic ketika tingkah laku spesifik yang tidak diinginkan muncul.
Teknik-teknik
aversi adalah metoda-metoda yang paling kontroversial yang dimiliki oleh para
behavioris meskipun digunakan secara luas sebagai metoda-metoda untuk membawa
orang-orang kepada tingkah laku yang diinginkan. Kondisi-kondisi diciptakan
sehingga orang-orang melakukan apa yang diharapkan dari mereka dalam rangka menghindari konsekuensi-konsekuensi
aversif.
Butir yang penting
dalam teknik aversi adalah bahwa maksud prosedur-prosedur aversif ialah
menyajikan cara-cara menahan respons-respons maladaptif dalam suatu periode
sehingga terdapat kesempatan untuk memperoleh tingkah laku alternative yang
adaptif dan yang akan terbukti memperkuat dirinya sendiri.
Pengondisian operan
Tingkah laku operan
adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme yang aktif. Ia
adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat.
Tingkah laku operan merupakan tingkah laku yang paling berarti dalam kehidupan
sehari-hari, yang mencakup membaca, berbucara, bepakaian, makan dengan
alat-alat makan, bemain, dan sebagainya. Menurut Skinner (1971), jika suatu
tingkah laku diganjar,maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku
tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip perkuatan yang menerangkan
pembentukan, pemeliharaan, atau penghapusan pola-pola tingkah laku, merupakan
inti dari pengondisian operan. Berikut uraian ringkas dari metode-metode
pengondisian operan yang mencakup perkuatan positif, pembentukan respons,
perkuatan intermiten, penghapusan, pencontohan, dan token economy.
1. Perkuatan positif
Pembentukan suatu pola tingkah laku dengan
memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan
muncul adalah suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku.
Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang
tingkah laku yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan
kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan
tidur atau istirahat. Pemerkuat-pemerkuat sekunder, yang memuaskan
kebutuhan-kebutuhan psikologis dan sosial, memiliki nilai karena berasosiasi
dengan pemerkuat-pemerkuat primer. Contoh-contoh pemerkuat sekunder yang bisa
menjadi alat yang ampuh untuk membentuk tingkah laku yang diharapkan antara
lain adalah senyuman, persetujuan, pujian, bintang-bintang emas, medali atau
tanda penghargaan, uang, dan hadiah-hadiah. Penerapan pemberian perkuatan
positif pada psikokonseling membutuhkan spesifikasi tingkah laku yang
diharapkan, penemuan tentang apa agen yang memperkuat bagi individu, dan
penggunaan perkuatan positif secara sistematis guna memunculkan tingkah laku
yang diinginkan.
2. Pembentukan respons
Pembentukan respons
berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam
pembendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan sering digunakan dalam proses
pembentukan respons ini. Jadi, misalnya, jika seorang guru ingin membentuk
tingkah laku kooperatif sebagai tingkah laku kompetitif, dia bisa memberikan
perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkannya itu. Pada anak
autisik yang tingkah laku motorik, verbal, emosional, dan sosialnya kurang
adaptif, konselor bisa membentuk tingkah laku yang lebih adaptif dengan
memberikan pemerkuat-pemerkuat primer maupun sekunder.
3. Perkuatan intermiten
Di samping
membentuk, perkuatan-perkuatan bisa juga digunakan untuk memelihara tingkah
laku yang telah terbentuk. Untuk memaksimalkan nilai pemerkuat-pemerkuat,
konselor harus memahami kondisi-kondisi umum dimana perkuatan-perkuatan muncul.
Oleh karenanya jadwal-jadwal perkuatan merupakan hal yang penting. Perkuatan
terus menerus mengganjar tingkah laku setiap kali ia muncul. Sedangkan
perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding
dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang terus
menerus.
Dalam menerapkan
pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku, pada tahap-tahap permulaan
konselor harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku yang
diinginkan. Jika mungkin, perkuatan-perkuatan diberikan segera setelah tingkah
laku yang diinginkan muncul. Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar,
tingkah laku spesifik apa yang diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku
yang diinginkan itu meningkat frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian
perkuatan bisa dikurangi. Seorang anak yang diberi pujian setiap berhasil
menyelesaikan soal-soal matematika, misalnya, memiliki kecenderungan yang lebih
kuat untuk berputus asa ketika menghadapi kegagalan disbanding dengan apabila
si anak hanya diberi pujian sekali-kali.
d. Penghapusan
Konselor, guru dan
orang tua yang menggunakan penghapusan sebagai teknik utama dalam menghapus
tingkah laku yang tidak diinginkan harus mencatat bahwa tingkah laku yang tidak
diinginkan itu pada mulanya bisa menjadi lebih buruk sebelum akhirnya terhapus
atau terkurangi. Contohnya, seorang anak yang telah belajar bahwa dia dengan
menomel biasanya memperoleh apa yang diinginkan, mungkin akan memperhebat
omelannya ketika permintaannya tidak segera dipenuhi. Jadi, kesabaran
menghadapi periode peralihan amat diperlukan.
e. Pencontohan
Dalam pencontohan,
individu mengamati seorang model dan kemudian diperkuan untuk mencontoh tingkah
laku sang model. Bandura (1969) menyatakan bahwa segenap belajar yang bisa
diperoleh melalui pengalaman langsung bisa pula diperoleh melalui pengalaman
langsung bisa pula diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah
laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan
sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku
model-model yang ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimilki
seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain yang
mendekati objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami
akibat-akibat yang menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya. Pengendalian
diri pun bisa dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman.
Status dan kehormatan model amat berarti, dan orang-orang pada umumnya
dipengaruhi oleh tingkah laku model-model yang menempati status yang tinggi dan
terhormat di mata mereka sebagai pengamat.
f. Token Economy
Metode token economy dapat digunakan untuk
membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan penguatan-penguatan yang tidak
bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan
perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang
nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini.
Metode token economy amat mirip
dengan yang dijumpai dalam kehidupan nyata dimana, misalnya, para pekerja di
bayar untuk hasil pekerjaan mereka. Penggunaan tanda-tanda sebagai
pemerkuat-pemerkuat bagi tingkah laku yang layak memiliki beberapa keuntungan:
(1) tanda-tanda tidak kehilangan nilai insentifnya, (2) tanda-tanda bisa
mengurangi penundaan yang ada di antara
tingkah laku yang layak dengan ganjarannya, (3) tanda-tanda bisa digunakan
sebagai pengukur yang kongkret bagi motivasi individu untuk mengubah tingkah
laku tertentu, (4) tanda-tanda adalah bentik perkuatan yang positif, (5)
individu memiliki kesempatan untuk memutuskan bagaimana menggunakan tanda-tanda
yang diperolehnya, dan (6) tanda-tanda cenderung menjembatani kesenjangan yang
sering muncul di antara lembaga dan kehidupan sehari-hari.
Token Economy
merupakan salah satu contoh dari perkuatan yang ekstrinsik, yang menjadikan
orang-orang melakukan sesuatu untuk meraih “pemikat di ujung tombak”. Tujuan
prosedur ini adalah mengubah motivasi yang ekstrinsik menjadi motivasi yang
intrinsic. Diharapkan bahwa perolehan tingkah laku yang diinginkan akhirnya
dengan sendirinya akan menjadi cukup mengganjar untuk memlihara tingkah laku
yang baru.
4. Peran Konselor dalam Konseling Behavioral
Jika kita
perhatikan lebih lanjut, pendekatan dalam konseling behavioral lebih cenderung
direktif, karena dalam pelaksanaannya konselorlah yang lebih banyak berperan.
Adapun peran
konselor dalam konseling behavioral adalah :
a.
Bersikap menerima.
b.
Memahami konseli.
c.
Tidak menilai dan mengkritik apa yang diungkapkan oleh
konseli.
d.
Konselor behavioral berperan sebagai guru, pengarah, dan
ahli yang membantu konseli dalam mendiagnosis dan melekukan teknik-teknik
modifikasi perilaku yang sesuai dengan masalah dan tujuan yang diharapkan
sehingga mengarah pada tingkah laku yang baru dan adjustif.
E.
TEORI GESTALT
1. Pandangan tentang manusia
Pandangan
Gestalt tenang manusia berakar pada filsafat eksistensial dan fenomenologi.
Konsep-konsep ini menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran,
penerimaan tanggung jawab pribadi, kesatuan pribadi dan mengalami cara-cara
yang mehambat kesadaran.
Pandangan
Gestalt adalah bahwa individu memilki kesanggupan memikul tanggung jawab hidup
sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu. Disebabkan oleh maslah-masalah
tertentu dalam perkembanganya, individu membentuk berbagai cara menghindari
masalah dan karenanya, menemui jalan buntu dalam pertumbuhan pribadinya. Terapi
menyajikan intervensi dan tantangan yang diperlukan, yang bisa membantu
individu memperoleh pengetahuan dan kesadaran sambil melangkah menuju pemanduan
dan pertumbuhan.
Bagi
perls, tidak ada yang “ada” kecuali”sekarang” karena masa lampau telah pergi
dan masa depan belum datang, maka saat sekaranglah yang penting, salah satu
sumbangan utama dari teori Gestalt adalah penekanannya pada disini dan sekarang
serta pada belajar menghargai dan menalami sepenuhnya saat sekarang. Fokus pada
masa lampau dianggap sebagai suatu cara untuk menghindari tindakan mengalami
saat sekarang sepenuhnya.
Perls
menerangkan kecemasan sebagai “senja antara saat sekarang dan saat kemudian”
menurut perls, jika individu-individu menyimpang pada saat sekarang dan menjadi
terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan. Dalam
memikirkan masa depan, mereka boleh jadi mengalami “tahap yang menakutkan” yakn
mereka dirasuki oleh “pengharapan-pengharapan katastrofik atas berbagai hal
buruk yang akan terjasdi atau oleh pengharapan-pengharapan anastrofil mengenai
berbagai hal yang menakjubkan yang akan timbul.
2. Teknik-teknik Terapi
Gestalt
Di
depan sudah disebutkan bahwa terapi gestalt adalah lebih dari sekedar sekumpulan
teknik “permainan-permainan” apabila intraksi pribadi antara terapis dan klien
merupakan inti dari proses traupetik, tekni-teknik bisa berguna untuk alat
untuk membantu klien guna memperoleh kesadaran yang lebih penuh, mengalami
konflik-konflik internal, menyelesaikan inkonsistensi-inkonsistensi dan
dikotomi-dikotomi, dan menembus jalan buntu yang menghambat penyelesaian urusan
yang tidak selesai. Teknik-teknik dalam terapi gestalt digunakan sesuai gaya
pribadi terapis.
Levisky
dan parls (1970, hm, 144-149) menyajikan suatu uraian ringkas tentang sejumlah
permainan yang bisa digunakan dalam terapi Gestalt, yang mencakup:
a.
Permainan-permainan dialog
b.
Membuat lingkaran
c.
Urusan yang tak selesai
d.
Saya memikul tanggung jawab
e.
Saya memiliki suatu rahasia
f.
Bermain proyeksi
g.
Pembalikan
h.
Irama kontak dan penarikan
i.
Ulangan
j.
Melebih-lebihkan
k.
Boleh saya memberimu sebuah
kalimat
l.
Permainan-permainan
konseling erkawinan
m. Bisakah
anda tetap dengan perasaanmu
Pembahasan terapi Gestalt
berikut berdasarkan uraian permainan-permainan levitsky dan perls (1970)
Permainan-permainan
dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan
untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu
kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya : (a) kecenderungan
orang tua lawan kecenderungan anak; (b) kecenderungan bertanggung jawab lawan
kecenderungan masa bodoh; (c) kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan
“anak bodoh” (d) kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung; (e)
kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.
Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut
pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu
posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat
dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
Latihan Saya Bertanggung Jawab
Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien
agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya
itu kepada orang lain. Dalam
teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian
klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung
jawab atas hal itu”.
Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas
kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus
saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan
itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt
akan membantu meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin
selama ini diingkarinya.
Bermain Proyeksi
Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain
perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya.
Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang
lain.Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain
merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada
klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering
kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya.
Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan
dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya. Misalnya: konselor memberi kesempatan kepada klien
untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.
Urusan yang tak selesai
Dalam terapi Gestalt terdapat konsep tentang urusan
yang tak selesai, yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan
seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, dan sebagainya.
Bilamana urusan yang tak selesai membentuk pusat keberadaan seseorang, maka
semangat semangat pemikiran orang itu menjadi terhambat.
Saya memiliki suatu rahasia
Teknik ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi
perasaan-perasaan berdosa dan malu. Teknik ini juga bisa digunakan sebagai
metode pembentukan kepercayaan dalam rangka mengeksplorasi mengapa para klien
tidak mau membukakan rahasianya dan mengekplorasi ketakutan-ketakutan
menyampaikan hal-hal yang mereka anggap memalukan atau menimbulkan rasa
berdosa.
Permainan ulangan
Para anggota kelompok terapi melakukan permainan
berbagi pengulangan satu sama lain dalam upaya meningkatkan kesadaran atas
pengulangan-pengulangan yang dilakukan oleh mereka dalam memenuhi tuntutan
memainkan peran-peran sosial.
Teori
pendekataan Gestalt yaitu pendekatan ini mengutamakan masa sekarang, segala
sesuatu tidak ada kecuali yang ada pada masa sekarang (the now), karena masa
lalu telah berlalu dan masa depan belum sampai, hanya masa sekarang yang
penting. Dapat disimpulkan
bahwa setiap permasalahan yang menimpa, tidak diperuntukan seorang konselor
atau Pembina mengungkit permasalahan masa lalunya, focus dengan apa
permasalahan yang disini dan sekarang.
F.
Pendekatan
Konseling dalam Islam
Yang
dimaksud dengan teori bimbingan dan konseling dalam Islam adalah landasan
berpijak yang benar tentang bagaimana proses konseling itu dapat berlangsung
baik dan menghasilkan perubahan-perubahan positif pada klien mengenai cara dan
paradigma berfikir, cara menggunakan potensi nurani, cara berperasaan, cara
berkeyakinan dan cara bertingkah laku berdasarkan wahyu dan paradigma kenabian.
Firman Allah SWT:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”.
Berdasarkan
ayat diatas, maka disini para ahli mengidentifikasi bahwa ayat tersebut
mengandung beberapa teori dalam bimbingan dan konseling. Namun disini Menurut
Maryatul Kibtyah (2008), dalam konseling Islami terdapat 3 pokok pendekatan,
yaitu bil hikmah, al mauidhoh al hasanah, dan mujaadalah bil ahsan. Sementara Muthahari
(1992) menyebutkan dua metode yang pertama sebagai upaya komunikasi melalui
peyakinan rasional (bil hikmah) dan pemaparan moral (al mauidhoh) baru kemudian
dilakukan upaya perdebatan teologis (mujaadalah).
Berikut ini beberapa teori yang ada pada ayat
diatas:
1.
Teori Al-Hikmah
Kata
“Al Hikmah” dalam perspektif bahasa mengandung makna: (1) Mengetahui keunggulan
sesuatu melalui suatu pengetahuan, sempurna, bijaksana, dan sesuatu yang
tergantung padanya akibat sesuatu yang terpuji, (2) Ucapan yang sesuai dengan
kebenaran, filsafat, perkara yang benar dan lurus, keadilan, pengetahuan dan
lapang dada, (3) Kata “Al Hikmah” dengan bentuk jamaknya “Al Hikam” bermakna:
Kebijaksanaan, ilmu dengan pengetahuan, filsafat, kenabian, keadilan, pepatah
dan Alqur’an Al Karim.
Teori
Al Hikmah adalah sebuah pedoman, penuntun dan pembimbing untuk memberi bantuan
kepada individu yang sangat membutuhkan pertolongan dalam mendidik dan
mengembangkan eksistensi dirinya hingga ia dapat menemukan jati diri dan citra
dirinya serta dapat menyelesaikan atau mengatasi berbagai ujian hidup secara
mandiri. Proses aplikasi Bimbingan dan konseling dengan teori ini semata-mata
dapat dilakukan oleh seorang pembimbing atau konselor dengan pertolongan Allah
secara langsung atau melalui utusanNya, yaitu Allah mengutus malaikatNya,
dimana ia hadir dalam jiwa konselor atas izinNya.
Sesungguhnya
Allah Swt melimpahkan Al Hikmah itu tidak hanya kepada para Nabi dan Rasul,
akan tetapi dia telah limpahkan juga kepada siapa saja yang dikehendakiNya,
seperti firmanNya:
يُؤْتِى ٱلْحِكْمَةَ مَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُؤْتَ ٱلْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِىَ خَيْرًۭا كَثِيرًۭا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ
“Allah menganugerahkan Al hikmah kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. dan barang siapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar
Telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil suatu
pelajaran, kecuali orang-orang yang berakal tinggi”. (Qs. Al Baqoroh: 269)
2.
Teori Al Mau’izhoh Al Hasanah
Yaitu
teori Bimbingan atau Konseling dengan cara mengambil pelajaran-pelajaran atau
i’tibar - i’tibar dari perjalanan kehidupan para Nabi, Rasul dan para
Auliaya-Allah. Bagaimana Allah membimbing dan mengarahkan cara berfikir, cara
berperasaan, cara berperilaku serta menanggulangi berbagai problem kehidupan.
Bagaimana cara mereka membangun ketaatan dan ketaqwaan kepadaNya. Yang dimaksud
dengan Al Mau’izhoh Al Hasanah ialah pelajaran yang baik dalam pandangan Allah
dan Rasulnya yang mana pelajaran itu dapat membantu klien untuk menyelesaikan
atau menanggulangi problem yang sedang dihadapinya.
3.
Teori “Mujadalah” yang baik
Yang
dimaksud teori Mujadalah ialah teori Konseling yang terjadi dimana seorang
klien sedang dalam Bimbangan. Teori ini biasa digunakan ketika seorang klien
ingin mencari suatu kebenaran yang dapat menyakinkan dirinya, yang selama ini
ia memiliki problem kesulitan mengambil suatu keputusan dari dua hal atau
lebih; sedangkan ia berasumsi bahwa kedua atau lebih itu lebih baik dan benar
untuk dirinya. Padahal dalam pandangan konselor hal itu dapat membahayakan
perkembangan jiwa, akal fikiran, emosional, dan lingkungannya.
Adapun Prinsip-prinsip dan khas teori ini
adalah sebagai berikut:
1.
Harus adanya kesabaran yang tinggi dari konselor
2.
Konselor harus menguasai akar permasalahan dan terapinya
dengan baik;
3.
Saling menghormati dan menghargai;
4.
Bukan bertujuan menjatuhkan atau mengalahkan klien,
tetapi membimbing klien dalam mencari kebenaran.
5.
Rasa persaudaraan dan penuh kasih sayang;
6.
Tutur kata dan bahasa yang mudah dipahami dan halus;
7.
Tidak menyinggung perasaan klien;
8.
Mengemukakan dalil-dalil Alqur’an dan As Sunah dengan
tepat dan jelas;
Ketauladanan
yang sejati artinya apa yang konselor lakukan dalam proses konseling
benar-benar telah dipahami, diaplikasikan dan dialami konselor. Karena Allah
sangat murka kepada orang yang tidak mengamalkan apa yang ia nasehatkan kepada
orang lain. firmanNya:
“Wahai
orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan, Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan.” (Qs. Ash-Shaff: 2-3).
Teori
konseling “Al Mujadalah bil Ahsan”, menitikberatkan kepada individu yang membutuhkan
kekuatan dalam keyakinan dan ingin menghilangkan keraguan, was-was dan
prasangka-prasangka negatif terhadap kebenaran Ilahiyah yang selalu bergema
dalam nuraninya. Seperti adanya dua suara atau pernyataan yang terdapat dalam
akal fikiran dan hati sanubari, namun sangat sulit untuk memutuskan mana yang
paling mendekati kebenaran dalam paradigma Ilahiyah.
Asas-asas bimbingan dan konseling Islam
berlandaskan pada al-Qur’an dan Hadits atau sunnah Nabi, di tambah dengan
berbagai landasan filosofis dan landasan keimanan. Berdasarkan
landasan-landasan tersebut dijabarkan asas-asas atau prinsip-prinsip
pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam sebagai berikut :
1.
Asas-asas kebahagiaan dunia dan akhirat (al-Baqarah, 2 :
201), (ar-Ra’ad, 13 : 26, 28-29), (al-Qashash, 28 : 77)
2.
Asas fitrah (ar-Rum, 30 : 30)
3.
Asas lillahi ta’ala (al-An’am, 6 : 162), (adz-Dzariyat,
51 : 56), (al-Bayinah, 98 : 5)
4.
Asas bimbingan seumur hidup
5.
Asas kesatuan jasmaniah–rohaniah (al-Baqarah, 2 : 187)
6.
Asas keseimbangan rohaniah (al-A’raf, 7 : 179)
7.
Asas Kemaujudan individu (al-Qomar, 54 : 49), (al-Kahfi,
18 : 29)
8.
Asas sosialitas
manusia (an-Nisa, 4 : 1).
Tujuan Bimbingan dan Konseling
Secara
umum tujuan bimbingan dan konseling Islami adalah membantu individu mewujudkan
dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
di akhirat. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk membantu individu agar
menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah, sehingga perilakunya tidak
keluar dari aturan, ketentuan dan petunjuk Allah. Setiap sesuatu pekerjaan baik
itu bersifat sosial maupun non sosial pastilah memiliki fungsi dan tujuan
tertentu. Begitu juga dengan bimbingan dan konseling, keduanya sama-sama
memiliki perspektif fungsi dan tujuan.
Berikut
fungsi bimbingan dan konseling secara tradisional digolongan menjadi empat
fungsi, yaitu:
1.
Remedial atau Rehabilitas
Secara
historis konseling lebih banyak memberikan penekanan pada fungsi remedial
karena sangat dipengaruhi oleh psikologi klinik dan psikistri. Peranan remedial
berfokus pada masalah:
a.
Penyesuain diri
b.
Menyembuhkan masalah psikologis yang dihadapi;
c.
Mengembalikan kesehatan mental dan mengatasi gangguan
emosional.
d.
Fungsi Educatif/Pengembangan
e.
Fungsi ini berfokus kepada masalah:
f.
Membantu meningkatkan keterampilan-keterampilan dalam
kehidupan;
g.
Mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah hidup;
h.
Membantu meningkatkan kemampuan menghadapi transisi dalam
kehidupan;
Untuk
keperluan jangka pendek, konseling membantu individu-individu menjelaskan
nilai-nilai, menjadi lebih tegas, mengendalikan kecemasan, meningkatkan
keterampilan komunikasi antar pribadi, memutuskan arah hidup, menghadapi
kesepian dan semacamnya.
2.
Fungsi prefentif dan kuratif (pencegahan dan penyembuhan)
Fungsi
ini membantu individu agar dapat berupaya aktif untuk melakukan pencegahan
sebelum mengalami masalah-masalah kejiwaan karena kurangnya perhatian, dan
melakukan penyembuhan bila terjadi sakit kejiwaannya. Upaya prefentif dan
kuratif meliputi pengembangan strategi-strategi dan program-program yang dapat
digunakan untuk mencoba mengatasi risiko-risiko hidup yang tidak perlu terjadi.
3.
Fungsi developmental atau pengembangan
Fungsi
ini yaitu membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi
yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak
memungkinkannya menjadi sebab munculnya masalah baginya.
Fungsi
utama konseling dalam Islam yang berhubungan dengan kejiwaan tidak dapat
terpisahkan dengan masalah-masalah spiritual (keyakinan). Islam memberikan
bimbingan kepada individu agar dapat kembali kepada bimbingan Alqur’an dan As
Sunnah.
Sedangkan tujuan dari bimbingan dan konseling
dalam Islam adalah sebagai berikut:
1.
Untuk menghasilkan suatu perbuatan, perbaikan, kesehatan,
dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai, bersikap
lapang dada dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya. Untuk
menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat
memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan
kerja maupun lingkungan sosial dan alam sekitarnya.
2.
Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu
sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong-menolong
dan rasa kasih sayang.
3.
Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri
individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat
kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintahNya serta ketabahan menerima
ujianNya.
4.
Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan
potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan
benar; ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup; dan dapat
memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek
kehidupan.
Jenis Layanan Konseling Islam
Jenis-jenis layanan yang ada dalam konseling
Islam adalah mencakup :
1.
Layanan orientasi
2.
Layanan informasi
3.
Konseling pernikahan dan keluarga,
4.
Konseling pendidikan,
5.
Konseling sosial
6.
konseling karir
7.
Konseling keagamaan
Proses Konseling
Proses
konseling terlaksana karena hubungan konseling berjalan dengan baik. Menurut
Brammer (1979) proses konseling adalah peristiwa yang tengah berlangsung dan
memberi makna bagi para peserta konseling tersebut (konselor dan klien).Secara
umum proses konseling dibagi atas tahapan :
1.
Tahap awal konseling.
Tahap
ini terjadi sejak klien menemui konselor hingga berjalan proses konseling
sampai konselor dan klien menemukan definisi masalah klien atas dasar isu,
kepedulian, atau masalah klien. Adapun proses konseling tahap awal dilakukan
konselor sebagai berikut :
a.
Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien.
b.
Memperjelas dan mendefinisikan masalah.
c.
Membuat penaksiran dan penjajakan.
d.
Menegosiasikan kontrak
e.
Tahap pertengahan (tahap kerja)
Tujuan-tujuan
tahap pertengahan ini yaitu: Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah, isu dan
kepedulian klien lebih jauh. Menjaga agar hubungan konseling selalu
terpelihara. Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak.
f.
Tahap akhir konseling (tahap tindakan)
2.
Pada tahap akhir konseling ditandai beberapa hal yaitu :
a.
Menurunnya kecemasan klien.
b.
Adanya perubahan perilaku klien ke arah yang lebih
positif, sehat dan dinamik.
c.
Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program
yang jelas.
d.
Terjadinya perubahan sikap positif.
3.
Tujuan-tujuan tahap akhir ini adalah sebagai berikut :
a.
Memutuskan perubahan sikap dan perilaku yang memadai.
b.
Terjadinya transfer of learning pada diri klien.
c.
Melaksanakan perubahan perilaku.
d.
Mengakhiri hubungan konseling
Dan
dalam hal proses bimbingan ini Islam memberikan perhatian. Allah menunjukan
adanya bimbingan, nasihat atau petunjuk bagi manusia yang beriman dalam
melakukan perbuatan terpuji, seperti yang tertuang pada ayat-ayat berikut :
“Sesungguhnya
kami telah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya, kemudian kami
kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal soleh, maka bagi mereka pahala yang tidak
putus-putusnya” (At-Tiin :4-5)
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَآ ۛ أَن تَقُولُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ
“Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan-keturunan anak-anak Adam dari tulang sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi). Kami lakukan
yang demikian itu agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan :”Sesungguhnya kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
(Al-A’Raf :172)
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌۭ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Ali Imran:104)
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalann-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”. (An
Nahl:125)
Dari
ayat-ayat di atas dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa dalam proses
konseling islam ini akan membawa kepada peningkatan keiman, dan ibadah kita
serta jalan hidup yang di ridhoi Allah SWT.
Menurut
Cavanagh (1982) ia mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan
beberapa karakteristik sebagai berikut :
1.
Pengetahuan Mengenai Diri Sendiri (Self-knowledge)
Disini
berarti bahwa konselor mawas diri atau memahami dirinya dengan baik, dia
memahami secara nyata apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan itu, dan
masalah apa yang harus dia selesaikan. Pemahaman ini sangat penting bagi
konselor, karena beberapa alasan sebagai berikut.
a.
Konselor yang memilki persepsi yang akurat akan dirinya
maka dia juga akan memilki persepsi yang kuat terhadap orang lain.
b.
Konselor yang terampil memahami dirinya maka ia juga akan
memahami orang lain.
2.
Kompetensi (Competence)
Kompetensi
dalam karakteristik ini memiliki makna sebagai kualitas fisik, intelektual,
emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor untuk membantu klien.
kompetensi sangatlah penting, sebab klien yang dikonseling akan belajar dan
mengembangkan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan
yang efektif dan bahagia. Adapun kompetensi dasar yang seyogianya dimilki oleh
seorang konselor, yang antara lain :
a.
Penguasaan wawasan dan landasan pendidikan
b.
Penguasaan konsep bimbingan dan konseling
c.
Penguasaan kemampuan assesmen
d.
Penguasaan kemampuan mengembangkan progaram bimbingan dan
konseling
e.
Penguasaan kemampuan melaksanakan berbagai strategi
layanan bimbingan dan konseling
f.
Penguasaan kemampuan mengembangkan proses kelompok
g.
Penguasaan kesadaran etik profesional dan pengembangan
profesi
h.
Penguasaan pemahaman konteks budaya, agama dan setting
kebutuhan khusus
3.
Kesehatan Psikologis yang Baik
Seorang
konselor dituntut untuk dapat menjadi model dari suatu kondisi kesehatan
psikologis yang baik bagi kliennya, yang mana hal ini memiliki pengertian akan
ketentuan dari konselor dimana konselor harus lebih sehat kondisi psikisnya
daripada klien. Kesehatan psikolpgis konselor yang baik sangat penting dan
berguna bagi hubungan konseling. Karena apabila konselor kurang sahat
psikisnya, maka ia akan teracuni oleh kebutuhan-kebutuhan sendiri, persepsi
yang subjektif, nilai-nilai keliru, dan kebingungan.
4.
Dapat Dipercaya (trustworthness)
Konselor
yang dipercaya dalam menjalankan tugasnya memiliki kecenderungan memilki
kualitas sikap dan prilaku sebagai berikut:
a.
Memilki pribadi yang konsisten
b.
Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapannya maupun
perbuatannya.
c.
Tidak pernah membuat orang lain kesal atau kecewa.
d.
Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara utuh,
tidak ingkar janji dan mau membantu secara penuh.
5.
Kejujuran (honest)
Yang
dimaksud dengan Kejujuran disini memiliki pengertian bahwa seorang konselor itu
diharuskan memiliki sifat yang terbuka, otentik, dan sejati dalam pembarian
layanannya kepada konseli. Jujur disini dalam pengertian memiliki kongruensi
atau kesesuaian dalam kualitas diri actual (real-self) dengan penilain orang
lain terhadap dirinya (public self). Sikap jujur ini penting dikarnakan:
a.
Sikap keterbukaan konselor dan klien memungkinkan hubungan
psikologis yang dekat satu sama lain dalam kegiatan konseling.
b.
Kejujuaran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan
balik secara objektif terhadap klien.
6.
Kekuatan atau Daya (strength)
Kekuatan
atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu
klien merasa aman. Klien memandang seorang konselor sebagi orang yang, tabaha
dalam menghadapi masalah, dapat mendorong klien dalam mengatasi masalahnya, dan
dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi.
Konselor
yang memilki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan prilaku berikut:
a.
Dapat membuat batas waktu yang pantas dalam konseling
b.
Bersifat fleksibel
c.
Memilki identitas diri yang jelas
7.
Kehangatan (Warmth)
Yang
dimaksud dengan bersikap hangat itu adalah ramah, penuh perhatian, dan
memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor, pada
umumnya yang kurang memilki kehangatan dalam hidupnya, sehingga ia kehilangan
kemampuan untuk bersikap ramah, memberikanperhatian, dan kasih sayang. Melalui
konseling klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut dan melakukan Sharing
dengan konseling. Bila hal itu diperoleh maka klien dapat mengalami perasaan
yang nyaman.
8.
Pendengar yang Aktif (Active responsiveness)
Konselor
secara dinamis telibat dengan seluruh proses konseling. Konselor yang memiliki
kualitas ini akan: (a) mampu berhubungan dengan orang-orang yang bukan dari
kalangannya sendiri saja, dan mampu berbagi ide-ide, perasaan, (b) membantu
klien dalam konseling dengan cara-cara yang bersifat membantu, (c) memperlakukan
klien dengan cara-cara yang dapat menimbulkan respon yang bermakna, (d)
berkeinginan untuk berbagi tanggung jawab secara seimbang dengan klien dalam
konseling.
9.
Kesabaran
Melaui
kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk
mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukan lebih
memperhatikan diri klien daripada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung
menampilkan sikap dan prilaku yang tidak tergesa-gesa.
10. Kepekaan (Sensitivity)
Kepekaan
mempunyai makna bahwa konselor sadar akan kehalusan dinamika yang timbul dalam
diri klien dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting dalam
konseling karena hal ini akan memberikan rasa aman bagi klien dan klien akan
lebih percaya diri apabila berkonsultasi dengan konselor yang memiliki
kepekaan.
11. Kesadaran Holistik
Pendekatan
holistik dalam bidang konseling berarti bahwa konselor memahami secara utuh dan
tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor
seorang yang ahli dalam berbagai hal, disini menunjukan bahwa konselor perlu
memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien, dan memahami
bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lainnya.
Dimensi-dimensi itu meliputi aspek, fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual,
dan moral-spiritual.
Konselor
yang memiliki kesdaran holistik cenderung menampilkan karakteristik sebagai
berikut:
a.
Menyadari secara akurat tentang dimensi-dimensi
kepribadian yang kompleks.
b.
Menemukan cara memberikan konsultasi yang tepat dan
mempertimbangkan perlunya referal.
c.
Akrab dan terbuka terhadap berbagai teori.
G. Karakteristik Konseling
Konseli
adalah individu yang memiliki keunikan tertentu. Keunikan ini mencakup;
keunikan kebutuhan, keunikan kepribadian, keunikan inteligen, keunikan bakat,
keunikan motif dan motivasi, keunikan minat, keunikan perhatian, keunikan
sikap, dan keunikan kebiasaan, yang secara khas mempengaruhi perilakunya.
1. Keunikan Kebutuhan
Konseli sebagai individu memiliki
kebutuhan dasar, seperti kebutuhan untuk mempertahankan hidup (eksistensi) dan
mengembangkan diri. Intensitas kebutuhan setiap konseli berbeda-beda, sehingga
menimbulkan keunikan, dan hal ini harus diperhatikan oleh konselor dalam
pelayanan konseling. Menurut Abraham Maslow dalam teorinya hierarki kebutuhan (needs
hierarchy theory) yang dikutip Greenberg dan Baron (1997), setiap individu
memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yaitu: (1) kebutuhan fisiologis; (2)
kebutuhan rasa aman; (3) kebutuhan sosial; (4) kebutuhan harga diri; dan (5)
kebutuhan aktualisasi diri.
Kebutuhan fisiologi, merupakan
kebutuhan biologis atau kebutuhan jasmaniah yaitu kebutuhan konseli yang
berkaitan dengan kelangsungan hidup. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan
konseli yang menyangkut rasa tentram, adanya jasmanian dan perlindungan dari
segala macam ancaman, baik fisik, sosial maupun psikologis. Kebutuhan sosial.
Yaitu kebutuhan konseli akan rasa diterima oleh orang lain, kebutuhan
dihormati, kebutuhan ikut serta atau berpartisipasi dalam berbagai aktivitas
sosial.
Kebutuhan harga diri, yaitu
kebutuhan konseli yang menyangkut tentang harga dirinya sendiri seperti
kebutuhan mendapatkan respek dari orang lain, memperoleh kepercayaan diri, dan
penghargaan diri. Kebutuhan aktialisasi diri, merupakan kebutuhan konseli ingin
berbuat lebih baik yaitu kebutuhan untuk menunjukkan bahwa dirinya mampu
melakukan sesuatu yang lebih baik bila dibandingkan dengan orang lain.
2. Keunikan Kepribadian
Kepribadian konseli adalah
totalitas sifat, sikap, dan perilaku konseli yang terbentuk dalam proses
kehidupan. Menurut teori konvergensi dari William Stern, kepribadian individu
merupakan hasil konvergensi (gabungan) dari pengaruh faktor-faktor internal dan
faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor internal adalah semua faktor yang
berasal dari diri konseli, di antara faktor yang dibawa sejak lahir (hereditas)
yaitu temperamen dan konstitusi. Faktor-faktor eksternal adalah semua faktor
yang bersumber dari lingkungan sekitar, seperti lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan masyarakat yang mempengaruhi perkembangan kepribadian
konseli.
3. Keunikan Inteligensi
Inteligensi adalah kemampuan
mental umum konseli yang bersifat potensial. Kemampuan potensi merupakan
kemampuan yang bersifat laten, yaitu kemampuan konseli untuk melakukan sesuatu
dengan cara-cara tertentu yang menunjang kemampuan nyata. Kemampuan nyata
adalah kemampuan konseli yang menghasilkan suatu prestasi, misalnya: prestasi
belajar, kinerja, dan karya dalam bidang mekanik, seni, sastra, bisnis, dan
sebagainya (Hartono, 2005).
4. Keunikan Bakat
Bakat konseli adalah kemampuan
khusus konseli dalam berbagai bidang, misalnya: bidang numerical yaitu
kemampuan bekerja dengan angka: bidang verbal yaitu kemampuan dalam menggunakan
ungkapan verbal; bidang music yaitu kemampuan dalam bermain musik; bidang
bahasa yaitu kemampuan menggunakan kaidah bahasa tertentu; bidang seni yaitu
kemampuan dalam seni seperti; seni lukis, seni patung, dan seni drama; bidang
mekanik yaitu kemampuan memahami pola kerja mekanik seperti pola kerja mesin cuci,
pola kerja mesin AC, pola kerja mesin kulkas, dan sebagainya.
5. Keunikan Motif dan Motif
Setiap individu memiliki motif
dan motivasi dalam intensitas yang tidak sama. Motif konseli adalah suatu
keadaan pada diri konseli yang berperan mendorong timbulnya tingkah laku.
Menurut Suryabrata yang dikutip Hartono (2000) motif adalah keadaan dalam
pribadi seseorang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu guna mencapai suatu tujuan. Berbeda dengan motif, motivasi ialah
segala sesuatu yang menggerakkan organisme baik sumbernya dari faktor internal
maupun dari faktor eksternal.
6. Keunikan Minat
Minat konseli adalah
kecenderungan konseli untuk tertarik pada suatu kegiatan tertentu. Minat
merupakan potensi typical yang menunjang perilaku individu. Konseli yang
memiliki intensitas minat tinggi untuk mengikuti konseling, menunjukkan
perilaku yang aktif dalam konseling, sebaliknya bila intensitas minat konseli
terhadap pelayanan konseling sangat rendah, maka perilakunya juga tidak kuat
dalam mengikuti konseling yang dapatditunjukkan dalam bentuk; sering tidak
menghadiri kegiatan konseling walaupun mereka sudah janji dengan konselor.
7. Keunikan Perhatian
Perhatian adalah pemusatan tenaga
psikis tertuju pada suatu aktivitas. Dalam konseling, perhatian konseli adalah
pemusatan tenaga psikis konseli pada proses konseling, mulai dari pertemuan
awal sampai konseling disepakati selesai atau dihentikan. Intensitas perhatian
konseli dalam psoses konseling tidaklah sama dengan konseli lain. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh faktor: (1) kebutuhan konseli (2) karismatik konselor.
8. Keunikan Sifat
Sikap adalah kecenderungan
individu untuk melakukan aktivitas tertentu. Dalam konseling, sikap konseli
berperan mengarahkan perilaku kepada aktivitas konseling. Setiap konseli
memiliki sikap yang berbeda-beda, sehingga keterlibatan mereka dalam proses
konseling juga tidak sama. Konselor professional harus mampu mengembangkan sikap
konseli, dengan cara menjaga standar mutu pelayanan konseling.
9. Keunikan Kebiasaan
Kebiasaan adalah tingkah laku
yang cenderung selalu ditampilkan oleh individu dalam menghadapi keadaan
tertentu (Prayitno, 2004). Kebiasaan konseli dapat terwujud dalam tingkah laku
nyata contohnya: memberikan salam dan senyuman kepada konselor; dan tingkah
laku yang tidak nyata. Pelayanan konselig juga berfungsi mengembangkan
kebiasaan konseli yang positif.
Masalah-Masalah
Konseli
Pada dasarnya setiap individu
menghadapi permasalahan dalam hidupnya dalam jenis dan intensitas yang berbeda.
Pada umumnya masalah emosi konseli yang cara penyelesaiannya membutuhkan
bantuan konseling adalah:
1. Masalah Kecewa
Kecewa merupakan bentuk gangguan
emosi yang ditimbulkan oleh ketidaksadaran antara apa yang diinginkan konseli
dan kenyataan yang terjadi. Konseli yang mengalami kekecewaan berlarut-larut
tanpa penyelesaian dapat menimbulkan kompleks terdesak yang dapat mengakibatkan
kegelisahan, frustasi, salah ambil, salah ucap, dan mimpi sesuatu sebagai wujud
adanya keinginan yang tidak terpenuhi.
2. Masalah Frustasi
Frustasi adalah suatu bentuk
kekecewaan yang tidak terselesaikan akibat kegagalan yang sering terjadi di
dalam mengerjakan sesuatu atau akibat tidak berhasil dalam mencapai cita-cita.
Konseli yang mengalami frustasi, biasanya menampakkan gejala minat kerjanya
menurun, tidak mau melakukan usaha lagi, dan kehilangan kepercayaan pada
dirinya.
3. Masalah Kecemasan
Kecemasan ialah suatu keadaan
atau kondisi emosi yang tidak menyenangkan, dan merupakan pengalaman yang
samar-samar disertai dengan perasaan yang tidak berdaya dan tidak menentu
(Lazarus, 1978). Pada umumnya kecemasan bersifat subjektif, yang ditandai
dengan adanya perasaan tegang, khawatir, takut, dan disertai adanya perubahan fisiologis,
seperti peningkatan denyut nadi, perubahan pernapasan, dan tekanan darah.
4. Masalah Stres
Stres adalah suatu bentuk
gangguan emosi yang disebabkan adanya tekanan yang tidak dapat diatasi oleh
individu. Di sekolah siswa mungkin mengalami stres saat hubungannya dengan
temannya tidak bisa berjalan baik, atau saat mereka menghadapi ujian. Stres
bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keinginan yang bertentangan,
peristiwa traumatis, peristiwa yang tidak bisa dikendalikan, peristiwa yang tidak
bisa diperkirakan, peristiwa di luar batas kemampuan, dan konflik internal
sering sebagai sumber stres seseorang.
5. Masalah Depresi
Depresi dikenal sebagai
keluhan-keluhan umum yang dialami oleh masyarakat biasa maupun penderita yang
berobat. Masalah depresi dapat digolongkan ke dalam gangguan emosi dan
kepribadian yang perlu mendapatkan perhatian serius dari kalangan kedokteran
bidang kesehatan jiwa, psikologi, maupun ahli konseling. Konselor seyogianya
mampu mengidentifikasikan, apakah konselinya menderita depresi berat, sedang,
atau ringan.
6. Masalah Konflik
Konflik ialah suatu bentuk
pertentangan yang dialami oleh individu. Konflik yang dialami konseli bisa
ditimbulkan oleh dua faktor, yaitu faktor di dalam diri konseli, dan faktor di
luar diri konseli. Penyebab pertama terjadi, karena apa yang dilakukan konseli
tidak sesuai dengan keyakinan konseli, sedangkan penyebab kedua timbul, bila
keinginan dan harapan konseli tidak sesuai dengan kenyataan di luar dirinya.
7. Masalah Ketergantungan
Ketergantungan adalah suatu
keadaan di mana seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
menggantungkan bantuan pihak lain. Masalah ketergantungan konseli merupakan
bentuk kesulitan psikologis yang dapat dikategorikan lebih ringan bila
dibandingkan dengan masalah-masalah yang sudah diuraikan sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar