KEPENDUDUKAN
DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
KETERSEBARAN PENDUDUK (MIGRASI) DAN FAKTOR YANG BERPENGARUH
Disusun:
Ahmad Fauzi Batubara
12211110835
PENDIDIKAN
LUAR SEKOLAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
IBN KHALDUN
BOGOR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Migrasi ................................................................................................................ 4
2.2 Macam Pekerja Migrasi....................................................................................... 5
2.3
Faktor Pendorong dan Penarik Migrasi............................................................... 6
2.4
Karakteristik Migrasi........................................................................................... 7
2.5 Perubahan Tingkat Pendapatan Bermigrasi......................................................... 8
2.6 Keuntungan dari Migrasi..................................................................................... 9
2.7 Faktor yang Mempengaruhi Migrasi................................................................. 10
BAB III KESIMPULAN
Kesimpulan ............................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk
baik pertambahan maupun penurunannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
penduduk yaitu kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan
penduduk (migrasi).
Kelahiran dan kematian dinamakan rasti alami, sedangkan perpindahan penduduk
dinamakan rasti non alami.
Migrasi ada dua yaitu migrasi yang dapat menambah jumlah
penduduk disebut migrasi masuk
(imigrasi), dan yang dapat mengurangi penduduk disebut migrasi keluar (emigrasi).
Sebelum kita membahas perkembangan jumlah penduduk Indonesia,
terlebih dahulu perhatikanlah rast di bawah ini.
Faktor penyebab utama ini adalah adanya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi terutama kemajuan di bidang kesehatan.
Dengan kemajuan teknologi kesehatan kelahiran dapat diatur dan
kematian dapat dicegah. Ini semua mengakibatkan menurunnya angka kematian
secara rastic atau mencolok.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian migrasi
b. Apa penyebab orang migrasi
c. Bagaimana Penghitungan migrasi
1.3 Tujuan
Penulisan
a. Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud migrasi
b. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhinya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Migrasi
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan
tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas
administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi
internasional). Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan
yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) diantaranya :
1.
Migran menurut
dimensi waktu adalah orang yang berpindah ke tempat lain dengan tujuan untuk
menetap dalam waktu enam bulan atau lebih.
2.
Migran sirkuler (migrasi musiman) adalah orang yang berpindah tempat tetapi tidak
bermaksud menetap di tempat tujuan.
3.
Migran
sikuler biasanya adalah orang yang masih mempunyai keluarga atau ikatan dengan
tempat asalnya seperti kuli bangunan, dan pengusaha warung tegal, yang
sehari-harinya mencari nafkah di kota dan pulang ke kampungnya setiap bulan
atau beberapa bulan sekali.
4.
Migran ulang-alik (commuter) adalah orang yang pergi meninggalkan tempat tinggalnya secara teratur,
(misal setiap hari atau setiap minggu), pergi ke tempat lain untuk bekerja,
berdagang, sekolah, atau untuk kegiatan-kegiatan lainnya, dan pulang ke tempat
asalnya secara teratur pula (misal pada sore atau malam hari atau pada akhir
minggu). Migran ulang-alik biasanya menyebabkan jumlah penduduk di tempat
tujuan lebih banyak pada waktu tertentu, misalnya pada siang hari.
Ada tiga kriteria migran: seumur hidup,
risen, dan total.
1. Migran seumur hidup (life time
migrant) adalah orang yang tempat tinggalnya pada
saat pengumpulan data berbeda dengan tempat tinggalnya pada waktu lahir.
2. Migran risen (recent migrant) adalah orang tempat tinggalnya pada saat
pengumpulan data berbeda dengan tempat tinggalnya pada waktu lima tahun
sebelumnya.
3. Migran total (total migrant) adalah orang yang pernah bertempat tinggal di
tempat yang berbeda dengan tempat tinggal pada waktu pengumpulan data.
Kriteria migrasi yang digunakan dalam modul ini adalah migasi risen (recent
migration), karena lebih mencerminkan dinamika spasial penduduk antar daerah daripada migrasi seumur hidup (life time migration) yang
relatif statis. Sedangkan migrasi total tidak dibahas karena definisinya
tidak memasukkan batasan waktu antara tempat tinggal sekarang (waktu
pencacahan) dan tempat tinggal terakhir sebelum tempat tinggal
sekarang. Akan tetapi migrasi total biasa dipakai untuk
menghitung migrasi kembali (return migration). Untuk perhitungan
angka migrasi, penduduk terpapar yang dihitung adalah penduduk usia lima tahun
atau lebih. Dalam perhitungan angka migrasi menurut kelompok umur,
penduduk usia 0-4 tahun datanya tidak tersedia karena kelompok penduduk ini
merupakan kelompok penduduk yang lahir pada periode antar dua
survei/sensus. Untuk mengatasi hal ini, khusus untuk penduduk kelompok
umur 0-4 tahun, digunakan data migrasi seumur hidup untuk penduduk berusia
0-4 tahun.
2.2 Macam-macam pekerja migran
Pekerja migran mencakup sedikitnya dua
tipe yaitu pekerja migran internal dan pekerja migran internasional.
1. Pekerja migran internal berkaitan dengan
urbanisasi, sedangkan pekerja migran internasional tidak dapat dipisahkan dari
globalisasi. Pekerja migran internal (dalam negeri) adalah orang yang
bermigrasi dari tempat asalnya untuk bekerja di tempat lain yang masih termasuk
dalam wilayah Indonesia.
2. Sedangkan pekerja migran internasional
(luar negeri) adalah mereka yang meninggalkan tanah airnya untuk mengisi
pekerjaan di negara lain. Di Indonesia, pengertian ini menunjuk pada orang
Indonesia yang bekerja di luar negeri atau yang dikenal dengan istilah Tenaga
Kerja Indonesia (TKI). Karena persoalan TKI ini seringkali menyentuh para buruh
wanita yang menjadi pekerja kasar di luar negeri, TKI biasanya diidentikkan
dengan Tenaga Kerja Wanita (TKW atau Nakerwan).
Pertumbuhan penduduk yang
besar, persebaran penduduk yang tidak merata antar daerah, dan rendahnya daya
serap industri di perkotaan, menyebabkan urbanisasi di Indonesia termasuk dalam
kategori “urbanisasi tanpa industrialisasi”, “urbanisasi berlebih” atau
“inflasi perkotaan”. Fenomena ini menunjuk pada keadaan
dimana pertumbuhan kota berjalan cepat namun tanpa diimbangi dengan kesempatan
kerja yang memadai, khususnya di sektor industri dan jasa. Akibatnya, para
migran yang berbondong-bondong meninggalkan desanya dan tanpa bekal keahlian
yang memadai tidak mampu terserap oleh sektor “modern” perkotaan. Mereka kemudian bekerja di sektor informal
perkotaan yang umumnya ditandai oleh produktivitas rendah, upah rendah, kondisi
kerja buruk, dan tanpa jaminan sosial.
2.3 Faktor Pendorong & Penarik Migrasi
Migrasi dipengaruhi oleh daya dorong (push factor) suatu wilayah dan daya tarik (pull factor) wilayah lainnya. Daya dorong wilayah menyebabkan orang pergi ke tempat lain, misalnya karena di daerah itu tidak tersedia sumberdaya yang memadai untuk memberikan jaminan kehidupan bagi penduduknya. Pada umumnya, hal ini tidak lepas dari persoalan kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di wilayah tersebut. Sedangkan daya tarik wilayah adalah jika suatu wilayah mampu atau dianggap mampu menyediakan fasilitas dan sumber-sumber penghidupan bagi penduduk, baik penduduk di wilayah itu sendiri maupun penduduk di sekitarnya dan daerah-daerah lain. Penduduk wilayah sekitarnya dan daerah-daerah lain yang merasa tertarik dengan daerah tersebut kemudian bermigrasi dalam rangka meningkatkan taraf hidup.
Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah:
- Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian.
- Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit).
- Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.
- Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.
- Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.
Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah:
- Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaikan taraf hidup.
- Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.
- Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.
- Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar.
2.4 Karakteristik Migrasi
Keputusan bermigrasi lebih
banyak pada orang yang berusia muda dan berpendidikan. Hal ini disebabkan migrasi
merupakan investasi human kapital, dan orang yang berusia muda mempunyai
periode yang panjang untuk mengumpulkan pengembalian dari investasi migrasi
sehingga meningkatkan keuntungan bersih dari migrasi. Apalagi kaum muda ini
ditunjang oleh pendidikan yang relatif tinggi, semakin meningkatkan kemauan
untuk bermigrasi. Mereka lebih efisien dan mampu mempelajari peluang-peluang
pada alternatif pasar tenaga kerja lain. Sedangkan pada pekerja yang terlalu
tua tidak suka berpindah. Pekerja yang lebih tua mempunyai periode yang lebih
sedikit untuk mengumpulkan pengembalian (return)
dari investasi migrasi. Periode pengembalian yang lebih pendek dapat menurunkan
keuntungan bersih migrasi, dan menurunkan kemungkinan untuk bermigrasi.
Motivasi bermigrasi ada berbagai
macam. Keahlian atau kemampuan (skill) merupakan faktor yang menjadi
pertimbangan migran untuk bermigrasi. Dalam modelnya Andrew D. Roy
mengasumsikan tentang adanya mobilitas sempurna dari keahlian, artinya dapat
dengan mudah berpindah tempat ke negara atau kawasan lain. Selain itu,
kondisi perkonomian di negara asal dan negara tujuan menjadi faktor pemicu
dalam keputusan seseorang untuk bermigrasi.
Perbedaan
yang timbul akibat proses seleksi positif dan proses seleksi negatif dapat
dilihat pada gambar dibawah ini. Garis miring tebal mewakili fungsi pembayaran
upah berdasarkan keahlian di negara tujuan sedangkan yang dicetak tipis
mewakili fungsi pembayaran upah berdasarkan keahlian di negara asal. SN
merupakan nilai yang menunjukkan tingkat keahlian (skills) tertentu di sebuah negara sedangkan SP
menunjukkan tingkat keahlian yang lebih maju dibandingkan SN. Pada
kurva seleksi positif, keputusan untuk bermigrasi timbul jika upah yang
dibayarkan dibawah keahlian. Kurva seleksi positif menggambarkan sistem
pengupahan yang tidak mempunyai perbedaan besar antara skilled workers dengan less skilled workers di negara asal
sedangkan perbedaan besar tentang upah terdapat di negara tujuan. Sebaliknya,
kurva seleksi negatif menggambarkan perbedaan upah yang besar antara skilled workers dengan less skilled workers di negara asal.
![]() |
Rp
Tujuan Rp Asal
Asal
Tujuan
Tidak Pindah Pindah Tidak pindah
pindah
Skills
Skills
SP
SN
Seleksi positif Seleksi
negatif
Sumber: George. J.Borjas Labor Economics
2.5 Perubahan tingkat pendapatan untuk bermigrasi
Perubahan
pada tingkat upah tentu saja membawa dampak terhadap arus migrasi. Untuk negara
tujuan, penurunan tingkat upah akan membawa tingkat migrasi baru yang lebih
kecil daripada sebelumnya. Gambar dibawah ini tentang mekanisme perubahan
tingkat upah. Pada proses seleksi positif, terjadi pergeseran fungsi tingkat
upah di negara tujuan sehingga terjadi pengurangan arus migarsi ke negara
tujuan sebesar Sp1 ke Sp. Berarti individu lebih memilih
untuk tinggal di daerah (negara) asal dari pada harus pindah
ke negara tujuan. Pada kasus seleksi negatif, terjadi pergeseran fungsi
(struktur) upah di negara asal sedangkan struktur upah di negara tujuan tidak
mengalami perunahan (konstan). Perubahan ini menyebabkan jumlah individu yang
bermigrasi (SN ke SN1) bertambah. Pertambahan ini
disebabkan oleh bertambahnya tingkat upah mendekati atau sama dengan skill
pekerja.
Rp
Tujuan Rp Asal
Asal Tujuan
Skills
Skills
SP Sp1 SN SN1
Seleksi positif Seleksi
negatif
Mekanisme
perubahan tingkat upah
Sumber: George. J.Borjas Labor Economics
2.6 Keuntungan dari migrasi
Migrasi
dapat membawa dampak yang menguntungkan bagi negara tujuan. Dampak positif ini
disebut sebagai immigration surplus (keuntungan
dari migrasi) yang disebabkan oleh upah di pasar kerja sesuai dengan
produktivitas dari migran. Negara tujuan diuntungkan dengan adanya proses
migrasi berupa pertambahan pendapatan nasional yang tidak menjadi milik migran sebesar segitiga BCF.
Misalkan
fungsi penawaran dari pekerja disimbolkan dengan notasi S sedangkan permintaan
untuk pekerja disimbolkan dengan notasi D dan notasi N menyatakan jumlah
pekerja dari negara tujuan. Pada kondisi keseimbangan, upah untuk pekerja
adalah sebesar w0 sehingga notasi B menunjukkan jumlah pekerjaan
yang tersedia unutk pekerja pribumi (berasal dari negara tujuan) di tingkat
upah keseimbangan. Permintaan untuk pekerja diperoleh berdasarkan value marginal product sehingga setiap
titik pada fungsi permintan menunjukkan kontribusi dari tiap pekerja. Area
trapesium ABNO menunjukkan pendapatan nasional negara tujuan tanpa adanya
migrasi. Diasumsikan adanya perfect
substitution antara migran dan
penduduk pribumi. Melalui asumsi ini, kurva penawaran tenaga kerja akan
bergeser dari S ke S’. Pergeseran ini menyebabkan upah keseimbangan
turun ke w1 sehingga pendapatan nasional kini sebesar trapesium
ACMO. Upah yang dibayarkan kepada migran sebesar FCNM karena ON adalah jumlah
pekerja pribumi dan jumlah migrasi yang masuk adalah sebesar selisih antara OM
dengan ON dengan tingkat upah keseimbangan sebesar w1 atau sebesar
garis FN.
Jika
fungsi permintaan pekerja di negara tujuan bersifat perfectly elastic maka negara tujuan tidak akan memperoleh tambahan
pendapatan nasional dari proses migrasi. Hal ini menunjukkan bahwa setiap semakin
elastis fungsi permintaan untuk pekerja di sebuah negara akan membuat negara
tersebut berhati-hati terhadap proses migrasi yang masuk ke negaranya.
Elastisitas fungsi permintaan tersebut dapat dipengaruhi oleh produktivitas
pekerja di negara itu.
Rp
S S’
A
w0 B
C
w1 F
D
O N M pekerjaan
Sumber: George. J.
Borjas. Labor Economics
Gambar
: Immigration Surplus
2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi
Pekerja yang bermigrasi, secara ekstrim suka untuk pindah kembali ke daerah asalnya
yang menyebabkan migrasi kembali (return
migration flow) dan pindah ke lokasi lain (repeat migration flow). Ada dua faktor yang menggerakkan terjadinya
arus migrasi kembali dan arus pengulangan migrasi.
- Disebabkan oleh pekerja secara cepat mempelajari bahwa migrasi yang dilakukan sekarang, merupakan keputusan yang salah. Oleh karena itu, pekerja memikirkan ulang kepindahan mereka dari daerah asal ke daerah tujuan dan menghadapai keadaan yang tidak menentu dari kondisi perekonomian daerah tujuan serta menemukan bahwa peluang dipekerjakan dan kondisi kehidupan tidak seperti diharapkan. Arus migrasi kembali dan arus pengulangan migrasi terjadi selama pekerja terus memperbaiki kesalahan mereka.
- Migrasi kembali ataupun pengulangan migrasi juga disebabkan alasan karier untuk memaksimalkan nilai sekarang dari lifetime earnings sebuah pekerjaan. Misalnya pengacara yang terspesialisasi pada hukum pajak, mengetahui bahwa paling tepat bekerja di bagian perbendaharaan, bagian hukum, atau bagian pelayanan internal di suatu instansi pemerintahan yang sesuai untuk mereka yang memiliki human capital yang baik. Setelah bekerja di pemerintahan, pengacara tersebut dapat kembali ke daerah asal atau daerah lain yang memberi penghargaan yang lebih tinggi pada skill yang dimiliki. Terdapat banyak bukti bahwa orang yang berpendidikan tinggi cenderung ikut serta dalam pengulangan migrasi. Hal tersebut konsisten dengan pernyataan bahwa skill dapat diperoleh di lokasi tertentu dan menguntungkan untuk digunakan di daerah tertentu.
2.8 Migrasi antar kabupaten/kota
Indikator migrasi antar kabupaten/kota
Untuk memudahkan studi dan analisis tentang migrasi maka digunakan beberapa
pengertian tentang ukuran-ukuran yang digunakan dalam perhitungan migrasi
antarkabupaten/kota. Ukuran-ukuran tersebut adalah:
- Angka migrasi masuk (Mi), yang menunjukkan banyaknya migran yang masuk per 1000 penduduk di suatu kabupaten/kota tujuan dalam satu tahun.
- Angka migrasi keluar (Mo), yang menunjukkan banyaknya migran yang keluar dari suatu kabupaten/kota per 1000 penduduk di kabupaten/kota asal dalam satu tahun.
- Angka migrasi neto (Mn), yaitu selisih banyaknya migran masuk dan migrant keluar ke dan dari suatu kabupaten/kota per 1000 penduduk dalam satu tahun.
Kegunaan
Ukuran-ukuran migrasi ini bermanfaat untuk mengetahui apakah
suatu kabupaten/kota merupakan daerah yang memiliki daya tarik bagi penduduk
wilayah sekitarnya atau wilayah lainnya. Dapat juga ditentukan apakah
suatu kabupaten/kota merupakan wilayah yang tidak disenangi untuk dijadikan
tempat tinggal. Dengan kata lain kabupaten/kota ini memiliki daya dorong bagi
penduduknya untuk pergi meninggalkan daerah tersebut. Kabupaten/kota yang
memiliki daya tarik bagi penduduk wilayah sekitarnya biasanya memiliki angka
migrasi neto yang positif. Artinya, jumlah penduduk yang masuk
lebih banyak daripada jumlah penduduk yang keluar. Sedangkan
kabupaten/kota yang kurang disenangi oleh penduduknya akibat kelangkaan
sumberdaya misalnya, biasanya memiliki angka migrasi neto yang negatif,
yang berarti jumlah penduduk yang keluar lebih banyak daripada jumlah migran
yang masuk.
Cara Menghitung migrasi antar kabupaten/kota
a.
Migrasi Masuk (Mi):
dimana :
|
Mi
|
=
|
Angka Migrasi
Risen Masuk
|
|
=
|
Jumlah
penduduk yang masuk ke suatu kabupaten/kota selama satu periode pengamatan
|
|
|
P
|
=
|
Jumlah penduduk pada pertengahan periode yang
sama
|
|
k
|
=
|
Konstanta,
biasanya 1000
|
b.
Migrasi Keluar (Mo):
dimana :
|
Mo
|
=
|
Angka Migrasi
Risen Keluar
|
|
OutMig
|
=
|
Jumlah
penduduk yang keluar dari suatu kabupaten/kota selama satu periode pengamatan
|
|
P
|
=
|
Jumlah penduduk pada pertengahan periode yang
sama
|
|
k
|
=
|
Konstanta,
biasanya 1000
|
c.
Migrasi Neto (Mn):
dimana :
|
Mn
|
=
|
Angka Migrasi
Risen Neto
|
|
InMig
|
=
|
Jumlah
penduduk yang masuk ke suatu kabupaten/kota selama satu periode pengamatan
|
|
OutMig
|
=
|
Jumlah
penduduk yang kelaur dari suatu kabupaten/kota selama periode yang sama
|
|
P
|
=
|
Jumlah penduduk pada pertengahan periode yang
sama
|
|
k
|
=
|
Konstanta,
biasanya 1000
|
2.9 Migrasi antar desa/kota
Indikator migrasi antar desa/kota
Angka migrasi
dari perdesaan ke perkotaan dihitung dengan melihat persentase migran yang
masuk ke suatu wilayah perkotaan yang berasal dari daerah perdesaan di wilayah
lain.
Kegunaan
Indikator ini
bermanfaat untuk melihat besaran migrasi dari perdesaan ke perkotaan. Sejauh
ini tidak ada data publikasi yang memperlihatkan jumlah migrasi dari perdesaan
ke perkotaan, mengingat tidak ada informasi yang memperlihatkan karakteristik
tempat tinggal lima tahun yang lalu, apakah bersifat perdesaan atau
perkotaan. Sumber informasi yang menyediakan hal ini hanyalah data SUPAS
1995.
Dengan
diketahuinya jumlah migran dari perdesaan ke perkotaan, maka dapat dianalisis
faktor-faktor yang menyebabkan perpindahan tersebut. Demikian juga perlu
diketahui konsekuensi ditinggalkannya daerah-daerah perdesaan oleh para
migran terutama yang berusia produktif.
Indikator ini
juga bermanfaat untuk bahan masukan dalam perencanaan wilayah terutama
berkaitan dengan kesenjangan perdesaan-perkotaan, utamanya pada aspek
ketenagakerjaan, penciptaan lapangan kerja, distribusi pendapatan, pendidikan,
dan keamanan
Cara Menghitung migrasi antar desa/kota
Indikator
migran desa/kota ini ditunjukkan oleh persentase migran yang berasal dari
perdesaan menuju suatu perkotaan terhadap jumlah migran di perkotaan tersebut.
dimana:
%Migru
= Persentase migrasi dari perdesaan ke perkotaan
Migru = Jumlah migran dari perdesaan ke perkotaan
Miguu = Jumlah migran dari perkotaan ke perkotaan
Migru = Jumlah migran dari perdesaan ke perkotaan
Miguu = Jumlah migran dari perkotaan ke perkotaan
Contoh penghitungan migrasi (pertambahan
migrasi)
|
Pertambahan
Migrasi (Net Migration) artinya pertambahan penduduk yang dihitung dari
selisih antara jumlah penduduk yang masuk dengan penduduk yang keluar.
Untuk menghitung
prosentase pertumbuhan penduduk, perhatikan contoh beberapa perhitungan di
bawah ini!
Anda harus
perhatikan rumus yang digunakan dengan seksama!
Jumlah penduduk
diwaktu yang akan datang dapat diketahui dengan cara membuat perkiraan atau
proyeksi.
|
2.10 Permasalahan yang dihadapi oleh pekerja migran
Persoalan utama pekerja migran
internal terkait erat dengan kondisi sektor informal perkotaan yang kerap
disebut sebagai “underground economy”.
Persoalan yang cukup serius mengenai pekerja migran ini adalah menyangkut
fenomena “pekerja migran anak-anak” yang meliputi anak jalanan, pekerja anak.
Selain bekerja di sektor yang berbahaya, mereka memiliki upah rendah, rawan
eksploitasi dan perlakuan salah (abuse),
serta tidak memiliki akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan mobilitas sosial
vertikal.
Pembangunan ekonomi yang
tinggi di negara maju telah mendorong upah dan kondisi lingkungan kerja ke
taraf yang lebih tinggi. Percepatan pembangunan ekonomi di negara maju kemudian
meningkatkan kebutuhan akan tenaga kerja dalam jumlah tertentu. Secara umum,
permintaan akan tenaga kerja terlatih di negara maju dipenuhi dari negara maju
lainnya. Sedangkan permintaan akan tenaga kerja tidak terlatih didatangkan dari
negara berkembang. Pekerja dari negara-negara maju sendiri seringkali tidak
tertarik dengan pekerjaan yang menurut kategori mereka bergaji rendah.
Sementara itu, kesulitan ekonomi, sempitnya lapangan pekerjaan dan upah rendah
di negara berkembang mendorong penduduk untuk mengadu nasib ke negara maju
meskipun tanpa bekal (keahlian, persiapan, dokumen) yang memadai. Sebagian besar
pekerja migran dari negara berkembang ini umumnya terdorong oleh upah yang
relatif lebih tinggi dibanding upah yang diterima di negara asal. Faktor
pendorong dan penarik di atas sebenarnya merupakan hukum ekonomi yang wajar
jika prosesnya dilalui berdasarkan kriteria yang dibutuhkan. Persoalan menjadi
lain manakala tenaga kerja dari negara pengirim bermigrasi secara ilegal dan
tanpa keahlian serta persiapan yang diperlukan. Dalam konteks ini, munculah dua macam migrasi,
yaitu yang legal (resmi) dan yang ilegal (gelap). Status gelap inilah yang kemudian menyebabkan
pekerja migran sangat rentan mengalami permasalahan sosial-psikologis.
2.11 Cara
mengatasi permasalahan migrasi illegal
Ketika sistem migrasi dunia
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembangunan ekonomi, baik bagi
negara-negara pengirim maupun juga penerima, tidak sedikit pula persoalan yang
dihadapi dalam proses migrasi ini ditimbulkan, seperti migrasi illegal. Salah
satu permasalahan migrasi internasional adalah persoalan perdagangan/penyeludupan
manusia secara ilegal yang sering disebut Trafficking in Humanity. Trafficking
merupakan migrasi internasional yang ilegal dan tidak terdokumentasi sehingga
dikategorikan sebagai penyeludupan manusia dengan cara penipuan, pemaksaan dan
kekerasan. Para pengamat memberikan definisi trafficking sebagai keseluruhan
tindakan yang terlibat dalam proses rekrutmen dan berpergiannya seseorang dalam
suatu negara atau menyeberang lintas negara untuk mencari pekerjaan. Dalam
rangka memperlancar tindakan ini, dilakukan dengan kekerasan atau dalam tekanan
atas kekuasaan dan kedudukan yang dominan oleh kelompok tertentu. Pada dewasa
ini anak dibawah umur dan kaum perempuan yang merupakan jumlah terbesar dari
tindakan ini. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini dengan
memberikan perlindungan terhadap hak anak tersebut. Adanya peraturan perundangan-undangan
untuk memeranginya serta bersama-sama menanggulanginya. Pemerintah Propinsi
Jawa Barat mulai menganggarkan dana untuk pemulangan korban trafficking,
sementara Pemerintah Propinsi Jawa Timur sudah membentuk Komisi Perlindungan
Anak untuk mengatasi soal tersebut. Walaupun demikian, upaya seperti ini saja
tidak cukup, sebab yang kita butuhkan sekarang adalah komitmen, langkah aksi,
tindakan nyata secara makro dan menjadikan kebijakan nasional agar perdagangan
manusia ini tidak terjadi lagi dikemudian hari.
2.13 Kebijakan untuk permasalahan migrasi
Penanganan terhadap pekerja
migran internal dan pekerja migran internasional tentunya harus dibedakan.
Namun demikian, pendekatan pekerjaan sosial terhadap masalah keduanya memiliki
prinsip yang sama: bahwa penanganan tersebut harus menyentuh akar permasalahan
di tempat asal dan gejala permasalahan yang muncul di tempat tujuan.
Penanganan pekerja migran
internal selama ini lebih banyak menyentuh aspek hilir ketimbang hulu. Dengan
demikian, penanganan persoalan pekerja migran internal perlu dilakukan secara
terpadu, baik di wilayah hulu (pedesaan) maupun hilir (perkotaan). Ekoturisme,
pengembangan agroindustri, dan penciptaan lapangan kerja di pedesaan, antara
lain, dapat memperbaiki kemakmuran desa yang pada gilirannya membantu membatasi
laju migrasi desa-kota yang terlalu berlebih. Di perkotaan, pemberian pelatihan
bagi peningkatan produktivitas ekonomi kecil, bantuan permodalan, dan
pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan kiranya masih tetap diperlukan untuk
meningkatkan kualitas hidup dan kapasitas pekerja migran ini. Sejalan dengan
desentralisasi, persoalan pekerja migran internal sebenarnya merupakan
tantangan PEMDA, baik di daerah asal maupun daerah penerima. PEMDA sudah
seharusnya menghadapi persoalan ini dengan peningkatan ekonomi regional dan
pengembangan kualitas sumberdaya manusia.
Permasalahan yang timbul dari
pekerja migran internasional antara lain disebabkan oleh belum maksimalnya
perlindungan buruh, terutama yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Kedutaan Besar Indonesia di Singapura, misalnya, hanya memberi penyuluhan soal
sistem kerja agar lebih memahami bagaimana cara kerja yang diinginkan majikan.
Karenanya, kampanye bagaimana seharusnya para majikan di Singapura
memperlakukan TKI perlu dilakukan. Selama ini, kedutaan besar Indonesia di
negara-negara lain belum memiliki atase sosial. Oleh karena itu, penempatan
atase sosial, terutama di negara-negara yang banyak menerima TKI, perlu
dipertimbangkan. Atase sosial ini harus memiliki keahlian yang lengkap mengenai
konseling, advokasi, pendampingan sosial, dan teknik-teknik resolusi konflik.
Pemerintah dapat menyokong mekanisme migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI)
dengan cara mengurangi berbagai biaya tinggi dan pungutan yang membuat TKI
memilih menjadi pekerja gelap di negeri orang. Lalu, perlindungan dan peningkatan kualitas TKI
juga ditingkatkan. Dengan demikian, kemungkinan TKI terserap di lapangan kerja
di negara lain menjadi besar. Satu-satunya upaya meningkatkan kualitas calon TKI-seandainya
masih tetap dipertahankan sebagai alternatif penanggulangan masalah
ketenagakerjaan adalah peningkatan pendidikan mereka, baik secara formal
melalui sekolah-sekolah maupun lewat jalur informal. Di dalam negeri,
pembekalan terhadap TKI tidak hanya menyangkut “cara-cara bekerja dengan baik”
di negara tujuan. Namun, sebaiknya menyangkut pula coping strategies dalam menghadapi persoalan yang mungkin timbul di
negara tujuan. Pelatihan mengenai strategi penanganan masalah ini bisa
menyangkut pengetahuan mengenai karakteristik politik dan sosial-budaya negara
tujuan, serta cara-cara menghadapi burn-out
(kebosanan kerja), stress, kesepian, maupun pengetahuan mengenai fungsi dan
tugas kedutaan besar.
DAFTAR
PUSTAKA
http/rahmatkusnadi6.blogspot.com/2010.02/pertumbuhan-penduduk.html

Tidak ada komentar:
Posting Komentar