MAKALAH
INOVASI
PENDIDIKAN
Disusun Guna
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Inovasi Pendidikan
Dosen Pengampu
: DR. Sri Nurlaeli

Kelompok 3 :
Ahmad Fauzi
Batu Bara
Dinda Agusta
Marta
Della Ayu
Fauziah
Gilang
Muhammad
Fakhran
Siti
Nurhasanah
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS IBN KHALDUN
KATA PENGANTAR
Puji
syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan izin-Nya kami diberikan kemudahan dan kelancaran sehingga dapat
menyelesaikan makalah dari mata kuliah Inovasi Pendidikan yang membahas tentang
“Difusi Inovasi”
Terima
kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman, terutama kepada Ibu Dr. Sri
Nurlaeli, selaku dosen
pengampu mata kuliah Inovasi Pendidikan yang telah
memberikan Tugas kepada kami untuk membuat makalah ini.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat kepada para pembacanya. Namun demikian, kami
sangat menyadari bahwa dalam penyajian makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami menerima setiap kritik dan saran dari pembaca dengan
tangan terbuka.
Terima kasih
Bogor, 18 Maret 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
..........................................................................................................v
DAFTAR
ISI
..........................................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
.....................................................................................................1
A. Latar Belakang
...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah
.....................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan
.......................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan
.....................................................................................................2
BAB
II PEMBAHASAN ....................................................................................................
..3
A. Proses
Keputusan Inovasi
........................................................................................3
1.
Knowledge Stage ...................................................................................................4
2.
Persuasion Stage
....................................................................................................6
3.
Decision Stage
........................................................................................................7
4.
Implementation Stage
...........................................................................................7
5.
Confirmation Stage
...............................................................................................8
B. Implementasi
di Tingkat Sekolah
............................................................................9
C. Hambatan
Terhadap Inovasi
..................................................................................10
BAB III PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................................ ..20
DAFTAR PUSTAKA ..20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai suatu ide,
praktek atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh seorang
individu atau satu unit adopsi lain. Thompson dan Eveland (1967) mendefinisikan
inovasi sama dengan teknologi, yaitu suatu desain yang digunakan untuk tindakan
instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu hubungan sebab
akibat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi dapat dipandang
sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu. Fullan (1996) menerangkan
bahwa tahun 1960-an adalah era dimana banyak inovasi-inovasi pendidikan
kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru, mesin belajar
(teaching machine), pendidikan terbuka, pembelajaran individu, pengajaran
secara team (team teaching) dan termasuk dalam hal ini adalah sistem belajar
mandiri.
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu
inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu
terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu
tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi
juga dapat diangap sebaai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses
perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Jelas disini
bahwa istilah difusi tidak terlepas dari kata inovasi. Karena tujuan utama
proses difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial
tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal,
organisasi atau sub sistem.
Difusi Inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan
teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan. Teori ini dipopulerkan oleh
Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of
Innovations. Ia mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi
dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah
sistem sosial.
Inovasi merupakan ide, praktek, atau objek yang dianggap
baru oleh manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah
inovasi terdifusi ke seluruh masyarakat dalam pola yang bisa diprediksi.
Beberapa kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka
mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat lainnya
membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika
sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded
atau meledak.
Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori di abad ke
19 dari seorang ilmuwan Perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul
“The Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan teori kurva S dari adopsi
inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Tarde juga memperkenalkan
gagasan mengenai opinion leadership , yakni ide yang menjadi penting diantara
para peneliti efek media beberapa dekade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa
orang dalam komunitas tertentu merupakan orang yang memiliki ketertarikan lebih
terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar, sehingga mereka lebih
berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa
mempengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah inovasi.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun masalah-masaah yang dapat dirumuskan
dari latar belakang tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Apakah yang dimaksud dengan difusi inovasi?
2.
Apakah Elemen-elemen difusi inovasi?
C.
Tujuan
Perumusan Masalah
Adapun
tujuan perumusan masalah tersebut adalah :
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan
difusi inovasi.
2.
Untuk mengetahui elemen-elemen difusi inovasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
difusi dan diseminasi
Difusi ialah proses komunikasi inovasi antar warga masyarakat
(anggota system social) dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu
tertentu, komunikasi dalam definisi ini ditekankan dalam arti, terjadinya saling tukar informasi
(hubungan timbal balik), antar beberapa individu baik secara memusat
(konvergen) maupun memencar (divergen), yang berlangsung secara sepontan.
Dengan adanya komunikasi ini akan terjadi kesamaan pendapat antar warga
masyarakat tentang inovasi.
Jadi difusi dapat juga merupakan salah satu tipe
komunikasi yakni komunikasi yang memepunyai ciri pokok, pesan yang dikomunikasi
adalah hal yang baru (inovasi).
Diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang
direncanakan, diarahkan, dan dikelola, jadi kalau difusi terjadi secara
sepontan,maka diseminasi dengan perencanaan. Dalam pengertin ini dapat juga
direncanakan terjadinya difusi. Misalnya dalam penyebaran inovasi pengunaan
pendekatan ketrampilan proses dalam proses belajar mengajar. Setelah diadakan
percobaan ternyata dengan pendekatan ketrampilan proses-proses belajar mengajar
dapat berlangsung secara efektif dan siswa aktif belajar.
B.
Elemen-elemen Difusi Inovasi
Rogers mengemukakan ada 4 elemen pokok difusi inovasi:
a) Inovasi, b) Berkomunikasi dengan saluran tertentu, c) Waktu, d) Warga masyarakat (anggota system sosial).
1.
Inovasi
Inovasi ialah suatu ide, barang, kejadian, metode,
yang diamati sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang, baik
itu berupa hasil invensi atau diskoveri, yang diadakan untuk mencapai tujuan
tertentu. Baru disini diartikan mengandung ketidak tentuan (uncertainty),
artinya sesuatu yang mengandung berbagai alternative. Sesuatu yang tidk tentu
masih terbuka berbagai kemungkinan bagi orang yang mengaamati, baik mengenai
arti, bentuk, manfaat, dan sebagainya.
Dengan adanya informasi berate mengurangi ketidak tertentunya tersebut,
karena dengan informasi itu berate memperjelaskan arah pada satu alternatif
tertentu. Misalnya inovasi KB maka orang yang mengamati KB sebagai suatu yang
baru, berati KB bagi orang itu masih serba tidak tentu. Bagi orang itu mendapat
informasi tentang KB, mka dengan informasi itu berate mengurangi ketidak
tentuan. Dengan adanya informasi maka orang itu makin mempunyai kepastian
tentang apa sebenernya KB itu.
Inovasi dalam proses difusi terbuka kemungkinan terjadinya
perubahan (re-invention), dan para penerima inovasi bukan berperan secara pasif
hanya sekedar menerima apa yang diberikan. Dalam proses difusi inovasi,
komunikasi merupakan salah satu eleman yang tidak dapat ditinggalkan.
2.
Komunikasi
dengan saluran tertentu
Seperti telah kita ketahui
bahwa komunikasi dalam pembicaraan difusi inovasi ini, diartikan sebagai proses
pertukaran informasi antar anggota system sosial (warga masyarakat), sehingga
terjadi saling pengertian antara satu dengan yang lain. Difusi adalah salah
satu tipe komunikasi yaitu komunikasi yang menggunakan hal yang baru sebagai
bahan informasi. Inti dari pengertian difusi ialah terjadinya komunikasi
(pertukaran informasi) tentang sesuatu hal yang baru (inovasi). Kegiatan
komunikasi dalam proses difusi mencakup hal-hal sebagai berikut : 1) Suatu inovasi, 2) Individu atau kelompok yang telah mengetahui dan
pengalaman dengan inovasi, 3) Individu atau kelompok yang lain belum mengenal
inovasi, 4) Saluran komunikasi yang menggabungkan antara kedua
pihak tersebut.
Saluran komunikasi merupakan alat untuk menyampaikan
informasi dari seorang ke orang lain. Kondisi ke dua pihak yang berkomunikasi
akan mempengaruhi pemilihan atau penggunaan saluran yang tepat untuk
mengefektifkan proses komunikasi. Misalnya saluran media massa seperti radio,
televisi, suratkabar, dan sebagainyatepat digunakan untuk menyampaikan
informasi dari seorang atau sekelompok orang kepada orang banyak (massa).
3.
Waktu
Waktu adalah elemen yang penting dalam proses difusi,
karena waktu merupakan aspek utama dalam proses komunikasi. Tetapi banyak
peneliti komunikasi yang kurang memperhatikan aspek waktu, dengan bukti tidak
menunjukkannya secara nyata berdiri sendiri terlepas dari suatu kejadian,
tetapi waktu merupakan aspek dari setiap kegiatan.
Peranan dimensi waktu dalam proses difusi terdapaat
pada 3 hal sebagai berikut : 1)Proses keputusan inovasi, 2) Kepekaan seseorang terhadap inovasi, 3) Kecepatan penerimaan inovasi.
1.
Proses
keputusan inovasi ialah proses sejak seseorang mengetahui inovasi pertama kali
sampai ia memutuskan untuk menerima atau menolak inovasi. Ada 5 langkah (tahap)
dalam proses keputusan inovasi yaitu: a) pengetahuan tentang inovasi b) bujukan atau himbauan c) penetapan atau keputusan d) penerapan (implementasi) e) konfirmasi (comfirmation).
Peranan elemen
waktu dalam proses keputusan inovasi tampak dengan adanya urutan waktu
pelaksanaan dari tahu adanya inovasi (penegatuan), himbauan, keputusan, penerapan,
dan konfirmasi. Periode waktu keputusan inovasi ialah lamanya waktu yang
digunakan selama proses keputusan inovasi berlangsung, melalui 5 langkah
(tahap0 proses keputusan inovasi tersebut. Namun mungkin juga terjadi
perkecualian, suatu proses keputusan inovasi tidak menetapi 5 langkah inovasi
tanpa melalui tahap himbauan.
2.
Kepekaan seseorang terhadap inovasi.
Tidak
semua orang dalam suatu sistem sosial (masyarakat) menerima inovasi dalam waktu
yang sama. Mereka menerima inovasi dalam urutan waktu, artinya ada yang dahulu
ada yang kemudian. Yang menerima inovasi lebih dahulu secara relatif lebih peka
terhadap inovasi dari pada yang menerima inovasi lebih akhir. Jadi kepekaan
inovasi ditandai dengan lebih dahulunya seseorang menerima inovasi daripada yang
lain, dalam suatu sistem sosial (masyarakat).
Berdasarkan kepekaan terhadap inovasi atau
terdahulunya dan terlambatnya menerima inovasi, dapat dikategorikan menjadi 5
macam kategori penerima inovasi dalam suatu sistem sosial tertentu yaitu : (a)
inovator, (b) pemula, (c) mayoritas awal, (d) mayoritas akhir, (e) terlambat
(tertinggal). Rogers menggambarkan kelima kategori penerima inovasi itu dalam
bentuk kurve normal sebagai berikut :

Bagan no. 3 – 1. Kategori
penerima inovasi berdasarkan kepekaan inovasi_ (Rogers, 1983, hal. 247).
Lima kategori
penerima inovasi tersebut merupakan bentuk ideal, berdasarkan observasi dari
kenyataan dan didisain sebagai bahan perbandingan antar warga masyarakat
(anggota, sistem sosial). Fungsi dari bentuk ideal tersebut sebagai petunjuk
perencanaan kegiatan penelitian serta dapat juga dipakai sebagai bahan kerangka
acuan analisa hasil penelitian.
Sebenarnya tidak
dapat dikatak berapa banyaknya rincian “continuum” (kesinambungan) kepekaan
inovasi antara tiap-tiap kategori dari kelima kategori tersebut. Tentu saja
juga terbuka kemungkinan adanya perkecualian dari bentuk ideal: Bentuk ideal
sebagai abtraksi dari hasil pengalaman dan sengaja dibuat sebagai petunjuk atau
arah formulasi teoritis serta investigasi pengalaman.
3.
Kecepatan penerimaan inovasi.
Dimensi
waktu yang ketiga dalam proses difusi inovasi ialah kecepatan penerimaan
inovasi. Yang dimaksud dengan kecepatan penerimaan inovasi ialah kecepatan
relatif diterimanya inovasi oleh warga masyarakat (anggota sistem sosial).
Apabila sejumlah warga masyarakat menerima suatu inovasi, dan dibuat diagram
frekuensi kumulatif berdasarkan waktu, maka hasilnya akan berupa kurva yang
berbentuk –S. Perhatikan diagram berikut :

Bagan
no. 3 – 2. Difusi inovasi yang mencakup elemen: (1) inovasi (2) komunikasi
dengan saluran tertentu (3) waktu (4) antar warga masyarakat (anggota sistem
sosial). (Rogers, 1983, hal. 11).
Bagan itu menunjukkan bahwa pada
mulanya hanya beberapa orang yang menerima inovasi dalam tiap periode waktu
tertentu (misalnya tahun, atau bulan), mereka itu adalah inovator. Kemudian
tampak kurve difusi segera mulai menanjak, makin lama makin banyak orang yang
menerima inovasi. Kemudian kecepatan penerimaan inovasi mendatar, menggambarkan
makin lama makin sedikit yang tinggal yang belum menerima inovasi. Akhirnya
kurve – S mencapai puncak dan proses difusi selesai, artinya semua warga
masyarakat (anggota sistem sosial) telah menerima inovasi.
Sebagian besar kecepatan penerimaan
inovasi berbentuk kurva – S. Tetapi terdapat perbedaan atau variasi pada
kemiringan bentuk – S dari satu inovasi dengan inovasi yang lain. Beberapa
inovasi dapat didifusikan dengan cepat sehingga tampak kemiringan bentuk kurva
– S sangat tajam, sedangkan difusi inovasi yang lain agak lambat sehingga
tampak kemiringan bentuk – S agak landai dan sebagainya.
Kecepatan inovasi biasanya diukur
berdasarkan lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai prosentase tertentu
dari jumlah warga masyarakat yang telah menerima inovasi. Oleh karena itu
pengukuran kecepatan inovasi cenderung diukur dengan berdasarkan tinjauan
penerimaan inovasi oleh keseluruhan warga masyarakat (sistem sosial), bukan
penerimaan inovasi secara individual. Pertanyaan yang perlu dipikirkan ialah
mengapa terjadi perbedaan kecepatan penerimaan inovasi dalam proses difusi
inovasi. Untuk menjawab pertanyaan tersebut lihat kembali karakteristik dan
atribut inovasi. Tetapi perbedaan kecepatan penerimaan inovasi juga dipengaruhi
oleh adanya perbedaan kondisi sistem sosial (masyarakat)tertentu. Nah sekarang
marilah kita lihat bagaimana pengaruh sistem sosial terhadap penerimaan
inovasi.
4.
Sistem
Sosial
Sistem sosial
ialah hubungan (interaksi) antar individu atau unit dengan berkerja sama untuk
memecahkan masalah guna mencapai tujuan tertentu. Anggota system sosial dapat
individu, kelompok, kelompok informal, organisasi, dan sub system yg lain.
Contoh system sosial: petani diperdesaan, dosen dan pegawai di perguruan tinggi
kelompok dokter dirumah sakit, dan sebagainya. Semua anggota system sosial
bekerja sama untuk memacahkan masalah guna mencapai tujuan bersama. Dengan
demikian maka system sosial merupakan ikatan bagi anggotanya dalam melakukan
kegiatan artinya antar anggota tentu saling pengertian dan hubungan timbal
balik. Jadi system sosial akan mempengaruhi proses difusi inovasi, karena
proses difusi inovasi terjadi dalam system sosial.
Struktur sosial dan difusi
Struktur dalam hal ini diartikan sebagai pedoman
peraturan unit dalam suatu system. Dengan adanya struktur ini maka dapat menimbulkan
ketertiban dan kestabilan tingkah laku individu dalam system sosial, dan juga
memberikan kemungkinan tiap individu untuk merencanakan atau meramalkan tingkah
laku yang telah ada.
Struktur
sosial bukan hanya berlaku dalam organisasi formal tetapi juga dalam struktur
informasi, yaitu hubungan antar sesame warga masyarakat atau antar anggota
system sosial secara informal, dengan cirri utama adanya kejelasan siapa berhubungan
dengan siapa dan dalam situasi yang bagaimana.
Struktur system sosial dapat memperlancar atau
menghambat proses difusi inovasi dalam suatu system, karena struktur sosial
sangat berpengaruh terhadap proses komunikasi. Hal ini sangat menarik perhatian
para ahli sosiologi dan psikologi
sosial, karena tidk mungkin akan mempelajari difusi tanpa mengetahui struktur
sosial yang ditempati para penerima inovasi, seperti halnya tidak mungkin dapat
mempelajari system peredaran darah tanpa mengetahui struktur pembuluh nadi.
Norma system sosial dan difusi
Norma yang berlaku pada suatu system sosial
berpengeruh terhadap kecepatan penerimaan inovasi. Norma yang berlaku pada
suatu system sosial merupakan pedoman tingkah laku anggota system sosial yang
ditaati. Norma menjelaskan petunjuk tentang standard perbuatan para anggota
system sosial. Oleh karena itu ssuatu inovasi yang tidak sesuai dengan norma
yang ada pada suatu system sosial akan terhambat pelaksanaan proses difusinya.
Pemuka pendapat dan agen pembaharu
Pemuka pendapat ialah orang yang mampu mempengaruhi
orang-orang lain agar mengubah sikap atau tingkah lakunya secara informasi,
kearah sesuatu perubahan yang dikehendaki. Pemuka pendapat merupakan pimpinan
informal, yang tidak tentu memiliki status formal sebagai pemimpin dalam
masyarakat. Pemuka pendapat mendapat kepercayaan dari warga masyarakat karena
memiliki kemampuan teknik untuk memimpin, tingkah lakunya diterima oleh
masyarakat dan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Banyak
penelitian menunjukkan bahwa jika system sosial akan mengadakan perubahaan,
maka pemuka pendapat sangat inovatif, tetapi jika norma tidak mau menerima
perubahan, maka tingkah laku pemuka pendapat juga menggambarkan norma tersebut.
Dengan dasar pemikirian bahwa pemuka pendapat sangat erat kesesuaiannya dengan
warga masayarakat, maka pemuka pendapat menjadi model tingkah laku inovatif
dari pengikutnya. Dengan kata lain pemuka pendapat merupakan contoh dari
perwujududan dari struktur system sosial.
Pemuka pendapat berpengaruh karena kepribadiannya
serta kesesuaiannya dengan warga masyarakat (para anggota system sosial) secara
informal, artinya bukan karena status atau kedudukan jabatan tertentu dalam
masayarakat. Berbeda dengan pemuka pendapat, ada pula orang yang berpengaruh di
dalam system sosial karena profesinya dan dattang dari luar system sosial yaitu
agen pembaharu (change agent).
Agen
pembaharu adalah seorang professional yangb bertugas untuk mempengaruhi klien
(sasaran inovasi), untuk mengambil keputusan mengikuti inovasi, ssesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai oleh lembaga atau organisai tempat agen pembbaharu
itu bekerja. Agen pembaharu selalu berusaha agar terjadi proses difusi inovasi,
tetapi justru biasanya proses difusi kurang lancar karena ia orang yang dating
dari luar sistem sosial (heterophily). Untuk melancarkan proses difusi biasanya
agen pembaharu menggunakan pemuka pendapat untuk kampanye penyebaran inovasi.
Tipe
Keputusan Inovasi
Inovasi
dapat diterima atau ditolak oleh seseorang (individu) sebagai anggota sistem
sosial, atau oleh keseluruhan anggota sistem sosial, yang menentukan untuk
menerima inovasi berdasarkan keputusan bersama atau berdasarkan paksaan
(kekuasaan). Dengan dasar kenyataan tersebut maka dapat dibedakan adanya
beberapa tipe keputusan inovasi.
1.
Keputusan inovasi opsional, yaitu
pemilihan menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang ditentukan
oleh individu (seseorang) secara mandiri tanpa tergantung atau terpengaruh
dorongan anggota sistem sosial yang lain. Meskipun dalam hal ini individu
mengambil keputusan itu berdasarkan norma sistem sosial yang lain. Jadi hakekat
pengertian keputusan inovasi opsional ialah individu yang berperan sebagai
pengambil keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi.
2.
Keputusan inovasi kolektif, ialah
pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang
dibuat secara bersama-sama berdasarkan keputusan yang dibuat secara
bersama-sama beradasarkan kesepakatan antar anggota sistem sosial. Semua
anggota sistem sosial harus mentaati keputusan bersama yang telah dibuatnya. Misalnya,
atas kesepakatan warga masyarakat di setiap RT untuk tidak membuang sampah di
sungai, yang kemudian disahkan pada rapat antar ketua RT dalam satu wilayah RW.
3.
Keputusan inovasi otoritas, ialah
pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat
oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai kedudukan, status, wewenang
atau kemampuan yang lebih tinggi daripada anggota yang lain dalam suatu sistem
sosial. Para anggota sama sekali tidak mempunyai pengaruh atau peranan dalam
membuat keputusan inovasi. Misalnya seorang pimpinan perusahaan memutuskan agar
sejak tanggal 1 Januari 1989 semua pegawainya harus memakai seragam biru putih.
Maka semua pegawai sebagai anggota sistem sosial di perusahaan itu harus
tinggal melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh atasannya.
Ketiga tipe keputusan inovasi tersebut merupakan
rentangan (continuum) dari keputusan opsional (individu dengan penuh tanggung
jawab secara mandiri mengambil keputusan), dilanjutkan dengan keputusan
kolektif (individu memperoleh sebagian wewenang untuk mengambil keputusan), dan
yang terakhir keputusan otoritas (individu sama sekali tidak mempunyai hak
untuk ikut mengambil keputusan).
Keputusan kolektif dan otoritas banyak digunakan
dalam organisasi formal, seperti perusahaan, sekolah, perguruan tinggi,
organisasi pemerintah dan sebagainya. Sedangkan keputusan opsional sering
digunakan dalam penyebaran inovasi kepada petani, konsumen, atau inovasi yang
sasarannya anggota masyarakat sebagai individu bukan sebagai anggota organisasi
tertentu.
Biasanya yang paling cepat
diterimanya inovasi dengan menggunakan keputusan otoritas, tetapi masih juga
tergantung pada bagaimana pelaksanaannya. Sering terjadi juga kebohongan dalam
pelaksanaan keputusan otoritas. Dapat juga terjadi bahwa keputusan opsional
lebih cepat dari keputusan kolektif, jika ternyata untuk membuat kesepakatan
dalam musyawarah antar anggota sistem sosial mengalami kesukaran. Cepat
lambatnya difusi inovasi tergantung pada berbagai faktor.
Dari contoh-contoh yang telah ada adapun konsekuensi
inovasi ada yang bermanfaat, langsung dan yang diharapkan serta sebaliknya.
Konsekuensi
kemanfaatant. Bagi keseluruhan warga Lapp sebagai
sosial sistem rupanya inovasi teknologi Ski Doo tidak bermanfaat, karena
ternyata mengakibatkan banyak pengangguran, dan menyebabkan sebagian besar
masyarakat menurun kesejahteraannya. Namun demikian untuk beberapa gelintir
warga masayarakat justru sangat bermanfaat karena menyebabkan makin kaya.
Konsekuensi
langsung, yang tampak dengan adanya Ski Doo ialah timbulnya
perasaan bahwa Ski-Doo sebagai kebutuhan dan kebanggaan. Konsekuensi tidak
langsung dapat kita lihat adanya usaha penjualan rusa yang muda, menurunyya
angka kelahiran anak rusa.
Konsekuensi yang
diharapkan, terjadinya kelancaran transportasi yang
menunjang kelancaran berbelanja ke pasar, dan juga kelancaran menggembala rusa.
Konsekuensi yang tidak diharapkan ialah timbulnya pengangguran, serta kehidupan
masyarakat tergantung pada uang dan hutang.
Kapak
besi pengganti kappa batu di Australia
Suku Yir Yoront ialah suku bangsa asli di Australia
yang masih hidup dengan berkelompok yang jumlah anggota kelompoknya tidak
begitu banyak, mereka berpindah-pindah tempat (nomaden) menjelajahi wilayah
yang luas untuk mencari binatang buruan atau makanan yang lain. Alat utamanya
ialah kapak batu yang digunakannya untuk membuat makanan, mendirikan tempat
untuk berteduh, dan untuk memanaskan tempat tinggalnya. Kejadian ini sukar
dibayangkan bahwa hanya dengan penggantian kapak batu dengan kapak baja, sudah
dapat merupakan revolusi yang menyeluruh menyangkut berbagai aspek bidang
kehidupan.
Metode yang digunakan Sharp untuk mempelajari dan
menyelidiki masyarakat Yir Yoront ialah dengan cara observasi partisipatif,
artinya ahli ilmu pengetahuan mempelajari kebudayaan dengan cara berpartisipasi
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Pada tahun 1930 seorang ahli
antropologi dari Amerika telah dapat tinggal bersama-sama dengan masyarakat Yir
Yoront selama 13 bulan, dengan tanpa melihat adanya orang lain yang dating ke tempat
itu. Dengan terisolasinya masyarakat itu, maka mereka sama sekali tidak
terpengaruh oleh kebudayaan Barat, sampai datangnya misionaris dalam
tahun-tahun akhir ini. Misionaris mebagi-bagikan kapak baja kepada warga
masyarakat Yir Yoront sebagai hadiah atau sebagai upah kerja.
Sebelum adanya kapak baja, kapak batu merupakan
simbol kejantanan merupakan penghargaan bagi orang dewasa. Hanya laki-laki
dewasa yang memiliki kapak batu, sedangkan wanita dan anak-anak pada prinsipnya
hanya sebagai pemakai saja. Jika wanita dan anak-anak akan emmakai kapak batu,
harus meminjam dari ayah, suami atau pamannya sesuai dengan cara-cara yang
berlaku di masyarakat itu. Masyarakat Yir Yoront memperoleh kapak batu dengan
cara kepala sukunya menukar dengan lembing dari suku yang lain dengan cara
barter dan pelaksanaannya merupakan bagian dari upacara ritual pada waktu pesta
musim tertentu.
Ketika misionaris membagi-bagikan kapak baja kepada
masyarakat Yir Yoront mereka mengharap akan menghasilkan peningkatan kehidupan
cepat. Kapak baja ternyata memang sangat efisien untuk melaksanakan tugasnya
dalam kehidupan sehari-hari dan adalam waktu yang relatif singkat kapak-kapak
batu sudah tidak pernah tampak lagi digunakan oleh warga masyarakat Yir Yoront.
Tetapi kapak baja hanya memberikan perubahan
kemajuan yang sangat kecil dan yang mengecewakan bagi para misionaris ialah
warga masyarakat menggunakan sisa waktu luangnya hanya untuk tidur, yaitu suatu
kegiatan yang sudah dikuasai sebelumnya. Misionaris mebagi-bagikan kapak baja kepada
laki-laki, wanita dan juga anak-anak yang menyenanginya. Dalam kenyataan justru
anak-anak lebih banyak yang senang untuk menerima kapak baja daripada orang
dewasa, karena pada umumnya orang dewasa masih kurang percaya pada misionaris.
Maka akibatnya terputuslah hubungan status antar warga masyarakat Yir Yoront
dan revolusi kapak baja telah mengacaukan peranan sex dan usia. Orang dewasa
yang semua memperoleh penghargaan tinggi memiliki kapak batu, sekarang justru
tergantung pada wanita dan anak-anak dan sering terpaksa meminjam kapak baja
dari warga masyarakat yang sebenarnya semula mempunyai status yang lebih rendah
ini.
Upacara ritual pertukaran barang sudah tidak teratur
lagi. Ikatan persahabatan antar suku yangs erring saling bertukar barang telah terputus,
dan perhatian pada upacara dan pesta tahunan yang biasanya bertepatan dengan
upacara pertukaran barang telah sangat menurun. Sistem keagamaan dan organisasi
sosial masyarakat Yir Yoront menjadi kacau karena tidak dpat mengendalikan
pengaruh inovasi. Bahkan orang-orang mulai mempraktekkan prostitusi untuk
merelakan anak perempuan dan istrinya sebagai imbalan peminjaman kapak baja
dari orang lain.
Dari contoh diatas terdapat berbagai macam
konsekuensi inovasi yang terjadi dengan digantinya kapak batu dengan kapak baja
di masyarakat Yir Yoront di Australia. Jelas bahwa dalam pelaksanaan difusi
inovasi tersebut terjadi konsekuensi yang tidak bermanfaat, tidak langsung dan
juga tidak diharapkan. Kesalahan apa yang dibuat agen pembaharu atau penyebar inovasi
sehingga demikian konsekuensinya.
Rogers mengemukakan, bahwa kesalahn yang biasa
dilakukan oleh agen pembaharu ialah mereka hanya dapat mengantisipasi bentuk dan fungsi dari suatu inovasi, tetapi tidak dapat mengantisipasi arti inovasi bagi sasaran penerima
inovasi.
(a) Bentuk
ialah wujud perubahan yang nampak (dapat diamati) sebagai perwujudan dari
substansi inovasi. Misalnya Missionaris dan juga masyarakat Yir Yoront tahu
betul bentuk benda yang baru dikenalkan yaitu kapak dari baja, mungkin karena
kebetulan bentuknya hampir sama dengan kapak dari batu yang telah dikenalnya.
(b) Fungsi
ialah sumbangan atau manfaat dari inovasi bagi kehidupan. Misalnya Suku Sir
Yoront akan segera tahu bahwa kapak baja gunanya sebagai alat pemotong, untuk
digunakan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dalam kehidupannya sebagaimana
gunanya kapak batu.
(c) Arti
atau makna suatu inovasi bersifat subyektif dan biasanya juag merupakan
persepsi yang tidak disadari oleh penerima inovasi. Karena arti inovasi
bersifat subyektif maka proses difusinya juga tidak semudah atau secepat bentuk
dan fungsi inovasi. Suatu penerimaan kebudayaan akan menimbulkan makna baru dan
mungkin hanya memiliki sedikit kaitan dengan elemen yang sama dari kebudayaan
aslinya.
BAB
III
KESIMPULAN
1. Difusi
ialah proses komunikasi inovasi antar anggota sistem sosial, dengan menggunakan
saluran tertentu dan dalam waktu tertentu.
2. Ada
empat elemen pokok difusi inovasi, yaitu : inovasi, komunikasi dengan saluran
tertentu, waaktu, dan sistem sosial
3. Inovasi
ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati, sebagai suatu yang
baru, bagi seorang atau sekelompok orang.
4. Pernyataan
machiavelli menunjukkan betapa berat tugas inovator dan betapa suksesnya
menyebarkan inovasi. Banyak orang yang telah menerima dan memahami sesuatu yang
baru tetapi belum mau menerima apalagi melaksanakannya. Bahkan banyak pula yang
telah menyadari sesuatu yang baru itu bermanfaat baginya, tetapi belum juga mau
menerima dan mau menggunakan atau menerapkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, M.Sc,
(1988), Inovasi Pendidikan, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar