Jumat, 19 Juni 2015










KEPENDUDUKAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
CONTOH KASUS KEPENDUDUKAN DAN SOLUSINYA






Disusun Oleh:
Ahmad Fauzi Batubara
12211110835







PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (BK)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS IBN KHALDUN
BOGOR




2014
KATA PENGANTAR


Puji syukur saya panjatkan  hanya bagi Allah Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan  kekuatan dan segala nikmat pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan resume mata kuliah kependudukan dan kesejahteraan sosial.

Dalam penulisan Makalah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, cinta kasih dan kerja sama serta doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang yang ada di sekitar penulis yang telah membantu dalam doa.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah ini. Karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai pedoman di masa mendatang. Maka penulis dengan penuh rasa syukur mempersembahkan resume ini semoga bermanfaat untuk kita semua terutama bagi penulis


Bogor, 26 Mei 2014

penulis






BAB I
PEMBAHASAN

1.1 Masalah Penduduk dan Pencemaran Lingkungan

Penyebab utama dari terjadinya pencemaran lingkungan atau polusi yang sekarang banyak diributkan jelas ialah manusia. Semakin jauh manusia bertambah dan hidup terpusat, semakin besar pula kemampuannya untuk merusak ekosistemnya. Tidak salah kalau dikatakan pertambahan manusia yang telah terjadi hingga sekarang tidak ubahnya dengan pertumbuhan sel kanker yang menggerogoti tubuh yang dalam hal ini ialah bumi.
Bahan-bahan sintetis yang telah banyak dikembangkan pada tahun-tahun terakhir ini telah terbukti daya rusaknya  dalam ekosistem bumi. Hidrokarbon yang mengandung chlor dan sisa-sisa radioaktif tidak dapat diproses secara biologis. Sekali terbentuk, mereka akan bertahan lama sekali dan akan mengancam kehidupan binatang maupun tumbuh-tumbuhan.

Pembuangan sisa-sisa industri dan hasil-hasil bahan kimia seperti detergen, pembuangan sisa-sisa makanan ternak, penggunaan pestisida, dan insektisida, penggunaan pupuk kimiawi, dan lain-lain telah banyak menimbulkan problem pengotoran air dan lingkungan.
Polusi oleh manusia dapat bersifat kimiawi maupun biologis. Contoh polusi kimianya misalnya pembuangan air raksa sisa-sisa industri di teluk minamata, Jepang dimana melalui ikan, telah terjadi ribuan kasus peracunan berupa kaku-kaku, anggota badan yang lemah yang kemudian terkenal sebagai penyakit minamata. Polusi biologis sering diakibatkan kepadatan penduduk. Sisa-sisa organisme manusia menumpuk sejalan dengan pertambahan penduduk. Karena sulitnya pembuangan kotoran yang makin banyak, persediaan air untuk kota-kota telah menjadi kotor.

Problem polusi yang tadinya bersifat lokal, sekarang banyak yang sudah merupakan problem menyeluruh. Pengotoran air yang cepat telah menyebabkan pengotoran lautan. Apabila penduduk dunia terus bertambah seperti sekarang ini dan hasil industri terus melimpah, pencemaran lingkungan akan menjadi masalah, yang serius dimasa mendatang.
Selain itu, pertambahan penduduk yang pesat di negara-negara miskin telah menyebabkan terjadinya pembukaan hutan secara besar-besaran yang Sering menimbulkan penggundulan-penggundulan. Akiabat serius dari keadaan ini tanah-tanah menjadi tidak subur dan sering terjadinya bencana alam seperti banjir.
Hubungan yang erat antara masalah kependudukan dengan masalah pembangunan dan kesehjateraan manusia secara keseluruhan telah menyebabkan 30 orang pemimpin dunia menandatangani sebuah deklarasi yang berjudul ‘’population declaration by world leaders’’ 1968, dimana salah satu penandatanganan adalah presiden Soeharto dari Indonesia. Inti dari deklarasi ini yaitu pernyataan yang mengakui akan pentingnya pembatasan jumlah penduduk sehubungan dengan kesehjateraan dengan kebahagiaan.

1.2 Kasus Banjir Longsor
Permasalahan pencemaran lingkungan yang harus segera kita atasi bersama diantaranya pencemaran air tanah dan sungai, pencemaran udara perkotaan, kontaminasi tanah oleh sampah, hujan asam, perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon, kontaminasi zat radioaktif, dan sebagainya.
Untuk menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, tentunya kita harus mengetahui sumber pencemar, bagaimana proses pencemaran itu terjadi, dan bagaimana langkah penyelesaian pencemaran lingkungan itu sendiri .
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 23/1997 yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.

Definisi yang panjang ini dapat di sederhanakan dengan melihat adanya tiga unsur dalam masalah pencemaran yaitu sumber perubahan akibat kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan dalam lingkungan dan merosotnya fungsi lingkungan untuk menunjang kehidupan.
Merosotnya kualitas lingkungan juga tidak akan menjadi perhatian besar jika tidak terkait dengan kebutuhan hidup manusia sendiri sehingga bahasan tentang pencemaran dan konsep penanggulangannya lebih mengarah kepada upaya mengenai bentuk kegiatan manusia yang menjadi sumber pencemaran.
Salah satu upaya dalam pengelolaan lingkungan adalah mengatur beban pencemaran dari sumbernya baik sumber pencemaran udara, air maupun limbah padat sehingga informasi tentang besarnya beban pencemaran dari setiap sumber amat berguna dalam upaya pengelolaan lingkungan tersebut .
Dalam pengelolaan pengendalian pencemaran lingkungan, memerlukan kontribusi dari banyak pihak, karena pada dasarnya pencemaran lingkungan adalah permasalahan global yang mau tidak mau setiap elemen masyarakat untuk bersama-sama mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan ini.

Fenomena persoalan lingkungan yang sering dilihat setiap hari menjadi keprihatinan tersendiri demikian menurut Prof. Mujiyono Abdillah, MA., Guru Besar Bidang Metodologi Study Islam IAIN Wali Songo Semarang.
Masalah-masalah itu seprerti pengepresan bukit yang mengakibatkan tanah longsor, semakin tingginya air rob, penebangan lahan hijau menjadi pemukiman penduduk, dan reklamasi tambak dan pantai menimbulkan dampak banjir
Mengenai pencemaran lingkungan ini, hukum sebagai alat untuk menciptakan kenyamanan dan ketertiban belum memiliki perangkat yang kuat untuk menegakkan hukum lingkungan yang telah ada di Indonesia ini. Bagaimana tidak setiap musim penghujan di Indonesia pasti ada saja daerah yang terendam air alias banjir, bahkan ada satu daerah di Bekasi Barat, dekat MM Bekasi sampai selutut sedangkan daerah lain yaitu di Tambun banjirnya mencapai seleher sehingga harus tinggal di loteng atau lantai dua rumah sampai beberapa hari dan tidak bisa kemana-mana hanya menunggu bantuan datang dan banjir tersebut terjadi 5 (lima) tahunan, artinya setiap lima tahun sekali daerah Bekasi dan Tambun terendam air, tapi karena ini banjir rutin alias terjadwal alias sudah diketahui kedatangannya kerugian secara materil dapat diminimalisir .
Siklus terjadinya banjir katakanlah tahunan ini menjadi ironi bagi sebuah negara yang memiliki aturan hukum yang tertera dalam UU No. 23 Tahun 1997, yang telah dengan jelas menegaskan bahwa daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Tata aturan yang di buat oleh pemerintah sudah sangat jelas tentang konsekuensi hukum tentang pengelolaan lingkungan baik dari segi kehidupan yang sehat dan teratur dalam pengelolaan limbah, baik limbah industri maupun limbah dari rumah tangga. Kurangnya adalah tidak adanya kontrol dari pemerintah melalui aparat hukumnya guna memantau, menjaga dan melestarikan lingkungan menjadi lebih asri dan dapat meminimalisasikan pencemaran lingkungan di berbagai sektor.

Jika kita memperhatikan lingkungan sekitar kita, ternyata telah terjadi kerusakan di mana-mana, air mulai sedikit dan berpolusi, tanah mulai ditumbuhi pohon-pohon beton yang tidak dapat menyerap air sehingga mudah longsor dan banjir karena tidak ada resapan air, udara kotor penuh polusi dari pembakaran kendaraan bermotor.
Peran masyarakat sangatlah penting dalam pengendalian pencemaran lingkungan ini dengan cara melakukan konservasi lingkungan
Konservasi dalam tatanan masyarakat amatlah diperlukan, karena masyarakat adalah sebagai grassroot- timbul dan/atau penyelesaian masalah pencemaran lingkungan ini. Karena peran serta masyarakat dalam menangani pencemaran lingkungan ini amatlah besar, hal itu disebabkan masyarakat adalah sekumpulan orang yang memanfaatkan lingkungan dan menimbulkan dampak yang cukup beragam diantaranya adalah pencemaran lingkungan dan lain-lain.

1.3 Kasus Lumpur Lapindo
Lapindo Brantas Inc. melakukan pengeboran gas melalui perusahaan kontraktor pengeboran PT. Medici Citra Nusantara yang merupakan perusahaan afiliasi Bakrie Group. Kontrak itu diperoleh Medici dengan tender dari Lapindo Brantas Inc. senilai US$ 24 juta. Namun dalam hal perijinannya telah terjadi kesimpangsiuran prosedur dimana ada beberapa tingkatan ijin yang dimiliki oleh lapindo yaitu hak konsesi eksplorasi Lapindo diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP MIGAS), sementara ijin konsensinya diberikan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur sedangkan ijin kegiatan aktifitas dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sidoarjo yang memberikan keleluasaan kepada Lapindo untuk melakukan aktivitasnya tanpa sadar bahwa Rencana Tata Ruang (RUTR) Kabupaten Sidoarjo tidak sesuai dengan rencana eksplorasi dan eksploitasi tersebut.
Analisa Kasus
Lemabaga yang mempunyai wewenang menangani pengelolaan lingkungan hidup secara keselurahan, ada dua tingkatan yaitu:
1.      Lembaga yang mengelola lingkungan hidup di tingkat nasional, dan
2.      Lembaga yang mengelola lingkungan hidup di tingkat daerah.
Wewenang kelembagaan ditingkat nasional ini diatur dalam ketentuan pasal 16 ayat (1) UULH. Ketentuan ini mengandung arti bahwa wewenang pengelolaan lingkungan hidup ditingkat nasional, berada ditangan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (MENKLH), yang mempunyai tugas pokok mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kependudukan dan pengelolaan lingkungan hidup. Serta mempunyai fungsi merumuskan kebijaksanaan, membuat perencanaan dan mengkoordinasikan segala kegiatan di bidang kependudukan dan lingkungan hidup.
Dari tugas dan fungsi yang harus dijalankan oleh MENKLH itu nyata terlihat demikian luas lingkup tugas koordinasi yang menjadi tanggung jawab MENKLH. Hal mana memerlukan kerjasama yang serasi dan terpadu dengan berbagai departemen dan lembaga pemerintah non departemen, terutama dalam kaitan dengan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup secara sektoral.
Sehubungan dengan ini, meskipun izin pendirian perusahaan kawasan industri berada ditangan Menteri Perindustrian, namun dengan adanya kewajiban seperti yang disebutkan diatas, paling tidak Menteri Perindustrian mengadakan koordinasi dengan MENKLH. Demikian pula dalam hal perusahaan kawasan industri yang berlokasi di daerah, membutuhkan lahan/tanah yang luas maka penetapan letak kawasan industri menjadi wewenang Gubernur (setelah berkonsultasi dengan Bapedda) selaku pengelola di daerah.
Dalam kasus luapan lumpur Lapindo adalah salah satu contoh kebijakan pembangunan yang dalam implementasinya telah terjadi pergeseran orientasi, yaitu kebijakan pembangunan yang cenderung mengabaikan faktor kelestarian lingkungan atau suatu kebijakan yang tidak memasukkan faktor lingkungan sebagai hal yang mutlak untuk dipertimbangkan mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap pelaksanaannya. Salah satu contohnya adalah tidak ditepatinya kebijakan lingkungan yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan sebelum suatu perusahaan mendapatkan izin untuk melakukan usahanya. Pertimbangan kebijakan lingkungan tersebut antara lain : jarak rumah penduduk dengan lokasi eksplorasi, mentaati standar operasional prosedur teknik eksplorasi, dan keberlanjutan lingkungan untuk masa yang akan datang. Dimana pemerintah juga harus melibatkan masyarakat dalam mengambil keputusan dan kepentingan bersama yang harus diutamakan dan didukung. Kegiatan eksplorasi harus mempertimbangkan lingkungan dan mendapat izin Ordonansi Gangguan (HO–Hinder Ordonnantie).

1.4 Kasus Penyakit DBD
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali di temukan di Manila Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia, penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (41,3%) akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Selanjutnya sejak saat itu, penyakit Demam Berdarah Dengue cenderung menyebar ke seluruh tanah air Indonesia, sehingga sampai tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia kecuali di Timor-Timur telah terjangkit penyakit, dan mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan insiden rate mencapai 13,45%/100.000 penduduk. Keadaan ini erat kaitannya dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi.

Data Penderita Penyakit DBD
Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009 World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia, DBD pertama kali ditemukan di kota Surabaya  pada tahun 1968, sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang meninggal dunia. Sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia (Depkes RI, 2010). Pada tahun 2002 jumlah kasus sebanyak 40.377 (IR: 19,24/100.000 penduduk dengan 533 kematian (CFR: 1,3%) tahun 2003 jumlah kasus sebanyak 52.566 (IR: 24,34/100.000 penduduk) dengan 814 kematian (CFR:1,5% tahun 2004 jumlah kasus sebanyak 79.462 (IR: 37,01/100.000 penduduk) dengan 957 kematian (IR: 1,20%) tahun 2005 jumlah kasus sebanyak 95.279 (IR: 43,31/100.000 penduduk) dengan 1.928 kematian (CFR: 1,36%) tahun 2006 jumlah kasus sebanyak 114.656 (IR:52,48/100.000 penduduk) dengan 1.196 kematian (CFR: 1,04%) sampai dengan bulan November 2007 kasus telah mencapai 124.811 (IR:57,52/100.000 penduduk)  dengan 1.277 kematian (CFR:1,02%).
Bandar Lampung merupakan daerah endemis DBD. Data Dinas Kesehatan kota Lampung menyebutkan pada tahun 2010, jumlah penderita DBD di Bandar Lampung mencapai 763 orang dan yang meninggal 16 orang. Pada tahun 2011, jumlah penderita DBD di Bandar Lampung mencapai 413 orang dan yang meninggal 7 orang. Pada tahun 2012, terjadi peningkatan jumlah penderita DBD di Bandar Lampung mencapai 1.111 orang dan yang meninggal 11 orang, jumlah tersebut merupakan tertinggi dibanding kabupaten lain.

                                      Cara Pencegahan Penyakit DBD
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat yaitu:
o     Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah, sebagai contoh:
a.     Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
b.    Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
c.     Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
d.    Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas, dan ban bekas disekitar rumah dan lain sebagainya.

1.5 Kasus Pencabulan Anak  di Indonesia
1.      Selama 17 tahun saya bertugas keliling Indonesia menjadi Jaksa, baru di Kabupaten Sintang, saya menemukan kasus pencabulan yang sangat tinggi.
Dia mengungkapkan dalam tiga bulan terakhir ini saja, ada 17 kasus pencabulan yang ditangani pihaknya. Ia memprediksi, jika dalam tiga bulan saja jumlah perkara pencabulan mencapai 17 kasus, maka dalam setahun perkara pencabulan ini rata-rata bisa mencapai 60 kasus. “Ironisnya setiap bulan ada saja kasus yang masuk,” katanya.
Hadi mengungkapkan, pelaku pencabulan di Sintang rata-rata berumur antara 20 hingga 30 tahun. Tapi ada juga pelaku yang berusia di atas 50 tahun alias kakek-kakek. Sementara korban pencabulan ini semuanya masih di bawah umur.


Ia mengatakan tidak mengerti mengapa jumlah kasus pencabulan di bawah umur ini sangat tinggi. Dia juga mengaku kejaksaan tidak bisa melihat kasus pencabulan ini dari sisi sosiologinya. “Kejari Sintang hanya menerima limpahan kasus dari Kepolisian dan menindaklanjutinya untuk diteruskan ke Pengadilan,” jelasnya.
Kejaksaan, katanya tidak bisa mengungkap penyebab yang melatarbelakangi kasus pencabulan tersebut. Pihaknya hanya berkewenangan mengungkap perbuatan tersebut terbukti atau tidak dan seperti apa pencabulannya.
Hadi mengungkapkan hukuman terhadap pelaku pencabulan anak di bawah umur tinggi, namun anehnya kasus terus saja bertambah. “Rata-rata pelaku pencabulan mendapat sanksi yang berat dengan rata-rata kurungan 6 sampai 8 tahun,” ungkap dia. 
2.      Polres Sukabumi Kota menyatakan ada dugaan Andri Sobarna alias Emon pelaku pencabulan 40 bocah di Sukabumi mengidap kelainan seksual. Sebelumnya, rentetan kasus pencabulan dengan satu pelaku yakni Andri ini terungkap dari laporan para orangtua korban. 
3.      Kasus Pemerkosaan selama Januari. Kasus perkosaan terus melonjak di Indonesia. Sepanjang Januari, sudah terjadi 25 kasus perkosaan dan dua kasus pencabulan. Sementera, dengan jumlah korban mencapai 29 orang dan jumlah pelaku mencapai 45 orang.
Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch, mengatakan tragisnya pada Januari ini terjadi lima kasus perkosaan massal, tiga diantaranya dilakukan sejumlah pelajar terhadap gadis teman sekolahnya.
4.      Di Tegal, Jateng misalnya, seorang siswi Madrasah Tsanawiyah diperkosa tujuh teman lelakinya pada 16 Januari. Setelah diperkosa, korban ditinggalkan begitu saja dalam keadaan tak sadarkan diri di sebuah gubuk,” katanya melalui keterangan tertulis.
5.      Sebagian besar korban perkosaan berusia 1-16 tahun sebanyak 23 orang dan usia 17-30 tahun sebanyak 6 orang. Sedangkan pelaku perkosaan berusia 14-39 sebanyak 32 orang dan berusia 40-70 tahun ada 12 orang. Lokasi perkosaan sebagian besar terjadi di rumah korban (21 kasus) dan di jalanan 6 kasus.
Data ini menunjukkan bahwa rumahnya sendiri ternyata tidak aman bagi korban. Sebab pelaku perkosaan terdiri dari tetangga 8 orang, keluarga atau orang dekat 7 orang, teman 4 orang, ayah kandung 3 orang dan ayah tiri 2 orang orang.
6.      Daerah rawan perkosaan di sepanjang Januari adalah Jabar ada 8 kasus, Jakarta 5 kasus, Jateng 5 kasus dan Jatim 3 kasus. Ind Police Watch (IPW) mendata, maraknya angka perkosaan ini karena semakin mudahnya masyarakat mengakses film2 porno, baik melalui internet maupun lewat ponsel. Sebab sebagian besar pelaku perkosaan kepada polisi mengaku, mereka melakukan aksinya karena terangsang setelah melihat film2 porno.

7.      Seorang ayah yang berprofesi sebagai dukun dan pengobatan alternatif bernama Abu Amar, tega melakukan pemerkosaan pada tiga putri kandungnya sendiri. Abu Amar yang memiliki lima istri dilaporkan oleh Antok, 30 tahun, yang merupakan putra kandungnya sendiri. Pria yang membuka praktik di daerah Slipi, Jakarta itu dilaporkan setelah Antok membaca surat dari salah satu korban.
Ketiga korban kebiadaban Abu Amar adalah MT, 19 tahun, putri dari istri pertama; PP, 17 tahun, putri dari istri kedua; dan TM, 19 tahun, putri dari istri ketiga. 
Dari semua korban, MT menuliskan surat pada ibunya mengenai kelakuan sang ayah kandung. MT mengaku sudah berkali-kali diperkosa oleh ayahnya sejak kelas 2 SMP hingga kuliah. Karena merasa tidak tahan dan berdosa, MT meninggalkan surat.
Dari surat itu, dilakukan beberapa penyelidikan oleh pihak keluarga, ternyata tidak hanya MT yang menjadi korban, ada dua anak perempuan lain yang menjadi korban Abu Amar. Perbuatan tidak senonoh itu dilakukan di ruang praktik. Biasanya Abu Amar akan memberi uang sekolah jika anak perempuannya mau disetubuhi terlebih dahulu.

8.      Pada awal tahun ini kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia sangat mencengangkan. Berdasarkan catatan Indonesian Police Watch (IPW) hingga Januari telah terjadi perkosaan sebanyak 29 kasus. "sedangkan ditahun 2014 ini sudah mencapai ratusan perilaku pencabulan dan sodomi

Korban perkosaan tidak hanya dilakukan orang tidak dikenal atau orang lain. Bahkan keluarga sendiri pun perlu diwaspadai. Beberapa kasus perkosaan dilakukan ayah kandungnya sendiri. Bahkan tidak jarang hingga hamil.
Data Polda Metro Jaya, kasus pemerkosaan yang terjadi pada 2010 sebanyak 60 kasus dan penyelesaian kasus hanya mencapai 75 persen. Sedangkan 2011, kasus meningkat menjadi 68 kasus tetapi penyelesaiannya hanya 73,52 persen.

Pada 2012 sendiri menurut catatan tahunan Komnas perempuan terdapat 216.156 kasus. "Kasus yang paling sering terjadi adalah kekerasan seksual sebanyak 2.521 kasus, dengan bentuk pemerkosaan sebanyak 840 dan pencabulan sebanyak 780 kasus," ujarnya.


 
















BAB II
KESIMPULAN
Mengenai penegakkan lingkungan yang tidak maksimal itu lebih disebabkan karena minimnya perhatian pemerintah terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul dimasyarakat mengenai penegakkan hukum lingkungan.
Hal itu bisa kita lihat dari pengelolaan sampah di tiap kota/kabupaten dan provinsi yang belum maksimal, kenapa saya bilang belum maksimal, karena saya lihat dalam pengelolaan sampah di Bogor misalnya sampah semua di buang ketempat sampah yang ada di masing-masing daerah kemudian di angkut oleh pihak DLHK dan di bawa ketempat pembuangan akhir, kalau di Bogor adanya di Ciampea.
Setelah saya melihat langsung kelapangan, ternyata sampah yang bisa diolah kembali hanya beberapa saja, seperti pelastik, botol, dan sedikit dari sampah organik yang dapat diolah. Selebihnya hanya menjadi tumpukan sampah yang memakan lahan sekitar 2-3 hektar, dan mungkin beberapa tahun kedepan Bogor akan memiliki desa sampah, karena disitu yang tinggal hanya sampah-sampah buangan dari berbagai daerah di Bogor. Namun demikian kita tidak juga bisa menyalahkan pemerintah karena dalam pengelolaan lingkungan ini harus melibatkan banyak pihak, diantaranya adalah pemuka agama, tokoh masyarakat, tokoh pemerintahan, dan anggota masyarakat itu sendiri.
Adapun tokoh pemerintahan dapat menggunakan wewenangnya untuk membentuk aparat penegak hukum yang memiliki tanggungjawab dan memiliki wawasan yang luas mengenai lingkungan utamanya tentang penanggulangan pencemaran lingkungan.
Dan anggota masyarakat sebagai akar dari semuanya itu, berperang sebagai orang yang secara langsung melihat, melakukan, mengawasi, dan menilai terhadap pengelolaan lingkungan yang semuanya itu adalah tanggungjawab bersama yang mesti dicari solusinya juga secara bersama-sama.
Kesadaran terhadap lingkungan yang minim sekarang ini, lebih disebabkan karena minimnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya memiliki lingkungan yang sehat, bersih, indah dan nyaman. Agar tercipta kehidupan masyarakat yang sehat, teratur, dan memiliki rasa memiliki yang tinggi terhadap lingkungan yang ada sehingga menjadikannya lebih peduli terhadap lingkungan yang ia tempati
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. 1998. Analisis Dampak Lingkungan Hidup Proyek Pembangunan Jaringan Air Limbah
Johnson, Alpin S. ”Sosiologi Hukum”. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1994
detik.com